Kelemahan Aldi adalah tidak bisa membantah ucapan Mellina, Mamanya. Apalagi jika wanita itu berlagak pura-pura sakit. Aldi akan langsung menuruti permintaannya meskipun ia tahu Mamanya sedang pura-pura sakit.
Seperti saat ini, Mellina menyuruh Aldi untuk kerumah gadis yang akan dijodohkan dengannya. Aldi langsung mengangguk dan mengemasi barang-barangnya. Ia tak banyak tanya lagi meski hatinya menggerutu tak jelas.
Jika boleh memilih, Aldi tak ingin dijodohkan. Ia masih bisa mencari calon pendamping untuknya, Mamanya tak perlu turun tangan. Lagipula, Aldi sudah memiliki tambatan hati. Namanya Tania, gadis yang sudah ia pacari hampir dua tahun.
Jangan tanyakan lagi bagaimana perasaannya kepada gadis itu. Gadis cantik itu adalah cinta pertamanya sekaligus pacar pertamanya. Sejak pertama kali mengenal apa itu Cinta, Aldi sudah menjatuhkan hatinya kepada gadis itu.
Namun apa boleh buat, ia tak ingin menyakiti hati Mellina dengan terang-terangan tak ingin di jodohkan. Aldi akan tetap pergi ke Jakarta. Tinggal bersama gadis yang akan dijodohkan dengannya selama tiga bulan. Aldi rasa itu bukan waktu yang lama. Disana, Aldi akan memikirkan cara bagaimana untuk membatalkan perjodohan konyol ini. Setelah itu ia akan kembali ke Bandung dan kembali melanjutkan kisah cintanya dengan Tania.
"Mama nggak mau batalin perjodohan ini? Aldi kan udah punya calon menantu buat Mama." Aldi masih berusaha membuat Mellina berubah pikiran.
Mellina yang ikut membantu mengemasi barang-barang Aldi pun menggeleng singkat, "Nggak. Ini udah keputusan Mama dan nggak bisa di ganggu gugat."
"Trus kalo Aldi disana, Mama sendiri dong disini?" tanya Aldi. Pasalnya ia hanya tinggal berdua dengan Mellina. Pembantu pun tidak ada. Liston, Papanya sedang dinas kepolisian diluar kota.
"Nanti Mamanya Salsha temanin Mama kok disini. Jadi kamu tenang aja."
"Jadi namanya Salsha," gumam Aldi, "Namanya aja jelek, apalagi orangnya."
"Huss kamu ini," Mellina memukul pelan kaki Aldi, "Mama udah lihat fotonya. Cantik kok. Cocokla sama kamu."
"Cantikan juga Tania. Mama nggak pernah aja ketemu sama Tania. Coba kalo ketemu. Mama pasti langsung batalin perjodohan konyol ini dan restuin aku sama Tania."
Mellina menutup koper Aldi dan duduk disamping anak semata wayangnya itu, "Tania, Tania, Tania mulu yang kamu bilang. Kalo kamu udah ketemu sama Salsha kamu juga bakal lupa sama Tania."
"Nggak mungkin, la. Aldi itu orangnya setia, kayak Papa." cibirnya, "Nanti disana ada pembantu 'kan."
"Nggak." Mellina menggeleng, "Kalian cuma tinggal berdua sama Salsha."
Aldi membelalakkan matanya. Hanya tinggal berdua dengan gadis yang belum ia kenal adalah mimpi terburuknya, "Trus Aldi makan apa? Aldi yakin dia nggak bisa masak. Nggak kayak Tania yang masakannya enak."
Mellina memutar bola matanya, sejak kapan Aldi jadi bucin seperti ini, "Udah deh, Aldi yaa. Mending kamu siap-siap terus berangkat ke Jakarta."
Aldi mengangguk pasrah, " Tapi sebelum berangkat, Aldi kerumah Tania dulu. Mau pamit. Yakali anak orang mau ditinggalin gitu aja."
Mellina menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Aldi. Ia jadi ragu untuk menjodohkan Aldi. Anaknya itu terlalu mencintai Tania, Mellina bisa merasakan itu dari raut wajah Aldi ketika menyebutkan nama gadis itu.
👋👋👋
Tok tok tok....
Salsha menghentakkan kakinya kesal kala pintu rumahnya diketuk dengan tidak sabaran. Pasalnya acara telfonannya dengan Farel, cowok yang menjadi incarannya untuk dijadikan pacar terpaksa berhenti. Ia menuruni satu persatu anak tangga dengan sumpah serapa kepada orang yang mengetuk pintu rumahnya itu.
Tok tok tok....
"Iya, bentar dong." gerutu Salsha kesal.
Ia membuka pintu rumahnya dan mengernyit keheranan melihat seorang lelaki berdiri sembari memegang sebuah koper, "Lo siapa? Pake bawa koper lagi. Lo pikir rumah gue kos-kosan."
Lelaki itu hanya menyunggingkan senyum sinisnya dan menyeret kopernya memasuki rumah Salsha. Salsha membelalakkan matanya, berani sekali laki-laki itu masuk kerumahnya tanpa sopan.
"Lo siapa, sih? Main masuk aja. Nggak sopan banget." cibir Salsha.
Bukannya menjawab lelaki itu malah memperhatikan penampilan Salsha dari atas kebawah. Ia menelan salivanya kala menyadari Salsha hanya memakai tank top dan hot pants, menampilkan lekuk tubuh indah gadis itu.
Kalo kayak gini terus, gue takut iman gue nggak kuat. Sexy banget nih cewek. Batin Aldi.
Salsha mengikuti arah pandang lelaki itu dan mundur beberapa langkah. Ia menatap tajam lelaki itu, "Eh lo lihatin apa? Dasar cowok mesum."
"Salahin diri lo sendiri. Nyambut tamu kok bajunya kayak gitu." cibir balik lelaki itu.
"Suka-suka guelah. Baju-baju gue. Mata lo aja tuh yang kegenitan." ketus Salsha kesal.
"Siapa yang datang, Sha." Helen menghampiri Salsha ke pintu utama karna mendengar suara ribut. Ia mengernyit melihat lelaki yang datang kerumahnya.
"Tante pasti Tante Helen, 'kan?" lelaki itu tersenyum dan menyalim Helen.
Helen mengangguk, ia mencoba mengingat siapa lelaki itu, "Kamu pasti Aldi, 'kan? Anaknya Mellina."
"Iya, Tante. Saya Aldi." Aldi memperkenalkan dirinya dengan sopan.
Salsha memutar bola matanya. Lelaki yang bernama Aldi itu sangat pintar mengambil hati orang tua. Munafik.
"Kenalin, ini anak Tante, namanya Salsha. Cewek yang bakalan dijodohin sama kamu." Helen memperkenalkan Salsha.
Aldi mengulurkan tangannya, ia tersenyum tipis, "Aldi."
Salsha mendengus kesal. Tingkahnya sekarang berbeda dengan tadi sebelum ada Helen. Namun tak urung Salsha membalas uluran tangan itu, "Salsha." ucapnya tak berminat.
"Kamu anterin Aldi ke kamar tamu, ya. Mama mau siap-siap dulu." Helen berjalan meninggalkan keduanya.
"Jadi dimana kamar gue?" tanya Aldi sembari menaikturunkan alisnya, menggoda gadis itu.
"Cari aja diatas. Kamar kosong." sahut Salsha cuek. Ia menyedekapkan kedua tangannya didepan dada dan tak menatap Aldi sedikitpun.
Aldi menghela nafasnya. Tak mau berdebat lagi, Aldipun menyeret kopernya dan mulai menaiki anak tangga rumah yang akan di tempatinya selama tiga bulan kedepan, dan mencari kamar untuknya beristirahat.
Salsha menendang sofa, ia masih kesal dengan kedatangan lelaki yang tak di kenalnya itu. Ia pikir lelaki itu tak akan mau dijodohkan dan datang kerumahnya. Namun semua berbanding terbalik dengan realita yang ada.
"Eh tapi kalo dia salah kamar gimana? Kalo dia masuk ke kamar gue dan lihat foto-foto Farel, gimana?" lirih Salsha.
Tak mau berpikir terlalu lama lagi, Salsha segera menyusul Aldi ke lantai atas. Dan benar saja, Salsha melihat Aldi sedang membuka pintu kamarnya. Salsha bergerak cepat dan memegang tangan lelaki itu, "Itu kamar gue." Salsha menutup kembali kamarnya dan menatap Aldi datar.
"Mana gue tahu." Aldi menghendikkan bahunya, "Terus kamar gue dimana? Gue capek, mau istirahat."
"Itu, disitu." Salsha menunjuk kamar tepat di samping kamarnya.
"Itu kamar gue?"
Salsha mengangguk, "Iya."
Aldi menaikturunkan alisnya, menggoda Salsha lagi, "Lo sengaja, ya, ngasih kamar gue disamping kamar lo? Biar lo mudah ngintipin gue."
"Pede lo!" cibir Salsha. Ia ingin menoyor kepala lelaki itu, "Kamar tamu diatas cuma itu doang. Emang lo mau tidur di bawah."
"What ever. Gue mau istirahat dulu." Aldi membuka pintu kamarnya dan masuk kedalam. Ia ingin tidur sejenak untuk menghilangkan penat yang ia rasakan.
Sepeninggal Aldi, Salsha menggerutu. Tak membayangkan bagaimana rasanya tinggal serumah bersama lelaki nyebelin seperti Aldi. Pasti hari-harinya akan menjadi lebih buruk.
👋👋👋
"Mama yakin mau bikin akun tinggal berdua sama dia?" Salsha menggerutu tak jelas di kamar Helen. Sementara Helen sedang menyusun baju-baju yang akan ia bawa ke Bandung.
"Kamu tenang aja, nggak akan kejadian apa-apa antara kamu sama dia. Tante Mellina dan Om Liston itu orangnya baik. Jadi anaknya udah pasti baik." Helen menghentikan kegiatannya dan beralih mengusap kepala Salsha.
"Orang tua yang baik itu, anaknya belum tentu baik," Salsha mencoba mempengaruhi pikiran Helen, "Tadi aja, dia ngelihatin Salsha dari atas sampe bawah, mukanya kayak nafsu gitu, deh. Gimana kalo aku di perkosa sama dia?"
"Ya bagus dong. Berarti pernikahan kalian akan dipercepat," kekeh Helen.
Salsha bergidik ngeri, membayangkannya saja sudah membuat ia mual, "Ihh, Mama. Salsha serius, Ma. Salsha takut di apa-apain sama dia."
"Kalo penampilan kamu kayak gini, pantas aja Aldi nafsu lihat kamu. Salsha, nggak baik cuma make tanktop dan hotpans pas ada tamu. Kamu jaga penampilan kamu, ya. Jangan pancing gairahnya Aldi, "Helen mengusap bahu Salsha, "Mama udah pikiran masalah ini jauh kedepan. Mama yakin Aldi nggak bakal berani macem-macem sama kamu. Kamu tenang aja, yaa. Cuma tiga bulan, kok."
Salsha berdiri, ia menghentakkan kakinya kesal, "Mama nggak ngertiin Salsha, ya. Mama cuma mikirin diri Mama sendiri dan perusahaan. Salsha nggak mau perjodohan ini terjadi." Salsha berlari meninggalkan Helen.
Salsha memasuki kamarnya dan menangisi nasibnya. Nasib buruk yang akan ia lalui selama tiga bulan kedepan atau malah selamanya.
"Gue nggak mau di jodohin. Gue nggak mau."
*****