Merasa hatinya tidak tenang, Yoona berpikir untuk menelpon kakak perempuannya, Zahra. Kakak kandung dari suaminya, Naufal yang menikah dengan Rifky teman Triyono juga. Saat itu, Zahra tidak menjawab satupun telpon darinya, sehingga membuat Yoona harus menelpon seorang calon istri saudara kembar Naufal yang ada di Jawa.
Nama dari calon istri Raffa adalah Balqis. Gadis ini juga selalu baik hati kepada Yoona, menganggapnya seperti adiknya sendiri.
"Assalamu'alaikum, Yoona. Tumben telpon di jam segini. Ada apa?"
"Kak Balqis lagi apa?"
"Lagi main nih sama anaknya Mas Raffa. Kenapa, Yoona? Ada perlu apa?"
Yoona mulai berakting menangis. "Pengen curhat," rengeknya.
"Kamu kenapa, sih? Kok kek mau ketawa gitu?" lawak Balqis.
Yoona mulai merengek dan mengatakan bahwa Naufal sudah mulai bosan dengannya. Ia juga mengatakan jika beberapa lalu, Naufal ingin mencoba menerimanya. "Kakak, dia kenalan sama calon janda sebelah, kak, hua…."
Tangisan Yoona malah membuat Balqis tertawa terpingkal-pingkal. Yoona masih saja bersikap seperti anak kecil di depannya.
"Mana ada Naufal tertarik sama wanita lain. Dia kan suamimu, Yoona. Coba deh kamu tanya baik-baik. Jangan sambil marah-marah dulu, oke?" tutur Balqis.
"Hm, atau kalau nggak … ya kamu coba tanya sama si calon janda sebelah. Jangan seperti anak kecil gitu, deh!" saran Balqis kepada Yoona yang saat itu masih merengek seperti anak kecil.
Setelah berbagai saran dari Balqis, Yoona masih merajuk saja. Dirinya masih tidak merasa tenang jika ia belum menemukan kebenaran diantara suaminya dengan calon janda sebelah. Tanpa pikir panjang, Yoona dengan dikuasai cemburu itu menuju ke apartemen Moza. Sangat kebetulan Moza sedang ada di rumahnya.
"Ne? (iya)" tanya Moza membuka pintu.
"Kamu jangan buat rusuh rumah tanggaku deh, Mbak!" kesal Yoona.
"Mu-seun i-ris-sô-yo? (ada masalah apa)" tanya Moza kembali.
"Nggak usah pakai bahasa Korea! Aku bisa bahasa Indonesia, bahkan bahasa Jawa. Aku juga tau kalau Mbak ini bisa paham bahasaku, 'kan?" ketus Yoona menyatukan tangannya.
"Maksudnya Mbak apa coba, ngasih kartu nama ini ke suamiku?" sambung Yoona.
Moza terlihat bingung. Yang dimaksudkan Yoona 'suamiku' belum ia ketahui sampai ia bertanya siapa suaminya. "Suami kamu? Siapa, ya?" tanyanya.
"Ck, Kak Naufal!" jawab Yoona kesal.
"Naufal?" gumam Moza. "Naufal Ali yang anak pemilik pesantren?" lanjutnya.
"Iyalah, siapa lagi!" Yoona bahkan memalingkan wajahnya.
"Kamu siapanya Naufal, ya? Dan apa maksud dengan jangan membuat rusuh rumah tanggamu? Sedangkan aku nggak tau siapa suamimu bocil" Moza mulai kesal.
"Ngatain bocil lagi, astaga … Kak Naufal itu suamiku lah! Kan udah dibilang tadi, untuk tidak mengganggu suamiku. Namaku Yoona Moon, istrinya Kak Naufal yang sah! I S T R I!" bahkan Yoona sampai mengeja statusnya karena saking gemasnya.
Tatapan Moza menjadi datar kala mendengar Yoona memperjelas bahwa dirinya adalah seorang istri dari pria yang ia taksir waktu jaman sekolah dulu.
"Kamu istrinya Naufal?" tanya Moza lagi untuk memastikan.
"Kurang jelas tadi? Masih butuh bukti?" ketus Yoona.
"Eh, asal kamu tau ya. Naufal saja bilangnya dia masih single. Masa sih ada bocil yang tiba-tiba ngaku-ngaku jadi istrinya. Ini masih terang, jangan mimpi!" seru Moza menyulut.
"Mana ada Naufal mau sama kamu yang seperti bocah gini tingkahnya. Pergi sana!" usir Moza mendorong tubuh kecil Yoona.
Pintu di tutup oleh Moza. Bagaimana tidak kesal, ketenangan Moza di usik oleh Yoona yang berlaku kekanak-kanakan. Namun, di luar sana, air mata Yoona mulai menetes membasahi pipinya. Ia merasa sakit ketika mendengar Naufal berkata kepada Moza bahwa dirinya masih single.
Yoona tak tahan dengan sebak di dadanya. Ia berlari masuk ke apartemennya dan langsung masuk ke kamar. Menangis sesenggukan dan membuang semua bantal dan gulingnya.
-_-
Jam makan siang, Naufal akan pulang sebentar, karena ia merasa ada yang janggal dalam hatinya sejak pagi tadi. Pekerjaannya tidak sempurna karena perasaannya aneh tersebut.
"Aku pulang dulu ya. Nai! tolong kamu ajari Coro (kecoa) ini dulu. Ajari semua masakan yang ada di menu, aku mau pulang dulu," pamit sekaligus pinta Naufal kepada Nai.
"Ada apa?" tanya Nai.
"Entah kenapa sejak tadi perasanku tidak nyaman, Nai. Aku pamit dulu, assalamu'alaikum,"
Naufal membuka ponselnya. Ia baru saja membuka ponselnya dan sudah mendapati banyak telfon masuk dari Yoona yang banyak.
"Wa'alaikumsallam. Fal, kamu yakin mau ninggalin aku sama perawan tua ini? tanya Triyono kepada Naufal, sembari melirik ke arah Nai.
"Ngaca woy ngaca! Jika aku perawan tua, terus kau ini apa, heh! Kau kan juga perjaka alot," Nai menyindir balik cercaan Triyono.
Terjadilah adu mulut antara Triyono dan juga Nai. Memang sejak awal mereka mengenal, mereka selalu saja bertengkar hingga membuat Naufal pusing.
Sementara itu, Naufal sudah sampai ke apartemen. Ketika ia masuk, ia melihat seluruh rumah masih berantakan. Hatinya menjadi panik, fokus utamanya ada pada istrinya. Ia oun langsung mencari sang istri ke kamar. Ketika melewati tempat mencuci baju, di situ juga cucian belum di cuci, dan bantal berada di depan kamar.
"Ada apa ini? Kenapa rumah seperti kapal pecah seperti ini?" gumamnya bingung.
"Ada apa dengan Yoona?"
Naufal yang panik pun langsung masuk ke kamar. Mendapati Yoona yang tertidur di atas ranjang, tanpa Naufal ketahui, Yoona pingsan karena lelah menangis.
Berulang kali Naufal membangunkan Yoona, tetap saja Yoona tak kunjungan terbangun. Tak ingin terjadi apa-apa, akhirnya Naufal pun bergegas membawanya kerumah sakit.
"Yoona!"
"Sayang, Yoona!"
"Astaghfirullah hal'adzim, kenapa sih kamu?"
"Yoona sadar, Yoona!"
Sesampainya di rumah sakit, segera membawa Yoona untuk melakukan pemeriksaan. Pemeriksaannya tak berlangsung lama, Dokter keluar dengan wajah yang biasa saja, menandakan tidak akan ada yang terjadi serius kepada Yoona.
"Dokter, bagaimana dengan keadaan istri saya?" tanya Naufal menggunakan bahasa Inggris.
"Ah, Tuan tidak bisa bahasa Korea, ya? Istrimu hanya mengalami dehidrasi, dan dalam pemeriksaannya ... Dia belum makan setengah hari ini, ia kelelahan karena menangis. Tuan tenang saja," jelas Dokter santai.
"Aih, kalau sedang memiliki masalah dengan istrimu, rangkulah dia. Jangan pernah meninggalkan dia sendirian di rumah maupun dimana saja. Jangan mengucapkan kata-kaya yang akan menyakitinya, Tuan," saran Dokter itu.
"Biarlah dia menghabiskan infus dulu, ya. Setelah itu, baru bisa dibawa pulang. Permisi--" tukas Dokter menepuk bahu Naufal dengan pelan.
Naufal mengerutkan dahinya. "Siapa yang berantem? Sok tau tuh dokternya. Ini Yoona juga kenapa, sih?" gumamnya sedikit kesal.
Ketika Naufal membuka pintu, Yoona yang sudah sadar itupun pura-pura memejamkan matanya. Ia berharap tidak ingin bertemu Naufal untuk saat ini karena dirinya sedang marah dengan suaminya yang dingin itu.
"Mau pura-pura sampai kapan?" ketus Naufal mencubit pipi istri kecilnya.
Tak ada jawaban dari Yoona, dia masih pura-pura diam, lemas terbaring di atas ranjang rumah sakit.
"Assallamu'alaikum," Naufal inisiatif salam dengan duduk di samping tempat tidur pasien.
"Nggak jawab dosa!" seru Naufal.
"Wa'alaikumsallam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Yoona dalam hati.
"Kalau jawabnya di dalam hati pun juga berdosa, karena jika memang sudah sadar nggak jawab dosa. Kau tau betul, Allah paling murka dengan hambanya yang berdusta!" tegur Naufal masih kesal.
"Wa'alaikumsallam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Yoona dengan suara parau.
Akhirnya Yoona pun membuka matanya. Bibirnya langsung manyun seperti bisa di kuncir 12, merajuk sebab masalah Moza pagi tadi.