Dia berbalik, tidak tampak lagi mimik wajahnya akibat membelakangi cahaya dari luar jendela. Dia berdiri di sana masih dengan gaya khasnya dan diam beberapa detik. Aku di sini memandangnya bingung dan semakin bingung tidak tahu bagaimana dia menatapku. Mataku menyipit di balik kacamata minus dan silinder yang sudah lima tahun belum pernah ganti frame apalagi lensa.
"You did good!"
Ah, what?
Aku menelengkan sedikit kepalaku dengan kening berkerut mencoba memastikan apa yang kudengar. Dia seperti seorang pemain licik yang melumpuhkan rival dengan menjebak lawan dalam kubangan lumpur tak berlubang.
"Mm … maksudnya?"