Sore itu Triyono dan Nai duduk di bangku menunggu pasien yang berada di luar. Nampak jelas Triyono ini tengah murung. Melihatnya, membuat Nai harus menanyakan sesuatu. Ia mencoba bertanya kepada Triyono mengenai masalah apa yang sedang ia pikirkan sampai membuatnya murung.
"Kenapa lagi, kamu? Aku lihat, kok sejak tadi kamu jadi pendiam. Di usir Naufal, jadi kek gini gitu?" tanya Nai.
"Bingung aku tuh," jawab Triyono, sembari menyanggah kedua pipinya.
"Heh, ternyata jomblo bisa bingung, ya?" ledek Nai, duduk di dekat Triyono.
"Hish, ndak lucu!" tepis Triyono seperti gadis yang tengah merajuk, ditinggal kekasihnya.
"Ya elah, kenapa, sih? Sini cerita lah__" lanjut Nai, menyenggol lengan Triyono sedikit kuat.
Ternyata, Triyono sedang memikirkan nasibnya sendiri. Pria berusia 32 tahun ini merasa jika dirinya menjadi pengganggu keharmonisan rumah tangganya yang baru saja merekah.
"What? Kenapa kamu sampai berpikir seperti itu?" tanya Nai. "Sepertinya, Naufal dan Yoona tidak pernah berpikiran cetek begini deh!" lanjutnya.
"Hih, aku tujuan saksi cinta mereka, loh!" seru Triyono.
"Iya, tau. Terus, alasan kamu ngomong jadi pengganggu itu, maksudnya apa?" Nai heran sendiri dengan cara pemikiran Triyono.
"Apa aku harus ya cari kos sendiri gitu, ya? Hm, agar tidak mengganggu kemesraan mereka gitu. Kamu dengar sendiri, 'kan? Kalau Naufal harus membutuhkan waktu 1 bulan untuk pemulihan?" ungkap Triyono serius.
Mendengar alasan Triyono, membuat Nai kasihan padanya. Ia memberikan saran agar menempati mes yang ada di restoran saja. Sebab, tidak mungkin baginya untuk menyewa kos atau kamar di Kota besar yang serba mahal itu. Di sisi lain, biaya hidup Korea tidak semurah seperti biaya hidup di Jogja, tempat asalnya.
"Lah kenapa? Memangnya mahal banget ya kos-kosan di Korea ini?" tanya Triyono polos.
"Ya … Aku saranin aja gitu. Aku tau kok gaji yang diberikan oleh kakaknya Naufal kepadamu itu tidak besar. Selagi ada yang gratis, kenapa enggak?" jelas Nai mengangkat kedua bahunya.
"Haih, keluarga Naufal itu memang semuanya orang baik. Tapi kok ya ada gitu cobaan mereka itu. Ckckck," gumam Triyono sembari menggelengkan kepala.
Pembahasan menjadi merambah ke perasaan Nai selama berteman dengan kakak iparnya Naufal. "Kamu sudah berteman lama dengan Rifky kakaknya Naufal. Apa selama itu, kamu tidak memiliki perasaan terhadapnya, kah?" tanyanya penasaran.
"Hahaha aku? Jatuh cinta sama Rifky?" jawab Nai tertawa terbahak-bahak.
"Ya enggak lah. Aku mana bisa jatuh cinta sama sahabat sediri, Tri. Aku pernah kecewa dua kali dalam bercinta, dan itu yang membuatku masih betah sendiri sampai sekarang." jelas Nai, singkat.
Triyono hanya manggut-manggut saja mendengar curhatan Nai. Setelah itu, keduanya masuk keruangan lagi dan meminta pendapat dengan yang di usulkan gadis berusia 36 tahun itu tentang mes yang ada di restoran.
"Gimana? Kamu setuju nggak?" tanya Triyono penuh harap.
"Setujuin aja ngapa, Fal. Mungkin dia ingin tinggal bebas, nggak sungkan gitu kalau di rumahmu," imbuh Nai.
Awalnya Naufal tidak setuju karena pesan kakak iparnya, Triyono harus tinggal dengan dirinya, karena ia belum mahir bahasa Inggris maupun Korea. Tapi jika melepasnya dengan Nai, setelah Naufal memikirkannya, ia pun mengizinkan begitu saja.
"Kenapa Kak Triyono harus pindah, sih? Kenapa nggak tinggal sama kita saja gitu. Kita kan malah senang kalau Kak Triyono mau tinggal sama kita. Apa selama tinggal sama kita Kakak merasa tertekan, ya?" Yoona mulai meduga-duga.
"Wah kamu udah gede ya pikirannya, Yon. Dulu, saat kecil saja kamu mainnya sama aku, loh!" Triyono terharu dengan ungkapan Yoona.
Kembali membahas pindahan, Triyono menjelaskan bahwa dirinya hanya ingin mandiri. Bukan tidak nyaman tinggal bersama kedua orang yang dianggapnya baik itu.
"Aku pengen mandiri aja. Tolong, boleh, ya?" ucap Triyono seperti meminta izin kepada orang tuannya.
Semua itu sudah keputusannya, Naufal pun tidak bisa menolak permintaan Triyono. Ia pun menelpon kakak iparnya dulu, guna menghindari salah paham jika nantinya tidak di jelaskan. Dengan mengabari Rifky, itu membuat Triyono hoki, karena kabar gembira juga, gaji Triyono akan Rifky naikkan sesuai dengan kebutuhan hidup di Korea.
Triyono merasa sangat senang. Ia pun mengajak Nai kembali dan segera merapikan barangnya untuk pindah. Saat itu, tinggallah Naufal dan Yoona berdua. Kini, mereka mulai membahas kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka dan melakukan upaya janji setia, saling percaya dan tidak mudah digoyahkan hubungannya.
"Coba deh kamu tanyain lagi dengan Triyono itu. Apakah dia sudah yakin mau pindah? Bukankah semuanya mendadak? Aku takut dia itu hanya merasa tidak enak saja karena aku sakit," pinta Naufal dengan lembut kepada istrinya.
"Siap suamiku hehe--" jawab Yoona semangat.
Mendengarnya, Naufal hanya tersenyum. Ia bahagia melihat senyum istrinya yang menawan di wajahnya. Naufal baru menyesalinya saat itu, kenapa dirinya tidak memandang Yoona sejak dulu. Menghilangkan gengsinya, Naufal juga meminta sang istri untuk menyuapinya lagi, dan memintanya untuk memijit kakinya juga.
-_-_-_-
1 minggu berlalu dengan cepat. Dengan sibuknya aktivitas di kampus, Yoona juga harus bersedia di sibukkan bolak-balik ke rumah dan kerumah sakit untuk merawat suaminya. Hal yang mengejutkan lagi, sejak saat kejadian minggu lalu, Arnold tak terlihat lagi batang hidungnya. Menurut informasi dari Tae, Arnold sementara kembali ke luar negri, dan itupun tanpa meminta maaf terlebih dahulu dengan Yoona dan Naufal karena merasa malu.
"Hari ini ada acara tidak kamu? Aku ingin mengajakmu untuk melihat aku latihan tenis, seminggu lagi aku ada turnamen, loh!" seru Tae dengan semangat yang membara.
"Maaf sekali Tae, aku ingin selalu menemanimu, serius. Tapi mau bagaimana lagi, Mas Naufal keluar sore ini dan aku harus membersihkan rumahku dulu, huft, maaf banget ya ...," sesal Yoona menggenggam kedua tangan sahabatnya.
"Wah berita bahagia itu. Selamat ya, akhirnya kau tak perlu mondar-mandir lagi. Semoga lekas sembuh suamimu. Maaf, aku masih tak punya muka untuk menemui suamimu karena Kakak sepupuku itu," ucap Tae, menjadi murung.
"Sudahlah, ini bukan salahmu. Semua ini sudah takdir, santai sajalah. Ok! Aku harus pergi dulu, bye bye__" pamit Yoona melambaikan tangannya.
Sebelum menjemput suaminya pulang, Yoona pulang lebih dulu ke apartemen untuk melakukan penyambutan suaminya. Ia melakukannya sendiri karena kebetulan Triyono dan Nai sedang ada di luar Kota untuk melakukan kunjungan lahan yang ingin dibuat cabang.
Saat keluar lift, tidak sengaja Yoona berjumpa dengan Moza yang sedang mabuk. Ia nampak sempoyongan ketika berjalan, bahkan sampai merayap di tembok.
"Hahaha akhirnya aku bebas dari begundal itu! Aku bisa mengejar cinta lamaku, hahaha tinggal mengambil permen dari tangan bayi sialan itu. Sangat mudah, bukan?" ucapnya sembari berteriak-teriak.
"Apa lo lihat-lihat!" sentak Moza kala melihat wanita yang di depannya adalah Yoona.
"Heh, bocah! Cih, hahaha anak kecil ini, lihat saja! Sebentar lagi, Naufal-ku, akan menjadi milikku selamanya! Aku akan merebutnya darimu!" hardik Moza, menarik jilbab Yoona.
Tentu saja Yoona tidak rela jilbabnya di kotori oleh wanita seperti Moza. Apalagi, Moza juga sedang mabuk berat. "Dasar wanita gila!" tepis Yoona.
"Sakit tau, lepasin aku!" Yoona sampai harus mendorong Moza hingga tubuhnya tersungkur ke lantai.
Yoona merasa tidak aman. Ia segera berlari ke apartemen miliknya. Yoona juga khawatir ketika mendengar pernyataan Moza yang ingin merebut suaminya, darinya. Bahkan, dirinya juga sudah mengetahui seorang Moza sudah resmi menjadi seorang janda.
"Aku tidak boleh membiarkan semuanya terjadi! Mas Naufal hanya milikku, dia suamiku!"
"Astaghfirullah hal'adzim ... Enak saja mau main rebut. Sebelum Moza ini bertindak, aku harus bisa mendapatkan cinta suamiku lebih dulu. Yah, minimal kita harus bersatu di ranjang!" tegas Yoona, menegaskan perasaannya.
****
Sebelum masuk ke rumah sakit, Yoona juga membeli beberapa perlengkapan kamar dan kebutuhan dapur terlebih dahulu. Sebab, akan membutuhkan tiga bulan lebih, suaminya stay di rumah untuk pemulihan.
Tak terlupakan dengan niatnya yang ingin bersatu di atas ranjang. Bahkan ia juga membeli gaun malam agar bisa di gunakan untuk mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan, setelah suaminya sembuh total tentunya.
"Alhamdulillah, semua telah terbeli. Cus ke rumah sakit jemput suami tercinta!" girangnya.
Setelah semua sudah terbeli, Yoona langsung menuju rumah sakit dan mengurus semua administrasinya. Lalu membawa Naufal pulang. Selama di perjalanan, Yoona menahan rasa senangnya sendiri. Melihat istrinya yang sedari tadi tersenyum, Naufal pun meraih tangannya, kemudian menggenggamnya.
"Eeh, apa ini?" tanya Yoona dalam hati.
"Alhamdulillah, rezeki nomplok. Haduh, aku deg degan!" lanjutnya, bahkan ia juga berteriak dalam hati karena saking senangnya.
Yoona tersenyum malu di genggam tangannya oleh sang suami. Terasa akan terbang tinggi ke awan dan mengumumkan ke seluruh dunia jika dirinya adalah wanita paling bahagia.
Begitupun dengan Naufal yang sesekali melirik kearah istri mungilnya. Ia melihat senyuman Yoona yang menawan, membuatnya lega karena semua kesalahpahaman sudah selesai.
Setelah itu, Naufal juga ingin menata masa depan bersama Yoona menjadi jauh lebih baik. Meskipun masih membutuhkan waktu, namun Naufal tetap akan berusaha sampai ia bisa mencintai Yoona dan mempu mengungkapkannya.