"Biar aja dia marah. Toh dia yang salah!" masih terasa ketusnya jawaban Megha. Alvan yakin masih ada emosi yang terlibat dari cara Megha menceritakan kejadian itu. "Gue nggak nyangka dia sampai berani marah-marah datang ke sini. Gue pikir pembicaraan kita di telepon tadi udah cukup menjelaskan semuanya."
Kini Alvan mengerti, yang Megha tangkap adalah Rako kesini karena hatinya terbakar amarah setelah pembicaraan mereka lewat telepon. Bukan karena ia memahami bahwa Rako sedang mengkhawatirkannya sebab ia pingsan.
Akibatnya satu hal yang membingungkan Alvan, sebuah pertanyaan yang sejak awal ia bingungkan. Dari mana Rako tahu kalau Megha sakit? Sementara yang tahu hanyalah orang-orang di rumahnya, dokter, dan Papa Agung.
"Papa Agung? Apa iya Papa Agung yang cerita?" Gumam Alvan dalam hati. "Tapi gimana kasih taunya, kayaknya nggak mungkin mereka saling teleponan. Ah! Gak tau deh, pusing gue!"
"Lo kenapa bengong?" tanya Megha bingung.