***
Mereka kembali terdiam beberapa saat hingga kemudian mata mereka tertuju pada dua anak kecil yang tidak sengaja bertabrakan hingga ice cream milik gadis kecil itu terjatuh.
" ohh, ice creamnya .." sentak Arin sambil mengulurkan tangan secara spontan karena merasa kasihan saat melihat raut wajah sedih gadis kecil itu saat memadangi ice creamnya yang jatuh.
" ohh maaf aku nggak sengaja .." ucap anak laki-laki yag tampak merasa bersalah karena membuat ice cream milik temannya jatuh.
" terus gimana ice cream punya aku .. ehkf ehkf .." ucapnya yang mulai menangis.
Anak laki-laki itu tampak panik melihat temannya menangis, ia ingin memberikan ice cream miliknya tapi punya miliknya sudah hampir habis. Perlahan Anak gadis kecil itu mulai menangis dan membuatnya panik karena takut dimarahi oleh kedua orang tua gadis kecil itu.
" ini .. ambil ini !" ucap Arin smabil mengulurkan ice cream yang baru saja ia beli untuk ia berikan pada gadis kecil yang perlahan berhenti menangis sambil memandang Arin dengan wajah binggung.
" ayo diambil .." ucap Arin mencoba membujuknya dan perlahan ia mulai mengambilnya dengan malu malu.
" terima kasih .." ucapnya mulai terlihat senang karena kembali mendapatkan ice cream.
" jangan nangis lagi yaa .. kalau gitu aku pergi yaa .. dah dah .." ucap Arin sambil melambaikan tangan sambil berjalan mundur.
Saat beberapa langkah ia mundur tanpa sengaja Arin menabrak Brian yang tepat berdiri dibelakangannya, karena terkejut membuat kaki Arin sedikit terpeleset hinnga jatuh dipelukan Brian yang memengang kedua lengan pundaknya dengan erat. Arin yang sentak terdiam kaku dan jantungnya mulai berdebar tanpa alasan, seakan waktu berjalan dengan sangat lambat.
" kalau jalan hati-hati, liat lu hampir jatuh " ucap Brian yang sedikit berbisik dibelakang telinga Arin yang mulai memerah karena tersipu malu dan masih terdiam kaku.
" terus sampai kapan lu mau diposisi kaya gini ?" tanya Brian yang seketika membuat Arin tersadar dan langsung menjauh dari Brian, karena merasa malu Arin tidak berani menatap mata Brian yang berdiri dihadapannya.
" maaf .." ucap Arin sambil membenarkan rambutnya tanpa alasan.
Brian menyadari bahwa Arin tampak begitu salah tingkah karenanya begitu juga dirinya, tapi karena tidak ini membuat suasana menjadi canggung, Brian mencoba untuk tetap santai.
" Lu nggak lapar ?" tanya Brian.
" Hah ..!" Arin tampak begitu binggung mendengar Brian yang bertanya dengan sangat random bahkan dalam situasi yang canggung ini.
" ayo kita makan bareng !" ajak Brian yang membuat Arin langsung teringat tentang lauk yang Ibunya tinggalkan dengan banyak.
" jangan makan diluar, Ibu bikin banyak lauk .. lu mau ?" tanya Arin yang mulai berani menatap wajah datar Brian.
" boleh .. ayo !" ajak Brian yang kemudian berjalan duluan meninggalkan Arin yang tampak begitu kebinggungan dengan perkataannya sendiri.
" tunggu dulu, kok ada yang aneh ..?" tanya Arin yang kebinggungan sendiri dengan nada bicara yang terdnegar bersemangat saat mengjak Brian untuk makan di aptermentnya, tapi kemudian berjalan menusul Brian yang sudah jauh didepan.
Setelah menyadarinya, Arin yang masih menyesali perkataannya karena sudah mengajak Brian untuk datang kerumahnya untuk makan malam buatan Ibunya karena akan terlalu canggung jika hanya berdua saja. Apa yang harus ia lakukan agar tidak terlihat kaku, apa yang harus ia katakan agar tidak terdengar ingin ikut campur. Semua Arin pikirkan hingga ia merasa kebinggungan sendiri.
Arin sedang memasakkan makanan dikompor, sedangkan Brian duduk dimeja makan sambil dan terus memandangi Arin tanpa henti. Ini untuk pertama kali setelah kejadian di Bali Arin mulai bersikap ramah padanya. Perasaan senang yang tidak bisa ia tutup membuatnya tidak ingin memalingkan padangannya dari Arin. Seakan pikirannya terpusat pada Arin.
Melihat Arin tampak begitu sibuk mondar-mandir untuk memasak membuat Brian merasa tidak enak hati karena ia hanya terdiam duduk.
" ada bisa gue bantu ?".
" nggak kok ini udah selesai .." ucap Arin sambil berjalan menuju meja makan sambil membawa semangguk Kari ayam buatan Ibunya.
Hingga akhirnya semua makanan sudah berada diatas meja makan. Arin dan Brian saling berhadapan, Brian tampak begitu terpesona saat melihat begitu banyak makanan diatas meja. Entah kenapa hatinya begitu tersentuh saat melihatnya, karena ia sama sekali tidak pernah mengalami hal ini.
Bahkan saat di Kanada ia hanya memakan makan cepat saji atau mie instan karena itulah yang paling mudah. Ia merasa sayang untuk memakan makan karena terlalu berharga untuk dihabiskan dan masih ingin memadangi untuk mengingatnya sebagai kenangan yang sangat berharga.
Arin merasa binggung melihat Brian yang terdiam dengan ekspresi wajah termengun. Ia khawatir jika Brian ternyata tidak menyuaki masakan yang Ibunya buatkan.
" kenapa ? lu nggak suka makanannya ?" tanya Arin.
" nggak kok, ini kelihatannya enak " ucap Brian yang mulai mencicipi kuah kari ayam tersebut. Merasakan setiap sudut mulutnya yang mulai meleleh hingga ia merasakan begitu banyak rempah didalamnya yang sangat menyatu. Ini bukanlah rasa gurih ataupun asin, melainkan melebihi semua rasa. Rasa yang tak pernah ia rasakan, dimana rasa itu membuat seluruh tubuh terasa hangat seakan dirinya dipeluk dari belakang dan rasa yang penuh dengan kehangatan dan kerinduan didalamnya.
" kenapa ? aneh rasanya ? lu nggak suka sama rasanya ?" tanya Arin yang tampak merasa sedikit khawatir jika makanan yang dibuatkan Ibunya tidak sesuai dengan lidah Brian.
" enggak , ini benar-benar enak .. enak banget .." ucap Brian sambil tersenyum menatap Arin dengan tatapan mata yang sedikit yang berkaca-kaca dan suara yang sedikit gemeratan membuat Arin tersentak karena untuk pertama kalinya Brian menunjukan ekpresi wajah terharu setelah sekian lamanya.
Melihat Brian yang sedang makan dengan sangat lahap membuat Arin merasa senang melihatnya. Mereka makan bersama tanpa kata, hanya saling melirik malu-malu kucing seperti baru pertama bertemu.
" apa di Kadana makanan kurang enak ?" tanya Arin yang mencoba memecahkan keheningan yang sedikit canggung. Tapi hal itu malah membuat Arin semakan canggung karena Brian hanya terdiam tidak menjawab pertanyaannya.
Perasaan tidak enak dan khawatir akan pertanyaannya menyinggung perasaan Brian. " maaf kalau pertanyaan gue menyinggung .." ucap Arin.
Melihat raut wajah Arin tampak kecewa karena dirinya yang hanya diam mambuat Brian merasa bersalah.
Sambil meletakan sendoknya dan menatap kearah Arin yang sepertinya enggan melihat kearahnya " bukan begitu .. bukannya gue nggak mau bilang apapun, selama berada di Kanada gue sibuk melakukan banyak hal .." ucap Brian yang terdiam beberapa saat tidak melanjutkan ucapannya saat kembali mengingat semua hal saat ia berada di Kanada.
" lebih tepatnya gue cuman berusaha membuat hidup gue sesibuk mungkin agar lebih mudah untuk tidur, bahkan makanpun tidak ada yang spesial .. aku hanya makan untuk bisa bertahan hidup .." ungkap Brian dengan tatapan kosong menatap tanpa arah.
Mendengar penjelasan yang selama ini sangat Arin ingin tahu dari Brian malah membuat merasa bersalah dan sedih. Selama ini dirinya yang merasa paling menderita tertanya orang yang membuatnya menderita juga merasakan penderitaan juga.
" jangan bilang lu setiap hari makan mie instan cup ?" ucap Arin mencoba mengalihkan suasana yang sedikit murung dan canggung ini. Dan karena ucapannya Brian pun akhirnya mendesah tersenyum sambil mengalihkan matanya karena merasa malu. Ia mencoba menahan tawanya karena lelucon Arin tampak lucu dimatanya.
" lu ketawa ? emangnya ucapan gue lucu yaa ?" ucap Arin yang merasa binggung melihat Brian tersenyum, tapi entah mengapa ia juga ikut senang setiap melihat Brian yang tersenyum.
Brian bukan orang yang mudah tersenyum, makanya banyak yang bilang dia itu bukan manusia melainkan patung hidup tanpa ekspresi.
" makan .. nanti dingin" ucap Brian yang kembali menjadi dingin karena ia merasa malu dan sepertinya Arin akan semakin mengejeknya.
Melihat Brian tampak salah tingkah membuat ekspresinya terlihat lucu dimata Arin yang tampak berusaha menahan tawanya.
***