Chereads / Caraku, Mencintaimu / Chapter 18 - Masa Lalu?

Chapter 18 - Masa Lalu?

Di restoran, Nai dan Triyono masih saja terus berselisih. Mereka saling melempar ejekan satu sama lain. Hal apa aja mereka buat untuk bahan candaan, berselisihnya mereka bukanlah hal negatif, hanya saja candaan biasa layaknya teman yang sudah akrab. 

Nai saat itu duduk bersantai di kursi meja makan paling dekat dengan kasir. Seperti biasa, jika karyawan lain ada yang sedang sembahyang, Nai pasti akan menggantikan posisi kasir. Triyono kembali menghampiri dengan membawakan masakan dengan kreasi ia sendiri.

"Nih aku buatin kamu sesuatu, cobain deh!" seru Triyono memberikan piring yang ia bawa.

"Wah, apa ini? Masakan seorang jomblo?" ejek Nai dengan tatapan meremehkan. 

Dengan raut wajah sinis, Triyono menjawab, "Heleh, nggak usah seperti itu, Nai. Sesama jomblo, masih single, atau semacamnya itu … jangan saling menghina, ntar cinta, loh. Awas!" 

"Amit-amit aku jodoh sama kamu, Tri. Mending aku jomblo seumur hidup," celetuk Nai,

"Lah, kalau kenyataan kita berjodoh bagaimana? Nanti kamu akan malu, semisal jatuh cinta sama aku. Bisa saja, withing tresno jalaran saka kulino … yang artinya, bisa cinta karena sudah terbiasa," ujar Triyono dengan kesabarannya. "Nih, makan dulu. Kamu nilai sesuka hatimu," lanjutnya dengan menyodorkan piring yang ia bawa kembali.

"Aih, bahasa kamu terlalu tinggi dengan mengandung harapan yang tak pasti!" seru Nai menerima piring tersebut.

Setelah dihidangkan oleh Triyono, Nai pun mencicipinya. Sungguh membuat Nai terkesan karena masakan Triyono lebih enak dari pada masakannya. Masakan itu juga ada namanya 'masakan jomblo terhormat'. Nai sampai tertawa mendengar nama makanan itu.

"Eh Na, Nai. Ceritain dong, kenapa suaminya Zahra, kakaknya Naufal itu bisa bikin resto di Korea ini. Malah yang aku tau, ada cabangnya lagi. Kok bisa kepikiran sampai di sini, gitu," tanya Triyono ingin tahu. 

"Anjayanto!" sentak Nai. 

"Astaghfirullah, mbok jangan sentak-sentak atau bentak aku seperti ini to. Aku jadi kaget ini loh. Kamu ini ya … perempuan kok mulutnya seperti toa masjid saja!" ledek Triyono sembari mengelus dada. 

Nai sampai menghela napas. "Hey, Nye. Aku dan Rifky suami dari kakaknya Naufal itu memang tidak pernah kepikiran ingin membangun restoran di sini," jelas Nai. 

"Dulu hanya iseng saja. Itu juga ruangannya sangat minimalis. Eh, nggak nyangka saja bakal seperti ini. Semakin hari semakin meningkat juga. Dalam waktu satu tahun, kita sudah bisa bisa membangun beberapa cabang di pelosok. Ini saja sudah hampir finishing yang ada di Gimhae," imbuh Nai masih makan makanan yang Triyono buat.

"Nyet?" Triyono berpikir sejenak.

"Kamu pikir aku ini monyet? Jahat bener kamu menyamakan aku dengan monyet, ih!" amuk Triyono.

"Kamu bilang di daerah mana itu? Gimhae? Iya itu, sepi total. Kenapa masih buka di sana?" lanjut Triyono tidak jadi marah.

"Karena di sana juga banyak orang Indonesianya, Anjayanto. Sudahlah, nggak ada faedahnya juga membahas hal ini bersamamu!" ketus Nai.

"Aku mau pergi dulu. Jika memang kamu ingin menanyakan hal lain lagi tentang restoran, kamu bisa tanya Muflihah, dia orang Jawa juga soalnya, bye!"

Nai pergi setelah selesai makan masakan yang dibuat oleh Triyono. Nai ini berperan penting dalam mengelola restorannya bersama Rifky, karena sejak kecil hingga sekarang, Rifky selalu membantunya. Bahkan dahulu saat dirinya terpuruk, hanya kakak ipar Naufal orang pertama yang disisi Nai saat itu.

______-------

Setelah keluar dari sakit, Naufal dan Yoona tidak sengaja bertemu dengan Moza lagi dalam lift kala ingin ke atas, ke apartemen masing-masing. Nampak sekali Yoona langsung memeluk suaminya dengan erat, bahkan sampai Naufal berdiri dengan tidak tegap karena lengannya terus ditarik oleh istrinya. 

"Assalamu'alaikum, Naufal. Kamu dari mana?" salam Moza dengan senyuman menawannya. 

"Wa'alaikumsallam. Em, kamu sendiri dimana atau mau kemana?" tanya Naufal kembali. 

"Ih Kak Naufal! Si itu katanya sudah tidak penting lagi buat Kak Naufal. Kenapa masih menyapa dan bertanya, sih?" bisik Yoona kesal. 

"Ya kan dia ngucapin salam, harus di jawab dong!" seru Naufal dengan berbisik juga. 

Moza menatap Yoona dari atas kebawah. Memastikan tidak ada yang terlewat dalam pandangannya. "Naufal, dia--" ucapan Moza terhenti. 

"… Dia beneran istri kamu? Hem, bocah gini kamu jadiin istri?" lanjutnya.

Masih menatap rendah Yoona, Moza kembali bertanya, "Waktu dulu bukankah selera kamu itu si bunga sekolah, ya? Si Laila! Lalu, kenapa turun level jadi ciwi-ciwi gini, sih?" ejek Moza sambil memainkan jilbab Yoona.

"Tuh kan, dia panggil aku ciwi-ciwi. Aku akan menjambakmu!" tepis Yoona semakin kesal dibuatnya. 

Akan tetapi, Naufal menahannya. Ia hanya tidak ingin Yoona membuat keributan lagi. "Yoona, kamu masuk duluan saja. Em, biar aku yang menyelesaikan semua kesalahpahaman ini," Naufal meminta Yoona untuk kembali lebih dulu. 

"Udah sana pergi!" usir Moza dengan tangannya yang melambai dan dengan wajahnya yang menyeringai puas. 

Yoona melihat suaminya dengan memasang wajah memelas. Tetap saja cara itu tidak mempan bagi Naufal. Naufal sendiri malah memberi arahan dengan senyumannya penuh arti untuk Yoona supaya masuk ke apartemen terlebih dahulu. Sebab, ada hal yang akan Naufal katakan tanpa ingin melukai hati istri kecilnya itu.

"Baik, dia sudah pergi. Katakan apa yang ingin kamu katakan!" cetus Moza melipat tangannya.

"Tunggu dulu! Kamu menikahi dia? Naufal, aku ingat betul bagaimana tentangmu dan Laila waktu dulu," ungkap Moza.

"Bukankah, kalian dijodohkan waktu itu? Hm, aku juga mengalah waktu itu demi perjodohan kalian. Tapi sekarang, kamu malah nikahnya dengan anak kecil itu? Aku jamin, Laila pasti nangis bombai menerima kenyataan ini!" Moza terus saja berbicara tanpa bertanya terlebih dahulu kepada Naufal yang sebenarnya terjadi. 

Naufal menghela napas panjang seraya beristighfar. Kemudian menjawab semua argumen dan pertanyaan yang Moza lontarkan padanya. 

"Aku sudah menikahi. Aku sudah menikah Laila sesuai dengan perjodohan itu. Kemudian, aku juga yang mengantarkan Laila ke peristirahatan yang terakhirnya," jawab Naufal.

"Bukan itu saja, bahkan dia yang memilihkan Yoona untukku, untuk menggantikan perannya. Jadi aku mohon, hal yang lalu … jangan sampai terulang kembali!" tegas Naufal. 

Moza terdiam. Ia tidak menyangkal jika saingannya dulu telah tiada. Namun, tergantikan oleh anak kecil di matanya. 

"Naufal, aku mungkin pernah berbuat salah kepadamu dengan mengurung Laila di gudang sekolah yang gelap sampai dia masuk kerumah sakit. Tapi semua itu aku lakukan untuk membuatmu bebas memilih pasangan," terang Moza.

"Salah dia sendiri, dia juga kan sejak dulu penyakitan. Kita semua tau itu dan kamu bilang apa? Laila sudah meninggal? Kenapa? Apa karena penyakitnya itu?" pertanyaan Moza sama juga dengan mengandung sebuah ejekan. 

Naufal menyertikan alisnya. Kejadian waktu Laila di kurung di gudang masih sangat jelas dalam ingatannya. 

"Hanya satu yang kupinta darimu, Moza. Menjauhlah dari diriku dan juga istriku. Assalamu'alaikum," pamit Naufal tanpa menghiraukan ucapan Moza.

"Tidak! Aku dulu sudah mengalah pada wanita penyakitan itu, Naufal. Jadi sekarang, aku harus mendapatkanmu kembali. Aku cintamu dan kamu hanya cintaku, lihat saja nanti setelah aku cerai dengan begundal itu, aku akan melancarkan aksiku!" gerutu Moza dalam hati.

Masa lalu kembali merebut masa depan. Yoona pasti tidak akan membiarkan cintanya diambil begitu saja dengan Moza. Meski memang Moza pernah dekat dengan Naufal, itu tidak membuktikan bahwa mereka bisa kembali seperti dulu.