Gu Yanzhi sudah menasihati ibunya berkali-kali, tapi dalam hatinya ia juga paham dengan risiko pekerjaan ibunya. Jadi, percuma saja ia terus menasihatinya.
Hanya saja, setiap kali Gu Yanzhi akhirnya bisa pulang, ia selalu melihat ibunya kelelahan. Bagaimana mungkin ia tidak merasa tertekan sebagai seorang putra?
"Ibu bersandar saja, istirahatlah dulu."
"Hm. Kalau Xu Xu dan lainnya sudah datang, segera bangunkan aku."
"Iya."
Sekitar lima belas menit kemudian, dari kejauhan terlihat rombongan tim mobil mewah yang berbaris di jalan. Seketika Gu Yanzhi mengerutkan kening saat melihatnya.
Benar saja, rombongan mobil itu berhenti di dekatnya.
"Selamat pagi, Kakak Ipar."
Gu Yanzhi sudah sering melihat wajah yang tidak menyenangkan itu tapi tetap ingin memukulnya.