Malam hari ketika Lena hendak tidur, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dia mengambil ponselnya dan membaca sms Evan.
Selamat malam, Lena. Kamu lagi apa?
Sudah tidur belum?
Selamat malam Saya belum tidur, Van.
Apa saya mengganggu waktumu?
Tidak :)
Saya mau ngobrol sama kamu, swbentar aja. Boleh?
Boleh. ^_^
Besok sore kamu ada acara, gak?
Besok sore? Gak ada, kenapa?
Saya mau ketemu sama kamu, Len. ^.^
Seketika Lena terdiam, jantungnya berdebar-debar ketika Evan mengatakan ingin bertemu dengannya.
Kemudian setelah dapat mengendalikan perasaannya, dia cepat-cepat membalas sms Evan lagi.
Kamu mau bertemu saya?
Iya. ^.^
Di mana?
Sebenarnya bukan mau ketemu sih, tapi saya ingin mengenal kamu lebih dekat.
Mengenal saya lebih dekat?
Benar, Len. Kamu suka hangout ke mall?
Suka, kenapa?
Kalau begitu kita ngobrol di mall saja.
Mall mana? Lavender City Mall atau Continent Plaza?
Terserah kamu. Besok sore saya jemput, ya.
Baiklah, terimakasih sebelumnya sudah mau jemput saya.
Terimakasih kembali. Saya tidur dulu, Len. Good night. ^v^
Good night too.
Sehabis sms-an, Lena meletakkan ponselnya di meja dekat lemari pakaian. Dia berharap malam ini dapat bertemu Evan dalam mimpi.
******
Keesokan harinya di kantor, Lena bergegas masuk ke Ruang Akunting. Dia menyimpan tasnya di atas meja seperti biasa, lalu mengeluarkan ponsel dari dalam tas berwarna pink.
Sebelum memulai pekerjaan hari ini, Lena berencana mengirim sms pada Evan.
Lena juga ingin mengenal Evan lebih dekat, siapa tahu dia memang cocok dengan Evan. Walau sebenarnya Lena belum mau membuka hati untuk laki-laki lain karena masih belum bisa move on dari masa lalunya dengan Rendy.
Bahkan dia tidak ingin menikah setelah putus dari Rendy, tetapi orangtuanya selalu menyuruh untuk segera menikah.
Mereka tidak tahu kalau Lena trauma pada sebuah hubungan dan pernikahan. Lena sangat menyesal pernah mengenal dan menjalin hubungan dengan Rendy, yang sudah membuat hatinya terluka sampai sekarang.
Selama beberapa saat Lena melamun sambil menopang dagu, tatapan matanya kosong.
Semua mata di ruangan itu tertuju pada Lena, mereka mulai berbisik-bisik satu sama lain.
Anna, salah satu rekan kerja Lena, kesal mengetahui orang-orang sedang menggosipkan Lena, sahabatnya. Dia segera beranjak dari kursi dan menghampiri Lena yang masih melamun.
"Len ... kamu kenapa? Kok melamun begitu?" Anna mendekatkan wajahnya pada Lena.
Dia tidak menjawab pertanyaan Anna. Kali ini Anna memanggil sambil menggoyang-goyangkan tangan Lena, seketika dia tersadar dari lamunannya.
Lena melihat Anna sedang duduk di depannya dengan wajah kebingungan.
"An, kamu kok ada di sini?" tanyanya terkejut.
"Kamu sedang memikirkan apa sih? Sekarang masih jam kerja bukan jam istirahat," keluh Anna. "Ayo kerja jangan melamun terus."
"Iya, An.
"Besok lagi jangan melamun kayak barusan ya, nanti Bu Santi marah lho. Kamu tahu kan kalau di sini ada mata-matanya Bu Santi?" bisik Anna.
"Aku tahu, ya sudah aku kerja dulu," balas Lena pelan.
Setelah menasihati Lena, Anna kembali ke tempat duduknya. Sementara Lena teringat kalau tadi dia akan men-sms Evan untuk memberitahukan alamat rumah Lena.
Dia pun mengambil ponsel yang tergeletak dekat komputer, lalu mengirim pesan pada Evan.
Halo, Van. Kamu lagi sibuk gak? Saya mau memberitahukan alamat rumah saya di Jalan Rangga Sari no. 36 dekat Toko Kejora, ya.
Selama beberapa menit tidak ada balasan dari Evan. Lena pun menyimpan ponsel di dalam laci, lalu menyalakan komputernya.
Setengah jam kemudian ketika sedang mencari arsip keuangan di brankas dekat meja, ponsel Lena berbunyi. Dia bergegas mengambil ponselnya dari dalam laci.
Lena tersenyum waktu membaca sms dari Evan, kemudian dia berbalik menghadap ke dinding agar tidak ada yang tahu apa yang sedang dilakukannya saat itu.
Hai, makasih buat alamatnya. Nanti sore aku jemput jam setengah tujuh ya. See you.
Sama-sama. See you too, Van. ^.^
Sesudah sms-an dia kembali mencari arsip yang diminta oleh bosnya, Bu Santi.
***
Pukul 16.30 wib Lena tiba di rumah dan segera masuk ke kamar. Dia meletakkan tasnya di lantai, mengambil pakaian dan handuk bersih dari dalam lemari, kemudian bergegas menuju kamar mandi.
Sebelum mandi dia menyempatkan diri meminta ijin pada Ivana di dalam kamarnya karena sore itu orangtua Lena belum pulang dari pabrik mebel.
"Kak! Aku mau mengobrol sebentar sama kamu, boleh?" Dia bertanya agak kencang sambil mengetuk pintu kamar Ivana.
"Bolehh, masuk aja!" teriak Ivana dari dalam kamar
Lena membuka pintu dan menghampiri Ivana yang sedang menonton drama korea.
"Kak, sore ini aku mau pergi ke mall dengan Evan." Dia duduk di sebelah kakaknya.
"Siapa Evan? Temen kantor ya? Ehem ... ada yang mau kencan, nih." Ivana menggoda adiknya.
"Iya, teman kantor. Dia bekerja di bagian desain." Lena berbohong, dia tidak memberitahu kalau dirinya mengenal Evan dari Eva, ketua grup perjodohan.
"Aku boleh pergi sama Evan, gak?" tanya Lena ragu.
"Boleh, dong. Have fun, Len." Ivana menyemangati adiknya.
"Makasih, Kak. Aku mandi dulu, ya."
"Your welcome, Sis," balas Ivana.
Lena tersenyum gembira karena kakaknya mengijinkan dia kencan dengan Evan, sedangkan Ivana penasaran dengan teman kantornya Lena itu. Dia ingin tahu seperti apa wajah orang yang bernama Evan.
******
Tepat jam 6 sore ponsel Lena berbunyi, dia mengambil ponselnya di meja dan membaca sms Evan.
*Len, saya berangkat sekarang. Nanti kalau sudah sampai di depan rumah kamu, saya telepon kamu lagi.*
*Ya, Van.*
Sehabis sms-an, Lena menunggu Evan datang menjemput ke rumahnya.
Di tempat lain Evan sudah rapi dan bersiap-siap berangkat ke rumah Lena. Dia sudah meminta ijin kepada papanya untuk pergi kencan ke mall dengan Lena.
Evan mengenakan kemeja polos lengan pendek berwarna biru tua, celana jeans biru muda, dan sepatu kets. Sore ini mereka akan berkencan di mall.
Setengah jam kemudian Evan sampai di depan rumah Lena lalu meneleponnya. Ia pun berkenalan dengan Ivana saat bertemu langsung kakak Lena tersebut.
Ternyata pandangan pertama di antara mereka begitu berbeda, Evan melihat penampilan dan wajah Lena yang biasa saja, sementara Lena berpikir Evan adalah cowok kaku, sederhana, pendiam, ia juga mengendarai sebuah sedan hijau tua.
Akhirnya mereka pergi ke mall setelah berpamitan pada Ivana, Evan mengajak Lena makan malam di River Stone Cafe. Sepanjang kencan, yang ditanyakan Evan cuma seputar pekerjaan, kuliah, tipe cowok Lena dan sebagainya.
Sehabis makan malam, mereka berjalan jalan sebentar di mall sambil melihat buku buku Baru yang dipajang di toko buku mall itu.
Dia benar benar kaku sehingga Lena merasa sebal kepadanya, apalagi Evan juga cara berpakaiannya cukup unik menurut Lena.
Mengenakan syal dan jaket merah tua tebal padahal cuaca sedang panas panasnya malam itu. Saat mereka pulang, Evan pun diam saja tidak bicara dengan Lena, nampaknya dia grogi atau memang kaku sepertinya.
Dua orang introvert berkencan, bagaimana jadinya? Tentu Lena jadi sebal pada Evan.
*****