Leony menatap tajam ke arah Mira yang telah memberikannya uang dalam jumlah banyak. Kesuciannya telah direnggut dengan paksa dan harga diri pun terinjak-injak. Wanita yang tengah menutup tubuhnya menggunakan selimut itu sangat menyesal ikut Mira.
Wanita yang sedang berada di hadapannya sekarang adalah ternyata seorang muncikari. Leony terlalu polos dan percaya begitu saja dengan orang yang baru dikenal.
"Kenapa? Kamu gak mau mengambil uang itu?" tanya Mira. Namun, Leony hanya diam saja. Ia tak bereaksi apa-apa.
"Dasar wanita munafik! Sekarang memang gak perlu, tapi nanti perlu juga!" Mira mengambil kembali uang yang tergeletak di atas ranjang. Dan, ia pun akan meninggalkan Leony seorang diri di kamar.
Dengan jalan yang berlenggak-lenggok, Mira mulai menuju ke pintu. Ia menoleh ke belakang menatap Leony. Leony masih menatapnya dengan pandangan tajam.
"Sudah miskin, belagu lagi!"
Setelah Mira ke luar dari kamar ini, Leony pun mengamuk seorang diri. Ia menghambur-hamburkan bantal, guling, dan perkakas lainnya. Dengan keadaan tubuh yang masih telanjang bulat. Ia sangat kesal, teramat kesal.
Hidupnya hancur berantakan. Masa depan pun tak gemilang lagi. Impiannya seketika luluh lantak. Orang-orang yang disayang pun, kini telah tiada. Bagaimana Leony harus menghadapi semua ini dengan kuat? Apakah dirinya sanggup menjalani seorang diri?
"Ya Tuhan, kenapa ini semua terjadi padaku? Memang apa salahku jadi begini?" Perlahan-lahan, tubuhnya mulai merosot ke bawah. Sambil sesenggukan menangis, tak ingin bernasib seperti ini.
Pandangan matanya tertuju pada pakaian yang berserakan di lantai. Mulai dari dress mini sampai ke pakaian dalam. Masih dalam keadaan yang telanjang, Leony pun akhirnya menuju ke kamar mandi. Ia ingin membersihkan dirinya yang kotor itu.
Dengan langkah lunglai, tangannya mulai meraih gagang pintu. Ia nyalakan shower kamar mandi dan Leony berada di bawah pancuran air. Bersamaan dengan turunnya air, wanita itu masih menangis. Kedua tangan kini mendekap tubuhnya sendiri. Ia sudah kotor, tak suci lagi. Leony terus saja menyalahkan diri sendiri atas kejadian ini.
"Aku terlalu bodoh karena percaya dengan omongan busuknya! Harusnya aku gak gampang percaya dari awal sama dia!"
***
Mira mendapatkan uang yang banyak dari pelayanan Leony kepada para pria hidung belang. Wanita itu telah menjadi ladang emas baginya. Maka dari itu, Mira tak akan pernah melepaskan Leony dari sini.
Ia menyuruh pada para anak buahnya untuk selalu berjaga di depan kamar Leony. Mira yakin, pasti di dalam pikiran wanita itu berniat hendak kabur dari sini.
"Kalian berdua harus berjaga-jaga di depan kamar Leony. Paham?!"
"Paham, Mami."
"Jangan biarin dia lolos dari tempat ini. Bila kalian berdua lengah, aku gak akan kasih kalian ampun!"
Mira senang, karena anak buahnya sangat patuh dengan ucapannya. Anak-anak gadis di sini pun bersikap demikian. Tak ada yang berani menentang perintahnya. Dua pria berbadan kekar itu pun segera menuju ke kamar Leony. Mira sudah menugaskan untuk mengawasinya.
"Leony harus tetap di sini dan jadi ladang uang untukku. Karena dia, aku akan bertambah kaya terus." Wanita itu tersenyum semringah, memamerkan banyak uang yang berada dalam genggaman tangan.
Mira telah dibutakan oleh nafsu dunia. Ia sudah lama membuka bisnis haram ini. Di mana ia akan merebut paksa setiap gadis-gadis cantik dan akan dijadikan ladang emasnya di sini. Mira selalu berhasil mengelabui, bahkan lari dari kejaran polisi apabila ada yang melaporkan dirinya.
Wanita yang sudah tak muda lagi itu ingin membuat usahanya tambah maju. Dengan segala cara, Mira akan melakukan apa pun.
***
Leony meringkuk di atas ranjang. Kantung matanya semakin bengkak. Wajahnya lesu seperti orang sakit. Saat ini, ia telah mengenakan sebuah baju seksi karena disuruh oleh Mira.
Sampai saat ini, Leony tak ingin makan dan minum apa pun. Ia lebih memilih mati saja daripada harus melayani para pria hidung belang setiap malamnya.
Saat ingat kejadian malam tadi, ia kembali lagi menangis. Tangisannya tak henti-henti. Merasa menyesal dan tak berguna lagi untuk hidup.
"Buat apa aku hidup, kalau harus berada di neraka seperti ini?! Aku ingin ke luar dari sini!" Namun, Leony bahkan tak tahu bagaimana cara ke luar dari sini.
Ia yakin, Mira sudah menyuruh setiap anak buahnya untuk berjaga di luar kamar. Membuat kesempatan untuk kabur semakin tipis. Bahkan, Leony tak tahu harus tinggal di mana setelah pergi dari sini. Sang pelaku yang sengaja membakar rumahnya pun masih belum ditemukan juga.
Tiba-tiba, Mira datang ke kamarnya. Wanita itu menampilkan senyuman yang licik. Leony sama sekali tak menyukainya.
"Mau apa ke sini?!" bentak Leony.
"Jangan begitu, Sayang." Mira telah duduk di samping Leony. Wanita itu mengambil beberapa helai rambutnya dan diputar-putar seakan bermain.
"Lebih baik ke luar dari sini, aku ingin sendiri!"
"Baiklah, Sayang. Aku akan segera ke luar dari sini. Aku ke sini hanya memberitahu, bahwa malam ini kamu akan dapat job lagi. Dandan yang cantik malam ini, ya, Sayang." Mira menyentuh dagu lancip Leony, yang langsung ditepisnya. Ia tak suka, kalau Mira berlagak baik seperti ini.
"Kenapa Mami begini? Harusnya sesama perempuan, Mami tahu rasanya diperlakukan seperti ini! Itu rasanya tak enak, Mi!"
"Terserah kamu saja, Sayang, yang penting aku dapat duit banyak dari bisnis ini. Kamu pun pasti suka, kalau nanti punya duit yang banyak. Tapi, kamunya aja yang munafik! Sok-sok'an gak mau duit." Mira tak ingin berlama-lama di sini. Ia akan segera ke luar dan mengurung Leony lagi di kamar ini.
Sedari tadi, mata Leony tak berkedip melihat Mira melangkah ke luar. Ia begitu muak pada wanita bejat itu yang telah membawanya datang kemari.
Malam ini, Leony disuruh lagi untuk melayani para lelaki hidung belang. Kebanyakan dari pria itu sudah mempunyai istri dan anak. Namun, mereka malah selingkuh di belakang para istri. Leony sangat miris melihat kejadian seperti ini.
"Aku memang lagi perlu duit, tapi haruskah dengan cara seperti ini? Aku harus melayani para lelaki berhidung belang itu dan sudah punya keluarga."
Leony merasa hatinya sangat teriris ketika pria-pria itu berkhianat di belakang para istri mereka. Para pria itu rela 'jajan' di sini, daripada di rumah, yang selalu senantiasa memberikan rasa cinta dan ketulusan. Mengapa pria seperti itu?
"Rupanya, pria-pria itu gak merasa cukup dengan satu wanita saja," lirih Leony. Hatinya masih sakit saat membayangkan, betapa hancurnya hati istri-istri mereka di rumah.
"Apakah para istri mereka tahu, ya, kelakuan suami mereka di luaran seperti apa? Mereka 'jajan' sembarangan dan gak peduli risikonya sama sekali."