***
Distasiun MTR, Arin sedang berdiri terduduk menunggu kereta yang tak kunjung datang. Stasiun terlihat lengang hanya terlihat beberapa orang disana yang juga sedang menunggu.
Hari ini Arin akan pergi kekampusnya untuk mengajukan perpanjang cuti sekolah. Sebelumnya ia sudah mengajukan 1 tahun cuti sekolah, tapi Arin merasa ia perlu memfocuskan dirinya untuk bekerja yang belakangan ini padat.
Setelah selesai dengan urusannya Arin keluar dari rungan dan berjalan melewati lorong kampus. Tiba-tiba ponselnya berdering.
" iya Bu ada apa ?" tanya Arin.
" Arin .. kamu lagi dimana ?" tanyanya.
" diluar, ada urusan ? kenapa ?" tanya Arin merasa ada sesuatu terjadi pada Ibunya karena suaranya terdengar ragu.
Duduk direstoran cepat saji, sambil mentransfer uang dari tabungannya untuk Ibunya. Saat ditelepon dengan suara ragu itu, sesuati dengan dugaannya ternyata Ibu membutuhkan uang untuk membayar hutang mendiang Nenek yang ternyata masih belum terselesaikan. Mau tidak mau sebagai anak dan juga cucu Arin harus membantu.
Tapi entah mengapa hal ini membuat hatinya terasa begitu berat saat melihat uang yang ia transfer sudah selesai. Bukan masalah rela tidak rela, ikhlas tidak ikhlas, hanya saja ia merasa hati ikut menghilang seperti uang yang menghilang dari tabungannya.
Ini api merah yang membara dihatinya, tapi api biru yang membara dihatinya. Terlintas sebuah pertanyaan. " Kenapa hidupku seperti ini ?". " kenapa aku tidak terlahir dari anak orang kaya ?". Sepertinya rasa iri mulai menggerogoti tubuhnya saat melihat orang-orang yang terlihat tampak tersenyum seakan dunia ini mudah.
Tapi Arin tidak terima jika dirinya harus merasa iri kepada hidup orang lain. Hanya bisa menghela nafas seperti ini lari dari dunia ini.
Setelah sekitar 5 menit berjalan dari halte bus menuju mall, Arin memakan sebungkus roti karena ia belum makan sejak pagi karena merasa tidak nafsu makan. Tidak disangka waktu sudah menunjukkan jam masuk kerjaanya, karena tidak sempat makanya ia hanya memakan sepotong roti yang ia beli saat melewati toko roti didekat pintu masuk mall.
Sepulang kerja Arin mampir seminimarket 24 jam didekat rumahnya. Beberapa makanan cepat saji dan juga minuman cola. Ia hampir memenuhi keranjang yang ia bawa lalu membayarnya dikasir.
Berjalan keluar menuju apatermentnya yang berjarak sekitar 10 menit berjalan kaki. Dimalam hari yang terlihat sunyi disepannjang jalan, waktu udah menunjukkan pukul setengah 12 malam.
Dipertengah-tengah jalan tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras. Arin yang hanya bisa terdiam merasa heran dengan hujan yang begitu tiba-tiba disaat dirinya tidak membawa payung.
Sambil menghela nafas panjang. " Hufff ... kenapa harus hujan ..??" kesal Arin yang pasrah dengan dirinya yang sudah bawah kuyup, kemudian kembali melanjutkan langkahnya dengan lemas dan pasrah.
" HAHHHHHHH ...!!!!!"
Arin berteriak meluapkan amarahnya pada hujan yang seharusnya tidak bersalah hanya saja ia datang diwaktu yang tidak tepat.
Ia sudah berdiri didepan pintu aptermentnya menekan kata sandi tapi yang membuatnya kebinggungan adalah dimana kata sandi yang ia masukkan itu ditolak hingga pintu tidak terbuka.
" loh ! kok salah ..?" tanya Arin yang kemudian panik lalu kembali memasukkan kata sandi dengan sangat hati-hati karena mungkin saja karena tangannya yang basah membuatnya salah menekan kata sandi.
Tapi ternyata ponsel miliknya ternyata mati, Arin baru sadar bahwa ia lupa mengisikan daya batrenya. Melihat bajunya yang sudah basah kuyup hingga air tak berhenti meneteskan air, dan terduduk didepan pintu, terdiam memikirkan cara bagaimana ia bisa tidur malam ini.
Tapi hanya jalan buntu yang ia temukan. Tidak bisa menghubungi siapa-siapa, walau pergi kesuatu tempat itu sangat tidak memungkinkan dengan keadaanya yang basah kuyup bahkan diluar hujan masih turun dengan derasnya. Hanya bisa terdiam dan parah jika memang dirinya mengharuskan untuk tidur disini. Smabil meringkukkan tubuhnya yang kedinginan dan memeluk dirinya dengan kedua tangan.
" kenapa duduk didepan pintu ?"
Terdengar seseorang bertanya padanya membuat Arin kebinggungan. Arin melihat sepatu yang berukuran besar, terlihat seperti ukuran kaki laki-laki. Dengan penglihatannya yang sedikit buram, perlahan mendengakkan kepalanya, mengedipkan matanya beberapa kali melihat sosok pria yang berdiri dihadapannya.
" siapa ..."
Sentak Arin terkejut kejut saat ia tersadar bahwa yang sedang berdiri didepannya dengan tatapan heran adalah Brian. Entah mengapa ia panik dan langsung berdiri tanpa melihat tatapan Brian karena merasa malu dengan keadaannya saat ini.
" Kenapa bajumu basah semua ?" tanya Brian.
Arin hanya bisa terdiam tanpa menjelaskan apapun tentang keadaannya. Melihat kedaan Arin yang sangat mengkhawatirkan dan membuat hatinya sakit, Brian menghela nafas karena tidak tahan melihat keadaan Arin. Tatapan sedihnya melihat Arin yang sedang menrunduka dengan tangan yang gemetaran membuatnya tidak bisa menahan diri.
Arin baru saja keluar dari kamar mandi rumah Brian lalu berjalan menghampiri Brian yang berada didapur. Perasaan malu dan kesal pada dirinya sendiri hingga rasanya ia ingin menghilang dari dunia ini, memperlihatkan sisi menyedihkan pada orang yang sangat ia benci.
" duduk dulu .." ucap Brian yang menyadari Arin yang masih berdiri.
Perlahan Arin mulai duduk saat Brian berbalik kearah lain karena ia sedang membuat sesuatu disana.
" ini diminum .." ucap Brian sambil mengulurkan segelas teh hangat pada Arin yang masih ragu untuk mengambilnya.
" makasih .." ucap Arin sambil mengambil gelas tersebut lalu dengan perlahan meminumnya.
Suasana sangat hening membuat Arin merasa canggung karena ia merasa Brian terus menatapnya.
" ingat nomor teman sekamarmu ?" tanya Brian.
Arin hanya menggelangkan kepalanya dengan wajah murung.
" krukkk krukk kruk .."
Suara yang terdengar keras mengema diruangan yang cukup besar dan sunyi ini. Suara yang berasal dari perut Arin yang langsung merundukkan kepalanya karena merasa sangat malu pada Brian yang tiba-tiba beranjak dari tempat duduk dan kembali kedapur.
Arin terus menyalahkan perutnya dan marahinya dengan bisikan kesal. " dasar bodoh .. ahh .. malunya, hiks .. huff ..".
" gue cuman punya ini dirumah ..." ucap Brian sambil berjalan kembali kemeja makan dengan membawa dua cup mie instan yang sudah diisikan air panas, lalu ia berikan pada Arin salah satunya kemudian duduk dihadapan Arin yang tampak terus memandangi mie cup tersebut.
" tunggu 3 menit ..!" ucap Brian.
3 menit berlalu, Arin terlihat mulai tersenyum sambil membuka penutup mie dan mulai mengaduknya dengan cepat karena sudah tidak tahan dengan rasa lapar yang ia rasakan.
" sruppp ... sruppp sruppp .."
Dengan lahap Arin terus menyeruput mie tanpa ia tiup hingga memenuhi mulutnya. Karena kepasanan Arin meniupkannya dari dalam. Hingga dirinya baru tersadar saat Brian menatap sambil sedikit tersenyum dan sentak membuatnya langsung kikuk karena sepertinya ia kembali melakukan hal bodoh dengan makan seperti orang kelaparan.
Melihat Arin yang menyadari kelakuannya, Brian pun mengalihkan pandangannya dan langsung memakan mie nya dengan sangat lahap. Meliaht Brian sepertinya mulai mengabaikan dirinya dengan nyaman Arin kembali melanjutkan melahap mie cup dengan lahap.
***