***
Sudah dua hari penuh Arin masih tak sadarkan diri berbaring dirumah sakit. Ibu dan Mina bergantian menjaga Arin sedangkan Ririn setiap sepulang sekolah selalu datang untuk menemani Arin.
Mina terlihat sibuk mengupas appel untuk Ririn yang sedang sibuk mengerjakan tugas sekolahnya.
Tiba-tiba dengan perlahan mata Arin mulai terbuka dan sentak membuat Mina yang melihatnya langsung terkejut dan berteriak dengan kecang.
" Arin ! Arin lu udah sadar ..!! Arin ini gue Mina ..!! Lu inget gue kan ..! Rin .. Ririn kakak kamu sadar ..!!" ucap Mina yang terlihat begitu semangat hingga membuat Arin merasa sangat terganggung dengan suara Mina yang membuat kupingnya sakit.
" udahlah .. kuping gue sakit ..." ucap Arin terdengar masih lemah.
" ekhf .. ehfk .. hya .. kenapa lu baru bangun sekarang .. gue kan khawatir tauu .." ucap Mina yang mulai menangisi Arin yang akhirnya sadar setelah dua hari tidak sadarkan diri.
" gue baik-baik aja kok ... emang udah berapa akhir gue nggak sadar ?" tanya Arin dengan mengumpulkan semua sisa tenaganya.
" 2 hari ! lu tuh nggak sadar 2 hari ! lu tau nggak betapa khawatirnya mama lu .. cih ..!" kesal Mina tapi ia juga merasa kasihan dengan temanya yang terlihat sangat kurus dan juga pucat.
" Mama ? Mama dimana Rin ?" tanya Arin sambil membelai rambut adiknya yang tampak menahan tangisan karena khawatir dengan keadaan kakaknya.
" Mama lagi kerja .." jawab Ririn.
" Gue mau minum dong !!" ucap Arin.
" ahh ..." bergegas Mina pun langsung menuangkan air kedalam gelas lalu ia berikan pada Arin yang mencoba bangun dari posisi tidurnya dan dengan lahap meminumnya.
" oh iya .. pasti lu laper, gue mau ke suster dulu yaa .." ucap Mina kemudian beranjak keluar ruangan.
Arin terdiam saat melihat adiknya yang mulai menangis tanpa suara membuat Arin terharu dan merasa bersalah. Sambil membuka lebar tangannya menyuruh Ririn untuk datang kepelukkanya.
Ririn yang selama ini bersikap lebih dewasa dari pada umurnya menangis seperti anak seumurannya dipelukan Arin. Sudah sejak kecil Ririn memang memiliki sikap yang dingin dan dewasa. Mungkin karena sejak kecil dia sering sendirian dirumah membuatnya tumbuh menjadi anak yang mandiri.
Hari sudah larut malam, setelah ibu-nya melihat keadaannya yang mulai membaik. Arin menyuruh Ibu dan adiknya pulang untuk pulang kerumah. Mina keluar dari kamar mandi dan berjalan menghampiri Arin yang terlihat murung sambil memandangi ponselnya.
" kenapa lagi ??" tanya Mina yang kemudian duduk diatas tempat tidurnya sambil mengeringkan rambut dengan handuk. Tapi Arin hanya terdiam seakan tidak ingin menjawab ucapannya.
" sebenernya apa sih yang lagi lu pikirin .. sampai lu sakit kaya gini ?" tanya Mina yang memberanikan dirinya menanyakan hal yang ia tahan sejak Arin sadar. Ia hanya tak ingin temannya kembali sakit karena pertanyaannya. Tapi melihat Arin yang memendam semua masalahnya semakin membuatnya kepikiran.
Arin masih terdiam sambil memikirkan dari mana ia harus menceritakannya pada Mina. Sambil menghela nafas panjang Arin mulai membuka suaranya.
" Gue .. sebenernya udah nyatain perasaan gue sama Brian .." ucap Arin yang membuat Mina binggung.
" bukanya itu bagus ? tapi kenapa keadaanlu malah kaya gini ?" tanya Mina.
" tiba-tiba dia pergi begitu aja setelah menjawab panggilan dari seseorang .. gue memanggilnya berkali-kali .. tapi dia bener-benar kaya orang kebingungan ... dia sama sekali nggak menghubungiku sampai sekarang .." ungkap Arin sambil menunjukkan pesan terakhir yang ia kirimkan pada Brian 2 hari yang lalu dan itupun tidak dibaca oleh Brian.
" APA ?" bentak Mina yang tanapa sadar langsung kesal mendengar semua penjelasan Arin ikut panik karena merasa tidak enak dengan para pasien yang mungkin saja terganggu dengan suara Mina.
"syuttt .. jangan teriak " Arin mencoba menenangkan Mina.
" ahh .. okke okke".
" Apa terjadi sesuatu padanya ? nggak mungkin Brian tiba-tiba begitu ? biar gue yang coba hubungi dia .." ucap Mina yang kemudian langsung mengambil ponselnya dan mencari nama Brian dikontaknya. Tapi saat menghubungi nomor tersebut, benar-benar tidak bisa terhubung sama sekali.
Mina terdiam memandang wajah Arin yang tampak sudah menduga hal itu terjadi. Hanya perasaan bersalah yang tertinggal setelah ia mematikan ponselnya.
" huff .. sebenernya apa yang terjadi sih ..?" kesal Mina.
" tiba-tiba aku menyesal udah ngungkapin perasanku .." ucap Arin yang kembali merenungkan kejadian saat itu.
Mina terdiam melihat temannya tampak begitu terluka yang membuat dirinya juga merasakan apa yang Arin rasakan. Perasaan kesal terhadap sikap Brian yang menghilang begitu saja hingga membuat temannya jatuh sakit. Selama ini ia pikir hubungan Arin dan Brian sudah benar-bener lebih dari sekedar teman, ia tidak menyangka hal ini terjadi.
" ahh .. gue baru inget, kemarin Fathan kesini ? dia benar-benar panik pas ngeliat keadaan lu .." ucap Mina.
" Fathan ? kok dia bisa tahu gue disini ?" tanya Arin yang binggung karena dirinya sudah lama sekali tidak berhubungan dengan Fathan yang sedang sibuk mengurus sekolahnya.
" Huff .. kemarin siang dia kerumah lu .. tapi kan lu ada disini ? ditelepon ke nomor lu gue kebetulan yang angkat, jadi gue bilang lu dirawat dirumah sakit .. waohh .. dia berlari kaya orang gila .." ucap Mia yang masih merasa heran saat mengingat kejadian Fathan yang terengah-engah seperti orang gila karena berlarian mencari kamar inap Arin.
Kembali menghela nafas seakan semua masalah terus berdatangan pada hidupnya. " Huff ... kayanya Fathan bukan benar-benar lagi ngurus sekolah dia deh beberapa bulan ini ..".
" maksudnya apa ?" Arin yang merasa semakin binggung dengan ucapan Mina yang terdengar ambigu.
" yahh .. mungkin ini cuman perasaan gue aja sih .. emm .. tapi kalo liat raut mukanya seakan dia kaya lagi nanggung beban yang berat banget sampai dia nggak bisa berdiri .. yahh begitulah .." ucap Mina kemudian ia membuka lemari dan mengambil selimut untuk dirinya tidur.
" udah cepet tidur .. kan lu harus banyak istirahat, nanti pagi kita jalan-jalan biar kaki lu gak kaku .. good night .." ucap Mina sambil berbaring disalah satu tempat tidur cadangan yang ada dibawah tempat tidur Arin. Kemudian dnegan nyaman dibawah selimut Mina pun langsung terlelap tidur.
Mlihat temannya yang langsung terlelap, mebuat Arin merasa sangat bersyukur dan merasa orang yang paling beruntung memiliki teman sebaik Mina yang selalu ada saat tidak ada satupun orang disisinya.
Dan Arin kembali terdiam dengan semua pemikiran, pertanyaan, dan prasaka terhadap Brian. Dadanya masih saja terasa seperti tercabik-cabik, air mata yang tak bisa ia hentikan dan kekhawatiran yang membuatnya menjadi lemah dan tidak bisa mengkontrol dirinya sendiri.
***