Diikuti oleh Tae dari belakang, Tae dan Arnold menanyakan mengapa Yoona membawa semua barangnya. "Kamu mau kemana Yoona?" tanya Tae.
"Aku harus pulang hari ini. Suamiku mengingatkan aku, akan hal yang belum terselesaikan kemarin, maafkan aku ...," jawab Yoona dengan senyuman tulusnya.
Tae yakin jika kepulangan Yoona karena dipaksa oleh Naufal. Membuat Tae semakin yakin, jika Naufal tidak mencintainya. Ia akan menjodohkan Yoona dengan kakak sepupunya dan membuat Yoona jatuh hati pada Arnold.
"Yoona!" panggil Arnold.
"Apakah laki-laki itu benar suamimu? Kamu ini seorang muslimah, aku sedikit mengerti tentang itu. Dengan tidur dengannya semalam, apakah itu tidak akan membuat agamamu terhina?" Arnold masih tidak percaya jika Naufal adalah suaminya.
Harapan besar Arnold ya memiliki Yoona sebagai kekasih hatinya. Bahkan, jika untuk menikahinya, dengan senang hati Arnold akan lakukan itu.
"Ck, pria ini berisik sekali. Mari, aku akan buktikan jika diriku ini adalah suaminya," batin Naufal kesal.
Tiba-tiba saja, Naufal mencium pipi Yoona sebagai pembuktian bahwa dirinya benar-benar suami Yoona. Bukan hanya Arnold, bahkan Tae, dan Yoona sendiri pun terkejut dengan apa yang dilakukan Naufal.
"Kurang percaya? Atau kamu ingin tau apa yang terjadi semalam antara aku dan dia?" tantang Naufal.
"Itu sangat menjijikkan! Kau tidak menghargainya, Tuan!" sentak Arnold emosi.
"Aaa, sudahlah. Jangan berdebat lagi. Ayo, kita pulang, Kak," Yoona menarik tangan Naufal dan meninggalkan teman-temannya di sana.
Di mobil, Naufal masih dalam keadaan cemburu hanya diam saja. Seketika, pria yang dingin ini menjadi sedikit posesif terhadap istrinya.
"Kita mau kemana?" tanya Yoona penuh harap.
"Pulang," jawab Naufal singkat.
"Lah, tadi katanya mau jalan-jalan. Gimana, sih?"
"Memang kamu ingin kemana? Nggak ada tujuan juga, 'kan? Sebaiknya memang kita pulanglah!" seru Naufal berubah dingin kembali.
Ketika sedang menikmati paranoma keindahan alam di negri gingseng itu. Yoona yang sejak saat keluar Vila, ia terus saja memegangi pipi yang saat tadi di cium oleh suaminya di depan teman-temannya.
"Kenapa? Sakit gigi?" tanya Naufal sesekali menatap kearah istrinya.
"Eh, enggak, kok. Siapa juga yang sakit gigi," jawab Yoona tersipu.
"Lalu, kenapa tuh pipi di kamu pegang terus? Apa kalau tidak sakit gigi?" sahut Naufal dengan mimik wajahnya yang datar.
Bukan menjawab dengan benar, Yoona malah semkin manja dengan Naufal dengan menggodanya. "Aku tidak akan cuci pipiku ini," bisiknya.
"Dih, jorok banget! Kenapa juga nggak mau di cuci?" sulut Naufal.
"Tadi kan di cium oleh suamiku ini. Jadi, aku tidak akan mencucinya. Huh, bakal ilang rasanya nanti kalau aku cuci," celetuk Yoona dengan memperlihatkan senyum konyolnya.
"Astaghfirullah, terus kamu nggak mau wudhu, kah?" sambung Naufal.
"Eh, iya juga, ya. Jadi, berarti aku harus di cium lagi, dong. Cium lagi dong, Kak. Biar rasanya masih ada gitu," goda Yoona mengusap-usap lengan suaminya menggunakan wajahnya.
"Enak saja! Memang, aku ini pria apaan. Sory, aku bukan pria murahan!" ketus Naufal memalingkan wajahnya.
"Ish gitu amat, ih! Sejak semalam kakak sudah di untungkan terus dengan tubuhku. Masa iya aku hanya minta cium dikit nggak boleh. Rugi dong aku," rengek Yoona dengan manja.
"Ayo, cium aku dikiiit ... saja!" lanjutnya dengan menoel-noel pipi suaminya.
Setelah keluar dari jalanan sepi, Naufal memberhentikan mobilnya dan meminta Yoona untuk turun. Yoona sendiri malah lebih ngambek dari sebelumnya. Dengan kesal hati, Naufal pun mengemudikan mobilnya lagi dan kembali menuju kota.
Sampai di kota sore hari, tanpa rasa lelah, Naufal mengajak Yoona untuk jalan-jalan di kota menikmati indahnya malam di sana sebentar. Bahkan kali itu Naufal mau menggandeng tangan Yoona lebih dulu. Setelah lama berjalan dengan gandengan tangan, mereka duduk-duduk manis dipinggir taman dan mengobrol banyak hal.
Sedari tadi, Yoona terus saja tersenyum bahagia melihat tangannya sendiri digandeng oleh suami yang ia cintai. "Kak," panggilnya.
"Em," jawab Naufal sambil meminum kopi panasnya.
"Aku seneng banget hari ini bisa berduaan seperti ini dengan suamiku ini. Pengen terus seperti ini. Apa bisa?" ucap Yoona dengan menyandarkan kepalanya di lengan suaminya yang seperti kulkas empat pintu itu.
"Ya sudah, mulai besok kita berdua begini aja terus. Aku nggak usah kerja, kamu tidak usah pergi kuliah, terus jadi pengangguran dan kita berdua jadi gelandangan berdua, tanpa makan dan minum," ujar Naufal dengan wajah santainya.
Yoona melepaskan sandarannya. "Aih, Kak Naufal mah. Nggak romantis, deh! Serius banget!" kesalnya.
Mereka kembali menatap langit-langit dan sekitar taman. Malam itu banyak sekali pasangan muda-mudi yang sedang memadu kasih. Membuat Naufal mempunyai harapan besar untuk mendapat kesempatan untuk bisa mencintai istri kecilnya selayaknya cinta dari suami kepada istrinya.
"Yoona," panggil Naufal dengan suara lirihnya.
"Iya, Mas...," goda Yoona dengan suara manja.
"Ck, apaan sih kamu. Sok manja gitu, aku nggak suka!" tegur Naufal seraya mencubit pipi tembam istrinya.
"Aq, sakit--" suara manja Yoona malah membuat Naufal semakin gemas.
Tatapan Naufal sangat berbeda malam itu. Ia memandang istrinya dengan raut wajah yang hangat. Kemudian, meraih tangan sang istri dan mengatakan, bahwa dirinya menginginkan kesempatan.
"Beri aku kesempatan, bisa?" Naufal memang tidak bisa romantis. Bahkan mengucapkannya saja dengan nada yang mengesalkan.
Namun, mendengar kata 'kesempatan', Yoona langsung terbangun dari sandarannya. Kemudian, ia menatap ke arah suami tercintanya. Ia belum mengerti apa yang suaminya maksud dengan 'beri aku kesempatan'.
"Maksud kakak, apa ya?" tanya Yoona dengan menggaruk kepalanya.
Naufal belum melepaskan tangan Yoona saat itu. "Aku ingin mencintaimu, seperti kamu mencintaiku. Apa aku bisa memiliki kesempatan itu?" ungkap Naufal dengan lembut.
Seketika, Yoona nge-lag. "Tunggu! Kak Naufal masih sadar ketika mengatakan hal ini, 'kan?" tanyanya. "Lalu, bagaimana dengan rasa kakak kepada almarhumah Kak Laila?" Lanjut Yoona dengan penuh tanda tanya besar.
Naufal menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah mencintai Laila. Ia hanya merasa kagum saja dahulu, karena selalu membelanya disaat dirinya di bully ketika di sekolah. Naufal juga mengatakan bahwa dirinya tidak suka jika Yoona selalu dekat dengan Arnold.
"Aku merasakan sesak dalam hatiku ini saat kamu bersama dengan Arnold. Apakah itu yang dinamakan jatuh cinta, Yoona? Tapi aku belum merasakan apa-apa terhadapmu," ungkap Naufal menggenggam tangan Yoona.
Mata Yoona mulai berkaca-kaca. Ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar. "Kak Naufal, kamu jujur banget, sih. Aku sama Kak Arnold itu hanyalah sebatas kenal saja. Dia itu Kakak sepupu Tae, dan aku hanya mengenalnya karena Tae memperkenalkanku padanya. Sudah, itu saja!" terang Yoona dengan membelai pipi Naufal.
"Kamu tau kenapa aku lebih memilih Laila dari pada kamu dulu?" tanya Naufal.
"Haih, jangan tanya itu. Ya karena Kak Laila baik hati, solehah, dia juga bercadar, apa lagi? Dia perfect, sedangkan aku? Aku hanyalah anak kecil dalam pandanganmu, bukan?" celetuk Yoona mengangkat bahunya.
Naufal tiba-tiba memeluk Yoona dengan pelukan erat. Jantungnya juga terus berdebar dengan kencang. Sebenarnya, Naufal ini sudah jatuh cinta kepada Yoona sejak lama. Akan tetapi, ia tidak menyadari perasaannya itu.
Di pelukan suaminya, Yoona meneteskan air matanya. Baru kali ini Naufal memeluknya setelah mereka sah menjadi suami istri. Itu semua hanya karena rasa gengsi Naufal yang masih tinggi. Dirinya tak mampu mengungkapkan perasaannya kepada istri kecilnya itu. Sebab, ia juga belum bisa memastikan diri sendiri tentang perasaannya kepada Yoona.