***
Waktu menunjukkan pukul 7 malam, Arin dan teman kerja yang dekat dengan bergantian untuk istirahat. Mereka berjalan keluar dari salon untuk mencari makanan yang paling murah berada dilantai bawah dekat supermarket didalam mall. Saat Arin sedang turun menggunakan eskalator sambil mengobrol tiba-tiba ponselnya berbunyi, sebuah pesan masuk.
" sebentar .." ucap Arin pada temannya untuk memberhentikan obrolan mereka lalu melihat pesan dari Brian. Arin membukanya dan terkejut melihat sebuah foto kotak makan dan juga wajah Brian yang begitu datar dengan ucapan.
" Pesanan dari Mina untuk Arin, kalau nggak dateng dalam waktu 5 menit akan aku buang"
" apa-apaan ini ?" kesal Arin.
" kenapa ? ada masalah ?" tanya Santi temannya.
" nggak, spam .." ucap Arin mencoba mengabaikan pesan tersebut sambil berjalan setelah turun dari eskalator.
Tidak lama ponselnya berdering, panggilan masuk dari Mina, segera Arin mengangkatnya.
" iyaa hallo, kenapa Min ?" tanya Arin.
" Lu udah temuian Brian ?".
" maksudnya ?" binggung Arin.
" Tadinya gue mau nganterbekal buat lu, kata Brian lu sakit ? tapi tiba-tiba Brian suka rela mau nganterin bekalnya, katanya dia sekalian ada kerjaan disana ? lu udah temuin dia ?" ucap Mina yang sentak membuat Arin menyadari pesan yang dikirimkan Brian bukannya sebuah candaan.
" ohh, gue baru dapet chat dari dia kok ..".
" ohh ya udah, lu beneran nggak apa-apakan ? kalau sakit minta izin aja, jangan lupa abisin makanannya ? terus minum obat yaa, maaf gue nggak bisa kesana ? cafe lagi rame banget " ucap Mina terdengar sedih.
" nggak apa-apa .. nanti gua minum obat, nggak usah khawatir, udah yaa byee .." ucap Arin kemudian mematikan ponselnya lalu menghentikkan langkahnya.
" Santi .. maaf yaa, kayanya aku nggak bisa makan bareng sama kamu, tiba-tiba ada yang udah nungguin aku disini, kayanya aku harus cepet-cepet temuin dia .. maaf yaa .." ucap Arin yang merasa bersalah.
" iyaa nggak apa, udah sana ! nanti ditungguin ..".
" okke, byee !!" ucap Arin yang langsung berbalik arah bergegas menuju Downtown dimana letaknya berada diluar samping mall.
Saat dirinya ingin melangkah cepat, tiba-tiba ponselnya kembali berdering sebuah pesan masuk dari Grup SBC, hingga membuat Arin langsung menghentikan langkahnya untuk membaca pesan tersebut.
" Kami dari presonalia Grup SBC, memberitahu bahwa anda tidak lolos tahap interview, terima kasih."
Perasaan hancur dan kecewa dalam diri Arin keluar dari hembusan nafasnya yang berat. Padahal ia sangat mengandalkan interview ini agar penghasilannya bertambah dari sebelumnya. Tapi Arin mencoba untuk tetap sabar dan berfikir mungkin ini bukanlah tempat yang tepat untuknya.
Sambil kembali menghela nafas, Arin berjalan cepat, karena ia khawatir Brian akan benar-benar membuang makanan dari Mina. Padahal tubuh saat ini sedang dalam kondisi yang tidak terlalu baik, tapi rasa curiga terhadap tindakan Brian yang tidak pernah bohong dengan ucapannya membuat Arin cemas.
Hingga Arin pun sudah berada diluar halaman, ia mencari keberadaan Brian diantara pengunjung mall yang terlihat memadati bangku-bangku disana. Tanpa membuat waktu, Arin berhasil menemukan keberadaan Brian yang sedang duduk didekat sebuah cafe, tapi tidak ada kotak bekal yang dibilang Mina, hingga membuatnya berfikir sepertinya Brian benar-benar membuangnya.
Arin segera berjalan menghampiri Brian hingga ia berdiri dihadapan Brian.
" sini berikan bekalanya !" ucap ketus Arin sambil mengulurkan tangannya dnegan nafas yang terengah-engah karena ia terus berjelan cepat.
" duduk dulu " ucap Brian mengabaikan ucapan Arin yang terlihat snagat kesal dengan wajah pucatnya.
Sambil menghela nafas kesal, Arin pun duduk dihadapan Brian. Kemudian Brian mulai mengambil bekal dari Mina yang ia letakan dibawah bangku, tapi ia tidak langsung memberikannya pada Arin melainkan membukanya sendiri stau persatu dan ia tata rapih diatas meja. Arin terlihat kebinggung dengan apa yang dilakukannya.
" Lu ngapain nyusun semuanya ?" tanya Arin tapi Brian mengabaikannya hingga ia selesai meletakkan sendok dan garpu didepan Arin.
" ayo dimakan !" ucap Brian yang sentak membuat Arin tidak bisa berkata-kata.
" kalau gue langsung kasih ini ke lu, pasti lu bakal langsung pergi, jadi cepat makan !" ucap Brian kemudian beranjak dari tempat duduknya. " gue masih ada urusan .. dihabiskan ! ahh .. ini " sambil memberikan sebungkus obat pada Arin yang kembali dibuat binggung.
" gue nggak tahu lu sakit apa ? jadi gua beliin beberapa obat, tapi lebih baik lu pergi kerumah sakit ! gue pergi " ucap Brian kemudian pergi berjalan meninggalkan Arin yang masih terdiam melihat obat dihadapannya hingga perasaan bersalah tentang pirikan buruknya terhadap Brian semakin menjalar.
Arin pun perlahan mulai mengambil sendok dan memakan makanan yang ada dihadapnya, mengunyah dengan perlahan dengan perasaan sedih, kesal, dan bersalah yang bercampur membuat hatinya menjadi tidak tenang hingga membuat kepalanya terasa pusing dan sakit, tapi Arin mencoba menahannya dan terus memakan makananya.
Setelah ia sudah menghabiskan semua makanannya dan merapihkan kotak bekalnya. Arin mulai beranjak dari tempat duduknya, tapi entah mengapa Arin langsung merasa kedua kakinya menjadi lemas, kepalanya menjadi pusing hingga penglihatannya mulai burah. Ia tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya lagi, hingga semua penglihatannya menjadi hitam dan tanpa dirinya sadar, Arin pun terjadi.
" hey hey hey ..! ada yang pingsan !"
" kamu baik-baik ! embak bangun !".
Hanya suara-suara samar yang Arin dengar tanpa melihat apapun dihadapannya.
Arin mulai membuka matanya secara perlahan, hanya warna putih yang ia lihat saat ini. Beberapa kali ia kedipkan matanya agar penglihatnya bisa lebih jelas. Aroma asing terasa seperti obat yang tercium oleh hidungnya, Arin sudah membuka kedua matanya dengan sempurna, Ia masih binggung dirinya sedang berada dimana semua tampak asing apa yang ia lihat. Sebuah gordeng yang mengelilinginya, terdengar suara seseorang mengobrol dari balik jendela.
" kenapa gue ada sini ?" tanya Arin sambil mencoba untuk bangun dari posisi tidurnya dan terduduk sambil mencoba mengingat kembali apa yang terjadi. Tapi tiba-tiba seseorang membuka gordeng tersebut.
" Arin ! lu udah sadar !!" saut Mina yang tampak begitu panik, langsung menghampirinya dan memeluknya.
Arin binggung karena bukan Mina saja yang ada dihadapannya, melainkan ada manager Lovita dan juga Brian yang tampak memasang wajah khawatir.
" lu nggak apa-apakan ? astaga Arin .. lu bikin gua jantungan .. lu beneran baik-baik aja kan .." ucap Mina tampak terdengar akan menangis.
" iya gue udah baikkan kok" ucap Arin yang masih merasa lemas.
Perlahan Mina melepas pelukannya.
" Plakk "
Terdengar cukup kencang saat Mina memukul lengan Arin yang langsung merintih kesakitan.
" kenapa sakit nggak bilang sama gue !? kan gue udah bilang lu harus bilang sama gue kalau ada apa-apa !! lihat sekarang lu pingsan kan ? ekhf ekhf .." ucap Mina yang kesal sambil menahan tangisannya.
" maaf ..". ucap Arin merasa bersalah.
" untungnya kamu nggak-nggak apa kok .. maaf aku nggak sadar kalau kamu sakit " ucap Lovita yang merasa bersalah karena ketidakpekaannya membuat salah satu pegawainya pingsan saat bekerja.
" nggak kok, saya baik-baik aja .." ucap Arin.
" gimana baik-baik aja !! lihat lu sampai pingsan kaya gitu !" bentak Mina yang kembali kesal sambil kembali memukul Arin.
" ahh .. sakit, jangan mukulin pasien dong, nanti gua bisa pingsan lagi .." ucap Arin.
Melihat Arin yang mulia tersenyum saat bersama Mina tidak membuat rasa khawatir Brian menghilang. Dirinya sungguh tidak tahu bahwa Arin adalah gadis yang sangat lemah. Bahkan disaat seperti ini pun Arin masih tertawa, membuatnya tidak habis pikir.
***