Known. Kota sejuta pengetahuan. Bukan tanpa alasan kota tersebut mendapat julukan demikian. Dikarenakan kota ini menyimpan banyak sekali ilmu dari tingkat dasar sampai tinggi. Tersimpan sempurna pada banyak buku di sebuah perpustakan besar nan luas yang dinamakan 'World of Library'. Tempat istimewa yang bisa dilihat dari penjuru bahkan di kejauhan luar kota.
Nevtor lekas turun dari kereta kuda setiba di dalam kota, berdekatan dengan gerbang masuk tanpa penjaga. Membayar pada sang kusir sesuai perjanjian. Kemudian berjalan seraya menoleh kiri - kanan mencoba mencari orang yang dimaksud oleh Ernaa.
Ia lupa menanyakan ciri, wajah atau pun jenis kelamin orang itu. Ini seperti mencari jarum dalam tumpukkan jerami. Meski bertanya sangat efektif, namun karena penampilan Nevtor mungkin akan mengundang rasa curiga. Buruknya, mereka akan melapor pada penjaga kota.
"Seharusnya aku menanyakan dulu detail tentangnya," keluhnya. Dia hanya bisa berspekulasi jikalau orang yang dicari berada pada perpustakaan di depan sana. Setidaknya ia berharap demikian.
Pemuda itu berjalan dihiruk - pikuk setapak perkotaan yang dipenuhi masyarakat yang membawa buku dari anak kecil hingga dewasa. Bahkan ada beberapa yang tengah asyik membaca di kursi panjang dari beton, berduaan dan lawan jenis.
Sungguh kota yang rajin dan harmonis.
Setelah jauh berjalan, Nevtor pun sampai di lokasi sunyi sepi dan minim penerangan, juga hanya ada sedikit orang berlalu lalang. Jika dirasakan tempat ini memiliki hawa yang berbeda. Lain kata mungkin rawan kejahatan. Tetapi Ia nampak tidak peduli. Pandangannya fokus tanpa menoleh seolah terkunci rapat.
Hingga setibanya di jalan bercabang langkahnya terhenti. Tatkala mendengar erangan kecil dari balik gang sempit yang terselimuti kegelapan.
Walau sedikit malas Nevtor pun akhirnya masuk ke dalam gang itu, perlahan - lahan. Benar - benar gelap namun masih kelihatan. Sampai ketika makin ke dalam, dia pun melihat sesuatu. Ada dua sosok orang, lelaki dan wanita. Sang lelaki yang tampak membekap mulut wanita berambut jingga sembari mencoba melilitkan tali ke kedua tangannya.
Sialnya, kaki Nevtor malah menendang sesuatu membuat pandangan lelaki itu seketika beralih padanya.
"Siapa itu?!" Serunya. Bola mata peraknya menyala dalam kegelapan. Menatap lekat netra ruby dan sapphire Nevtor yang dibalik tudung, membuat ia sontak ketakutan dan jatuh terduduk. Membiarkan sang wanita juga ikut terjatuh.
"Siapa kau?!" Lelaki itu mengacungkan jari telunjuk dengan gemetaran.
Sementara wanita di dekatnya lekas bangkit dan berlari menuju Nevtor meski ada rasa takut. Namun sayang, pergerakannya langsung terbungkam lantaran sang lelaki memegangi erat tangan kanannya. Dia pun mencoba berteriak tetapi langsung dibekap. Meronta - ronta juga tidak ada hasil karena cengkeraman lelaki itu sangat kuat.
"Aku tidak tahu siapa kau. Tapi jika tidak ada keperluan, pergilah!" Perintah lelaki itu seraya mundur perlahan, menyeret wanita yang masih dibekap.
Nevtor bergeming. Tak lama setelahnya dia pun membalikkan badan dan berjalan keluar dari gang. Dan si Lelaki pun lantas kembali mengikat kedua tangan sang wanita yang sudah tidak berdaya sembari mendengus nafsu.
Lalu ...
Buak!!
Tanpa disadari ada kaki melayang, menghantam tepat ke muka si Lelaki cabul tersebut, membuatnya terpental lalu mendarat terlentang. Sang wanita yang ikut kaget pun jatuh namun tubuhnya berhasil tangkap oleh seseorang yang tak lain adalah pemuda tadi yang pura - pura keluar gang.
"Cepat pergilah!" Titah Nevtor, ia melepaskan genggamannya pada wanita itu. Si Wanita mengganguk dan berlari keluar gang tanpa mengucapkan sepatah kata.
Sedangkan sang lelaki yang mendapatkan sebuah tendangan hingga wajahnya penuh debu dan sedikit darah itu segera bangkit. Dia membersihkan muka menggunakan punggung tangan, kemudian menatap penuh kesal.
"Beraninya kau mengganguku!! Memang apa masalahmu?!" Komentarnya ketus.
"Masalahnya adalah dirimu. Apa yang kau lakukan gelap - gelapan bersama seorang wanita di sini?"
"Itu bukan urusanmu!!!" Dia mengepalkan kedua tangan erat. "Karena kau ... sekarang mangsaku telah pergi!!!" Kemudian, tangan kanan mengambil sebuah senjata dari belakang dan menodongkannya ke arah Nevtor.
Netra heterochromia Nevtor menatap lamat - lamat sesuatu yang dipegang lelaki berambut perak itu. Sebuah senjata yang terlihat aneh. Berbentuk L menyamping dan terdapat lubang di depannya, juga pelatuk di bawah yang menempel dengan jari telunjuk.
"Jadi sekarang, aku akan membunuhmu!!!" Sambungnya. Mata nampak membidik area tubuh Nevtor yang fatal, jantung.
Dor!!
Bunyi keras terdengar. Bersamaan dengan asap putih, sebuah logam kecil dan runcing pun melesat cepat dari lubang senjata itu sesaat si lelaki menarik pelatuknya.
Nevtor yang kaget lekas menangkis dan membelah dua logam tersebut menggunakan pedang hitam yang ia sembunyikan di balik jubah.
"Senjata apa itu?" Ia bertanya - tanya.
"Ini?" Si Lelaki menunjuk senjata di tangan kanannya sambil tersenyum. "Nanti kuberitahu kalau kau sudah mati!" Dia menarik kembali pelatuk yang kali ini secara berulang - ulang.
Dor... dor... dor
Logam runcing mengalir deras dari lubang senjata itu, sepertinya berjumlah lima. Nevtor pun lekas memasang kuda - kuda, pedang dihadapkan menyamping, kemudian bilah pedang pun mulai membabat satu demi satu logam itu. Menyajikan ramainya sekitar dengan bunyi nyaring.
Gelak tawa terdengar dari mulut sang lelaki. Kemudian dia sekali lagi menarik pelatuk seraya berkomat - kamit. "Average Magic: Piercing Shoot!"
Sudut kiri bibir melengkung. Senjata di genggaman mengeluarkan aura putih, lalu dari lubang melesat logam runcing yang kali ini terselimuti warna perak. Meluncur sangat cepat dan menyala, membuat gang yang gelap gulita menjadi terang seakan ada banyak lampu.
Cringg!!
Logam tersebut beradu keras dengan pedang hitam dan terus mendorong satu sama lain. Mirisnya, benda itu berhasil menepis senjata si pemuda lalu menerjang menuju bagian tubuhnya. Namun keberuntungan berpihak pada Nevtor. Logam runcing itu hanya mengenai pipi kiri dan sedikit merobek tudung.
"Wow ... ternyata kau mampu membelokkanya ya. Hebat!" Puji lelaki itu. Ia kemudian memencet suatu tombol dari senjatanya dan keluar benda persegi panjang dari bawah. Seusainya, Ia pun memasukkan satu per satu logam runcing yang diambil dari saku celana ke dalam benda tersebut. Selesai terisi dia memasangkannya kembali dan menodongkan senjata itu lagi ke arah Nevtor.
"Baiklah, karena kau berhasil menangkis seranganku tadi maka akan kuberitahu," lanjutnya. "Ini merupakan pistol atau Senjata Api. Tetapi kunamai dengan sebutan 'Matilda'." Dia tersenyum merekah.
"Pistol? Senjata Api?"
"Yah, meski kujelaskan pun kau tidak akan paham. Sebab senjata ini tidak ada di data mana pun. Dengan kata lain, ' barang langka'."
"Begitu ya." Nevtor memasang kembali kuda - kudanya, lalu ...
Wuush ...
Dengan cepat ia tahu - tahu sudah ada di belakang sang lawan dan langsung mengayunkan pedang hitamnya.
"Hmph, kau pikir aku akan kaget?!"
Si Lelaki rupanya sudah menyadari. Dia lantas memutar tubuh begitu cepat dan mengarahkan senjatanya pada Nevtor, persis di dahi. Kemudian, telunjuk menarik pelatuk dan satu logam runcing pun keluar. Tetapi sayangnya tidak mengenai apapun, lantaran Nevtor berhasil menghindar sebelum benda itu melesat. Dia saat ini telah berada di titik buta kembali.
Akibatnya, kondisi itu memaksa si lelaki berambut perak tersebut harus berpikir ulang untuk menyelamatkan diri. Dia pun lantas mengambil belati hitam yang disembunyikan pada pinggul dengan tangan kiri lalu mengibaskan sayatan horizontal ke belakang.
Sett!!
"Apa?"
Sayang seribu sayang, serangannya tidak mengenai apapun lagi. Nevtor telah mengubah posisi, menunduk. Membuat lelaki itu panik sehingga ia mencoba mengambil jarak. Namun hal tersebut tidak biarkan. Nevtor secara cepat menendang betisnya hingga tersungkur dengan hidung lebih dulu mencium tanah.
Saat lelaki itu mencoba bangkit, ada sebuah logam tajam lebih dulu menunggu tepat di mukanya persis. Pasrah, mungkin pilihannya saat ini.
"Hmph, luar biasa juga reflekmu bisa menghindari tembakanku tadi." Dia menyeka darah yang keluar dari hidung.
"Mudah saja. Pada dasarnya senjatamu itu menggunakan logam runcing tadi untuk menyerang. Dan ketika aku melihatmu mengisi kembali benda itu yang jumlahnya hanya tiga, aku menduga kalau kau sudah kehabisan dan pasti ragu untuk menggunakannya lagi," jelas Nevtor.
Lelaki itu terkekeh. "Bukan hanya reflekmu, ternyata otakmu juga luar biasa," pujinya lirih. "Jadi apa yang kau tunggu? Bunuhlah aku! Lagi pula hidupku sama sekali tidak berguna." Lelaki itu mengepalkan tangannya erat. Ingin bangun tapi tidak bisa.
"Orang sepertiku seharusnya memang tidak ada. Orang yang selalu ditindas, direndahkan dan dikucilkan hanya karena fisikku ini," lanjutnya seraya tertawa lepas. Walau demikian terasa ada kekesalan berbalut kesedihan dalam perkataannya itu.
Nevtor terdiam lalu menarik pedangnya, dan dengan luwes memasukan kembali ke sarung. Kemudian menyodorkan tangan kanan, tanda mencoba membantu bangkit musuhnya itu.
Si lelaki berambut perak melirik lalu menyipitkan mata.
"Aku bisa merasakan apa yang kau rasakan," ujar Nevtor tanpa ekspresi.
'Bagaimana kau bisa mengatakan hal tersebut sedangkan dirimu memasang wajah seperti itu', pikir si lelaki begitu. Dia memalingkan wajah kemudian berkata, "Jangan membuatku tertawa. Atas dasar apa kau bisa merasakan apa yang kurasakan."
"Karena ... kita sama!" Balas Nevtor. "Orang yang selalu ditindas, dikucilkan dan direndahkan hanya karena kita berbeda dengan mereka."
Mata si Lelaki terbeliak. Meski tampang pemuda dihadapannya memang datar, namun apa yang dikatakannya tidaklah terasa penuh bohongan. "Kau juga sama sepertiku?" Gumamnya, dia menatap intens lawan bicaranya hingga membatu. Tidak terkira bahwa ada orang bernasib sama selain dirinya.
"Aku Nevtor!"
Mendengar perkenalan itu, si Lelaki tersadar dari lamunan. Dari reaksinya dia tampak tidak mengenali Nevtor sama sekali yang seorang buronan.
Dia meraih tangan Nevtor dan perlahan bangun. Sekarang tampilan terlihat jelas. Rambut perak menjuntai panjang sampai pinggul. Untuk seorang lelaki itu memang terkesan aneh. Kemudian ke bawah, ada perban putih yang menutupi leher sampai kaki. Juga baju biru muda lengan panjang yang tampak lusuh sekali.
"Aku Wash, salam kenal!"