Jadi ketika dia menodongkan pistol ke dahiku dan tersenyum seperti orang gila ke wajahku, aku tidak mematahkan lehernya karena mengancamku dan menakuti Lina seperti yang aku inginkan. Sebaliknya, aku membiarkan tanganku jatuh dari bentuk tegang Lina dan bergerak maju perlahan, tapi sengaja untuk mencium Roky di satu pipi lembek dan kemudian pipi yang lain.
"Ciao, fratello mio," bisikku kepada pria yang lebih tua itu saat aku dengan hormat menyapanya. "Sangat menyenangkan bisa kembali ke tanah Italia. Sungguh sambutan hangat yang telah Anda atur untuk kami. "
Mata Roky menyipit sehingga hampir menghilang di bawah alisnya yang kendur. "Kau mengejekku, Salvatore?"
Aku berkedip polos. "Aku punya banyak hal, Don Abruzzi, tapi seorang idiot tidak pernah menjadi salah satunya selama beberapa tahun."
Dia mengamatiku untuk waktu yang lama lalu melihat dari balik bahuku ke Lina, wajahnya menjadi kendur saat melihat kecantikannya.
