Di kamar, Naufal kebingungan karena harus mengganti pakaian istrinya. Terpaksa dirinya lah yang harus membantu istrinya mengganti pakaiannya. Awalnya ia ragu karena itu kali pertamanya membuka dan bahkan mengganti pakaian istrinya.
"Ini … bagaimana cara melepaskannya?" gumam Naufal bingung cara membuka bra yang dipakai istrinya.
Semakin bingung karena ia tidak tahu dimana pengaitnya yang melingkari punggung istrinya. Tapi, Naufal tidak putus asa, dan akhirnya ia tahu bagaimana cara membuka penutup bukit salju milik Yoona.
Sudah dibuat bingung cara melepas, kali itu Naufal kembali mengalami kesulitan kala memakaikannya. "Hih, ini bagaimana pula memakaikannya!" gerutunya.
"Aku harus bertanya dengan siapa coba? Apa aku harus bertanya dengan kakakku? Ah, tidak! atau dengan Mama?" gumamnya.
"Hish, mereka malah nantinya akan menertawakan aku. Sinyal di sini juga ajak ribut untuk membuka internet," Naufal berhenti sejenak dan mulai berpikir.
Beberapa menit kemudian, setelah mengingat bagaimana cara dirinya melepasnya, membuatnya membodohkan dirinya sendiri.
"Allahu, kenapa aku bodoh sekali? Kenapa aku tidak memasang seperti saat aku melepasnya tadi? Kasihan dia … pasti sudah kedinginan," gumamnya dalam hati.
Setelah setengah jam ketegangan yang Naufal alami, akhirnya ia dapat menyelesaikan pekerjaannya. Menanggalkan pakaian seorang wanita, meski itu adalah istrinya sendiri membuat Naufal merasa bersalah.
Jantungnya masih berdegup kencang, pipi dan telinganya sampai memerah karena masih teringat jelas dalam bayangan matanya kala melihat tubuh istrinya tanpa sehelai pakaian.
"Jantungku, apa masih waras?" gumamnya kembali menyentuh dadanya. "Kenapa berdegup sangat kencang?"
"Rasa ini … membuatku," tuing, di bawah ada yang berdiri tegak, tapi bukan sebuah keadilan.
Naufal sampai tidak bisa mengontrol perasaannya. Dirinya hampir saja akan melakukan hal yang tidak baik di saat istrinya masih dalam keadaan tidur.
Kelelahan, akhirnya Naufal pun ikut terlelap tanpa mengisi perutnya terlebih dahulu. Ia juga memeluk Yoona yang saat itu masih terbalut hangat menggunakan selimut.
Di kamar lain, Tae dan Ae Ri masih berbincang mengenai Naufal yang tiba-tiba datang dan akan merusak rencananya. Tae juga masih memiliki pertanyaan yang akan ia tanyakan kepada Ae Ri.
"Kenapa kamu mengatakan, bahwa aku meninggalkanmu di dalam hutan? Apa aku melakukan itu?" tanya Tae dengan ketus.
"Tae, aku tidak mengatakan hal itu," Ae Ri menyangkalnya.
"Lalu? Apa kakakku pembohong? Dia mengatakannya kepadaku, kalau kau sakit perut dan aku meninggalkan dirimu hanya karena aku tidak ingin kalah dari permainan ini. Apa maksudnya itu?" sulut Tae dengan nada yang tinggi.
Bagaimana tidak sakit hati, Ae Ri telah memfitnah dirinya berbuat kesalahan yang begitu kejam. Mulai malam itu, hubungan Tae dan Ae Ri mulai merenggang.
Ae Ri juga masih tidak mengatakan bahwa dirinya mencintai Arnold dan berusaha keras untuk mendapatkannya.
_______
Alarm subuh berbunyi melalu ponselnya. Naufal segera bangun melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim yang taat, salat subuh.
Bersamaan juga, Yoona juga terbangun. Ketika dirinya membuka selimut, Yoona terkejut kala melihat dirinya yang sudah berganti pakaian beserta dalamannya.
Berulang kali ia memastikan isi dalamannya berubah warna atau tidaknya. "Bajunya kok jadi warna kuning? Perasaan kemarin putih deh, daleman, celana panjangnya juga," Yoona bergumam mengingat-ingat apa yang ia kenakan kemarin.
"Aku yang menggantikan pakaianmu. Kemarin pakaian yang kau kenakan kotor, jadi aku yang ganti," terang Naufal dengan suara serak, karena baru bangun tidur.
"Oh, begitu. Hahaha, kirain--" ucapan Yoona terhenti. Kemudian melirik ke arah Naufal yang sudah ada di sampingnya. "Aaaaa …," teriaknya.
"Ada apa? Kenapa kau berteriak?" tanya Naufal langsung duduk dari tidurnya. "Aduh," rintihnya.
Yoona menutup tubuhnya menggunakan selimutnya. Di sisi lain, Naufal juga merasakan malu, namun masih saja meninggikan gengsinya.
"Kenapa, sih? Kedinginan?" tanya Naufal berusaha tenang.
"Kak Naufal di sini?" tanya Yoona kembali.
"Iya," jawab Naufal mengurut kepalanya.
"Sejak kemarin?" tanya Yoona lagi.
"Iya,"
"Lalu, membawaku keluar dari hutan?" tanya Yoona.
"Iya,"
"Menggendongku sampai ke sini?"
"Ck, iya!" tegas Naufal.
"Menggantikan pakaianku, terus melihat punyaku?" Yoona menutupi bukit saljunya dengan rapat. "Semuanya?" lanjutnya dengan lirih.
"Iya, Yoona," jawab Naufal masih sabar.
"Termasuk atas bawah?" Yoona masih syok.
"Yang mana yang kamu maksud?" Naufal mulai kesal, Yoona terus menanyainya kala dirinya sedang pusing.
"Aaaa … aku malu!" teriak Yoona menutupi seluruh tubuhnya hingga ke kepala menggunakan selimut.
Suasana menjadi canggung pagi itu. Demi rasa gengsinya, Naufal masih bersikap biasa saja. Seolah dirinya memang tidak merasakan apapun. Ia mengajak istrinya segera mandi dan wudhu untuk melaksanakan salat subuh berjamaah.
Usai salat subuh, Yoona langsung menarik diri duduk di pojokan. Masih membayangkan, betapa malunya dirinya kalau suaminya menggantikan pakaiannya.
"Kenapa masih disitu, sih? Mau cari makan bareng nggak? Aku nggak mau cari makan sendiri!" Naufal masih bersikap biasa saja.
Naufal tetap masih berpura-pura santai. Kemudian, mengajak Yoona keluar, agar istri kecilnya itu tidak merasa malu lagi.
"Tapi kakiku masih sakit, Kak. Gimana dong?" kata Yoona manja.
"Aku belum bisa menggunakan bahasa Korea dengan baik. Lalu, aku juga tidak tahu daerah sekitar. Bagaimana cara aku bisa mendapatkan makanan?" tanya Naufal sembari melipat sajadahnya.
"Aku bawa mie cup!" sela Yoona semangat.
"Kamu tau sendiri, 'kan? Suamimu ini tidak bisa makan mie di pagi hari. Apa kamu juga ingin membuat suamimu ini sakit?" kesal Naufal.
"Apa? Kak Naufal menyebut dirinya, suami? Apa aku tidak salah dengar?" Yoona mulai lagi.
"Ck, aku ini memang suamimu, 'kan? Jadi, apakah ada yang salah?"
Yoona membuat suaminya kesal kembali. Tak seharusnya juga Naufal bereaksi seperti itu. Hanya saja, Naufal belum tahu cara mengapresikan diri bahwa dirinya peduli dengan istrinya itu.
"Atau sebaiknya kita pulang saja. Kamu segera berkemas dan kita akan berangkat kembali ke Kota," usul Naufal.
"Lalu, liburan kita bagaimana? Teman-temanku juga …?" rengek Yoona.
"Kita bisa liburan lain waktu. Kakimu itu masih sakit, tubuhmu masih butuh istirahat. Temanmu juga sehat-sehat saja, jadilah istri penurut dan kita pulang pagi ini juga!" tegas Naufal.
"Segera bersiap, aku akan cari tempat yang nyaman untuk istirahat, assalamu'alaikum! Jadilah istri penurut, oke?" Naufal pergi meninggalkan Yoon sendiri di kamar.
"Wa'alaikumsallam warahmatullahi wabarakatuh,"
"Tunggu!"
"Apa yang Kak Naufal katakan tadi? Is-istri? Dia menyebutku istri dan menyebut dirinya suami? Apa dia sudah mulai menyukaiku?" Yoona mulai bergumam lagi.
Sungguh kebahagiaan tersendiri baginya jika benar suaminya sudah mulai menerimanya. Hari itu yang sudah Yoona tunggu. Mendapatkan cinta suaminya dan hidup bahagia bersama pria yang dicintainya.
"Tapi, bagaimana jika dia mengatakan itu hanya karena aku sedang sakit?"
"Kemudian, dia akan kembali dingin ketika aku sudah sembuh?"
"Tidak! Oh, tidak! Kau harus bagaimana ini? Haih, aku harus mempertahankan mood baiknya. Iya, semangat Yoona!"
Yoona menjadi lebih semangat mengejar cinta suaminya sendiri. Berharap tak butuh waktu lama suaminya menyadari, bahwa dirinya benar-benar tulus mencintainya.
-_-_-_-