Melvin mengajak Alexa ke sebuah cafe bernuansa hitam putih. Dia sana dia duduk di kursi berwarna hitam dengan meja putih, tepat di tempat paling pojok dekat dengan lukisan bunga mawar hitam. Pria itu duduk, berhadapan dengan sang pacar yang kini asik memainkan ponselnya.
"Sayang," panggil Melvin.
Seketika Alexa yang sedang chat dengan Gea, menatap Melvin. "Ya .."
"Kita ke sini untuk makan, bukan untuk bermain ponsel," ucap Melvin kemudian meraih ponsel Alexa dan melihat layarnya, mencoba melihat dengan siapa kekasihnya itu chating tapi ternyata sudah terkunci. "Kenapa sekarang dikunci sedangkan tadi tidak?"
Alexa menghela napas kemudian meraih ponselnya dari tangan Melvin sambil berkata, "Kita baru resmi pacaran ... Tidak perlu mengetahui privasi masing-masing karena itu membuatku tidak nyaman sama sekali."
"Oke, aku tidak akan memaksa." Marvin mengangguk pasrah kemudian meraih katalog bergambar menu-menu makanan yang tersedia di cafe itu. "Cepat kesan karena waktuku tidak banyak. Dan mungkin nanti malam aku akan berangkat pergi."
"Pergi ke mana?" tanya Alexa.
"Thailand," singkat Melvin.
Seketika Alexa terdiam, merasakan serangan di hatinya yang tiba-tiba seakan sakit kemudian menatap Melvin yang sedang fokus membaca katalog daftar menu makanan itu. Dia merasa sedih takut dan tidak berdaya. Gadis itu khawatir jika kekasihnya pergi dan tidak akan pernah menemuinya kembali karena nyatanya hubungan mereka terkesan mendadak, namun dia juga tidak berani mencegah larena sekarang pun masih canggung.
"Kamu ingin pesan apa?" tanya Melvin saat menyadari Alexa malah melamun.
"Terserah kamu saja," jawab Alexa dengan lesu.
Melvin menghela napas, kemudian memanggil pelayan dan memesan beberapa jenis makanan Jepang dan Korea masingmasing dua porsi, kemudian memesan jus jeruk nipis.
"Kenapa kamu lesu begitu?" tanya Melvin saat pelayan sudah pergi.
"Tidak apa-apa," jawab Alexa dengan menekuk wajahnya.
"Berapa hutangmu pada Bu Siska?" tanya Melvin lagi.
Seketika Alexa menegakkan kepalanya kembali dan menatap heran pada Melvin yang mengetahui perihal hutangnya pada Siska. "Bagaimana kamu bisa tahu tentang hutangku?" tanyanya.
"Aku tidak sengaja membaca pesan mu dari Gea tadi. Maaf karena aku bersikap lancang tapi dengan lancang membuat aku tahu bahwa kamu sedang dalam masalah keuangan yang cukup berat bagimu," jelas Melvin dengan mengerutkan keningnya. "Apa yang terjadi sehingga kamu harus berhutang banyak pada Bu Siska?" tanyanya.
"Untuk kebutuhan keluarga," jawab Alexa dengan menekuk wajahnya.
"Oke." Melvin mengangguk-anggukkan wajahnya menatap Alexa yang sepertinya tidak ingin banyak bercerita. "Aku melunasi hutangmu sehingga kamu bisa mendapat gajimu dengan utuh lalu bisa dikirim kepada orang tuamu."
"Itu tidak perlu, Melvin. Aku akan melunasi hutang itu sendiri," seru Alexa dengan gusar.
"Kenapa? Seharusnya kamu senang karena aku melunasi hutang mu sehingga kamu bisa menerima gajimu dengan utuh atau lebih baik kamu resign dari perusahaan Itu dan pindah ke perusahaan ku ... itu akan terasa lebih baik untukmu dan juga keluargamu." Melvin bertanya sekaligus memberi nasihat yang terbaik untuk Alexa.
Alexa menghela nafas menatap Melvin yang begitu sempurna dan berbaik hati akan melunasi hutangnya namun dia masih penasaran kenapa dia begitu menginginkannya lalu bersikap baik padanya. Gadis itu merasa ada maksud terselubung Di balik semua ini dan dia tidak ingin terlalu berhutang budi pada kekasihnya itu, atau itu akan membuatnya terjerat pada suatu masalah yang akan membuat hidupnya semakin sulit. oh ternyata dia mulai bersikap waspada.
"Tolong jangan ikut campur masalah keluarga ku dan masalah pribadi ku terlalu dalam. Kita baru saja berpacaran ... dan semua itu terjadi karena seperti keterpaksaan dan aku tidak ingin terlalu berhutang budi padamu sementara perasaan kita belum ada kejelasan," ucap Alexa tanpa menutupi keraguan di hatinya.
"Kamu masih meragukan aku?" Melvin memastikan.
"Ya ...," singkat Alexa dengan lesu.
"Lalu, apa yang akan membuatmu percaya padaku bahwa aku serius ingin belajar mencintaimu, dan menjadikan hubungan kita sebagai hubungan pertama dan terakhir dalam hidup kita?" tanya Melvin dengan tatapan heran.
"Aku tidak tau," jawab Alexa dengan menekuk wajahnya, memainkan tangannya yang berada di atas meja. "Semua serba terasa cepat. Aku tidak ingin menerima materi terlalu banyak darimu. Masalah hutangku, aku bisa lunasi sendiri dari gajiku, kamu tidak perlu khawatir."
"Baiklah, aku tidak akan memaksa," sahut Melvin dengan tatapan iba pada Alexa yang kini tampak murung. 'Aku tau ini sungguh beban untukmu, apalagi Bu Siska sangat keras dan memperlakukan mu seenaknya sendiri. Aku akan membuatmu nyaman dan perlahan aku akan membantumu,' batinnya dengan tatapan serius.
Hingga beberapa menit menunggu, makanan yang dipesan pun datang. Alexa termangu menatap menu makanan yang dipesan oleh Melvin ternyata adalah dua porsi sushi dan dua porsi ramen serta minuman dua jus jeruk nipis dalam gelas cantik transparan berbentuk panjang.
"Silahkan makan," seru Melvin dengan tersenyum kemudian mengambil sushi dengan sumpit, mencelupkan pada saus khusus kemudian melahapnya dalam sekali gigit.
Alexa menatap Melvin yang makan dengan lahap sementara dia tampak ragu-ragu, menundukkan kepalanya hingga begitu dekat dengan sushi di hadapannya seperti sedang mengamati.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Melvin dengan mulutku yang menggembung karena baru saja melahap sushi
"Eh ... apa daging ini mentah?" tanya Alexa sambil menunjuk sushi dengan sumpit.
Melvin tersenyum simpul saat melihat ekspresi Alexa. "Bukan ... itu daging matang. Aku tidak suka daging mentah makanya aku pesan sushi dengan isian serba matang," ucapnya dengan tersenyum hangat.
"Aku juga tidak suka jika isinya mentah," sahut Alexa.
Melvin mengambil sushi dengan sumpit kemudian mencelupkan ke dalam saus dan segera menyuapkan kepada Alexa. "Suapan pertama dari pacar," ucapnya.
"Aku bisa makan sendiri," sahut Alexa dengan tersenyum malu-malu dan memundurkan wajahnya.
"Please ... aku sudah membuatmu gelisah karena masalah hutang tadi. Sekarang aku ingin mengurangi beban mu dengan menyuapi mu supaya kamu tidak repot makan, karena kamu tidak bersedia aku membantu meringankan beban mu yang ringan," seru Melvin dengan masih menyodorkan sushi ke arah Alexa.
Alexa tersenyum malu-malu dan menggelengkan kepalanya. Dia segera membuka mulutnya dan melahap sushi itu agak kesusahan karena ukuran potongannya terlalu besar untuknya. Dia segera menutupi mulutnya yang begitu menggembung dipenuhi oleh sushi.
"Kamu sangat imut." Melvin tersenyum menatap Alexa yang malu-malu.
"Selanjutnya aku akan makan sendiri," ucap Alexa dengan masih menutupi mulutnya.
"Kamu tidak ingin menyuapi aku secara perdana?" tanya Melvin dengan menaikkan alisnya.
"Apa belum ada yang pernah menyuapimu sebelumnya?" tanya Alexa dengan menaikkan alisnya.
"Belum ada selain mama. Aku ingat terakhir mama menyuapi aku saat aku masih berusia enam tahun," jawab Melvin sambil mengingat masa kecilnya. "Joey selalu mengejek jika aku masih minta disuapi. Jadi, sekarang aku ingin disuapi oleh pacarku."
Alexa tersenyum dan mengangguk. "Baiklah. Suapan pertama dari pacar dadakan akan segera datang," ucapnya sambil mengambil sushi dengan sumpit kemudian mencelupkan ke dalam saus dan segera menyuapkan kepada Melvin.
Melvin tersenyum lega melihat Alexa yang kini bisa kembali tersenyum dan agak ceria lagi. "Akhirnya ... ada ritual suapan pertama untuk kita."
Alexa terkekeh dan menggelengkan ekepalanya. "Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya."
"Aku juga ... dan .. aku harap nanti malam kamu ada waktu sebentar untukku sebelum aku pergi," ucap Melvin menatap Alexa yang seketika kembali diam dan senyumnya pudar saat dia mengatakan akan pergi. 'Apa dia tidak rela aku pergi?'