"How are you, Honey bee?"
Apalagi sekarang? Tadi dia panggil aku Sweetie, sekarang Honey bee. Perutku mendadak mules dan lambungku sekonyong-konyong mual mendengarnya. Bukan karena jijik dengan panggilan itu, tapi karena jijik dengan si pemanggil. Kalau yang memanggilku dengan sebutan itu adalah sosok yang kutaksir, kuyakinkan diri bahwa aku langsung melayang tanpa sapu terbang seperti miliknya nenek penyihir.
Senyumnya licik, pasti dia merencanakan sesuatu yang menyudutkan Rais dan aku. Kuduga dia mau membalas dendam untuk peristiwa di kafe waktu itu. Baiklah, kalau begitu. Akan kuladeni. Kartu As sudah siap, William Anderson.
Dengan senyum ramah palsu aku menyambutnya. "Halo, Pak Willy. Anda sudah ditunggu pak Rais di dalam. Mari, silakan."
Tanganku mengulur menunjuk ruangan direktur. Lantas berjalan di depannya, mengetuk pintu tiga kali sebagai formalitas, dan berdiri di dalam dua langkah dari pintu.
"Permisi, Pak. Pak Willy sudah datang bersama asisten."