Chereads / Blood Sweat And Tears / Chapter 17 - 17

Chapter 17 - 17

suasana di dalam restaurant pun mulai terlihat ramai dengan para pelanggan yang mulai berdatang, karena hari ini adalah hari libur maka aku pun akan bekerja dengan santai tanpa takut terlambat kemana-mana lagi, hari ini banyak pelanggan yang menikmati waktu weekend mereka dengan makan bersama orang-orang tersayang ataupun menikmati waktu sendirian dengan mengerjakan sesuatu di restaurant. Hari ini pun terlihat lebih banyak orang-orang yang datang di banding kan dengan hari-hari yang biasa, aku pun hanya berdiri di depan pintu dapur dan tersenyum sejenak karena pada akhir nya aku bisa melakukan pekerjaan ku dengan mudah tanpa ada nya masalah sedikit pun. 

ckrekkk...

aku pun mendengar suara bidikan kamera, dengan cepat aku pun menoleh ke segera arah dan mendapati Radit yang tengah memainkan handphone nya di meja kasir, aku tidak mau berburuk sangka pada Radit, mungkin saja ia tengah memuat laporan kenaikan pelanggan yang datang pada hari ini. saat aku melamun sejenak tiba-tiba aku terpikirkan untuk mewarnai rambut ku dengan warna yang memang sudah lama aku ingin kan, tapi aku baru teringat jika aku berkerja dan tidak sebaik nya berpenampilan seperti itu. 

tiba-tiba saja aku merasakan lapar, pagi tadi aku memang tidak memakan apapun dan setiap hari pun memang seperti itu tapi kenapa pa hari ini rasa nya aku sangat ingin makan, aku tidak bisa keluar dari restaurant apalagi lagi belum waktu nya jam istirahat. 

" Din, sini aja duduk " sahut mbak Arni dari dalam dapur.

aku pun menoleh ke mbak Arni dan mengiyakan nya, dengan cepat aku pun berjalan menuju mbak Arni dan duduk di samping nya, mungkin mbak Arni merasa sangat kesepian karena hari ini mas Dimas tidak masuk karena tengah ada urusan keluarga yang mendadak. aku pun menoleh ke arah jam yang tertempel pada dinding dapur dan sudah menunjuk kan pukul 1 siang, Ya waktu nya istirahat. aku pun bergegas untuk melihat apakah pelanggan masih ramai di sana atau sudah mulai berkurang, ternyata satu persatu dari mereka sudah mulai pergi dan hanya meninggalkan dua meja lagi yang masih terisi. 

Mbak Arni nampak tengah menunggu meja itu kosong untuk segera ia bersihkan, sebenar nya itu adalah tugas ku tapi karena mbak Arni juga ingin langsung menutup sementara restaurant untuk istirahat maka dia lah yang mengambil tugas ku sementara. Aku pun hanya duduk di kursi bar yang ada di dapur tanpa tujuan, padahal aku sudah lapar tapi aku bingung apa yang harus aku beli untuk aku makan. 

Dari dalam dapur aku melihat Radit keluar dari restaurant setelah ia berbicara dengan mbak Arni di depan pintu, aku pun hanya melihat nya sekilas dan mengalihkan nya dengan melihat ke arah kuku-kuku ku yang aku main kan di kala aku tengah bosan, biasa nya aku akan memainkan handphone ku di kala waktu senggang seperti ini, tapi entah kenapa aku sedang tengah tidak memiliki mood untuk melakukan nya. Aku tidak tahu sejak kapan Mbak Arni sudah duduk di samping ku,dengan tiga gelas minuman yang ada di depan ku.  

" kamu kenapa ngelamun Din?"

" enggak apa-apa mbak, kek nya mood ku lagi kurang baik sih. aku tinggal dulu gak apa-apa mbak ?"

" mau kemana kamu emang nya ?"

" mau beli makan di depan sebentar kok mbak " 

" gak usah Din, Radit lagi beli makanan buat kita kok" 

" Kenapa?"

" mood nya lagi baik kayak nya, udah sih gak apa-apa kan gratis juga kamu gak harus keluarin uang buat makan siang apalagi ini minuman juga dia yang bayarin, kamu simpen uang kamu buat makan malam ya, harus irit Din karena masih jauh ke gajian kan "

" Iya mbak"

Aku pun hanya tersenyum sambil memasang wajah yang tidak enak, aku memang tidak mengenal Radit dengan dalam dan tidak ingin tahu juga tentang diri nya, mungkin diri nya memang seperti itu pada rekan kerja nya, tidak sebaik nya aku memusuhi orang lain hanya karena aku tidak suka dengan sifat pada kesan pertama nya. tidak beberapa lama Radit pun sampai dan langsung berjalan menuju dapur, iya pun duduk di depan ku dan tengah sibuk mengeluarkan sebuah kotak makanan yang ada di kantung plastik yang iya pegang, dengan cepat ia memberikan mbak Arni satu buah kotak makanan yang tidak asing di mata ku, rupa nya Radit membelikan menu makaman yang berbeda-beda untuk kami dan warna kotak pada makanan itu pun terlihat seperti berasal dari stand makanan yang berbeda-beda juga. 

Dengan pelan Radit menyodorkan kotak makanan kepada ku, ia pun sempat gugup sejenak saat aku menerima nya, tapi aku lihat kembali sikap nya langsung berbeda saat ia berbicara dengan mbak Arni.

" kenapa di beliin ?" tanya ku.

" gak apa-apa,di luarkan panas dan kamu kan takut panas jadi ya sekalian aja sama pas beli makan buat mbak Arni, masa mbak Arni di beliin kamu enggak, nanti kesan nya aku jahat sama kamu." 

" ohh. makasih "

Aku pun melirik ke arah mbak Arni yang langsung dengan cepat tersenyum lebar memperlihatkan gigi nya pada ku, dari tingkah mbak Arni seperti nya aku mengerti apa maksud dari Radit tadi. aku pun menikmati makanan yang di berikan Radit itu dengan pelan-pelan, karena suasana hati ku yang tidak sedang baik jadi aku merasa sedikit nafsu untuk menikmati makanan. Aku tahu jika Radit memperhatikan bagaimana aku menikmati makanan yang ia berikan tadi, mungkin ia akan mengira jika aku tidak menghargai apa yang sudah ia berikan padaku, tapi diri nya tidak menegur ku dengan mulut cabai nya itu, ia malah mengajak Mbak Arni mengobrol tentang pembicaraan yang tidak aku pahami sama sekali.

Seperti nya pembahasa mereka cukup menyenangkan, terlihat dari raut wajah Radit dan mbak Arni yang terlihat sangat bersemangat bercerita satu sama lain.sekilas aku mendengar mereka berdua tengah membicara seorang wanita yang bernama Anita, mungkin itu adalah pacarnya Radit yang kendengaran nya cukup menyenang kan bagi Radit. Aku pun mulai bangkit dari tempat duduk ku dan perlahan meninggalkan Radit dan Mbak Arni yang tengah asik berbicara itu, lebih baik aku mencuci semua piring yang kotor yang ada di atas wetafell.

Seperti nya mbak Arni mulai merasa tidak enak pada diriku, di lihat diri nya langsung terdiam saat aku mulai beranjak dari bangku itu dan berjalan menuju westafell. aku tidak marah hanya karena aku tidak bisa ikut berbicara saat mereka berdua bercerita satu sama lain, aku hanya tengah tidak ingin terlalu banyak bicara di saat keadaan mood ku tengah tidak baik-baik saja.