Matahari sudah berpindah ke sisi barat. Langit pun berubah warna jingga, tanda hari telah berganti sore. Selain itu tampak juga beberapa gagak yang melintas di langit, membentuk skuadron.
Perlahan, Nevtor menuruni tangga aula depan perpustakaan. Ubin pada setiap tangganya memiliki dua corak yang berbeda. Berbentuk buku dan bunga tulip. Sedangkan sisi kiri dan kanan terdapat empat lampu yang pada bagian tiangnya terdapat ukiran tulip. Jelas sekali bahwa pemilik perpustakaan ini menyukai hal berbau bunga tulip dan pengetahuan.
Pada anak tangga terakhir langkah si pemuda terhenti. Dirinya harus bergegas mencari satu orang yang sebelumnya dibicarakan. Entah di mana dirinya sekarang.
Jalan umum? Tidak mungkin. Toko? Sangat tidak mungkin. Dia terus menerka hingga ada satu lokasi yang kemungkinan besar disinggahinya yakni ...
Gang sempit nan gelap.
Berasumsi demikian, Nevtor lantas melompat ke atap salah satu bangunan. Lebih efektif memang mencari seseorang dari ketinggian.
Dari bangunan ke bangunan lain, Ia terus melompat seraya sepasang mata sibuk memperhatikan gang yang bisa ditemukan. Namun dalam pencarian yang menghabiskan waktu berjam - jam itu nihil. Dia pun memutuskan henti sejenak sambil memandangi langit yang telah berganti gelap. Bahkan hawa dingin sudah mulai terasa. Menyebabkan tiap hembusan nafas pemuda itu mengeluarkan kepulan asap.
***
Langkah kaki dipercepat. Kedua netra menoleh kiri dan kanan, waspada terhadap apapun di sekitar. Kadang pun berpaling ke belakang ketika mendengar suara mengejutkan. Tidak ada habisnya perasaan takut dan cemas menggerogoti. Bodohnya dia malah memilih jalan lewat gang sempit begini. Gadis itu terus menyalahkan dirinya.
Sebelumnya dia baru saja pulang dari tempatnya bekerja. Karena jarak rumahnya cukup jauh maka dari itu ia memilih lewat gang ini. Awalnya perasaan gadis itu tenang - tenang saja. Namun dirinya mulai ketakutan saat merasa kalau ia tengah diikuti.
"Siapa itu?!" Wajah gadis itu berpaling cepat ke arah belakang saat mendengar suara keras. Setelah tahu bahwa itu hanya sebuah kaleng yang menggelinding beserta seekor tikus, dirinya bernafas lega kemudian memalingkan wajah kembali ke depan. Namun alangkah kagetnya dia ketika ada muka orang di hadapannya persis.
Terkesiap, sang gadis pun langsung jatuh terduduk. Jantung berdegup kencang dengan nafas yang tak beraturan.
"Surprise!"
Sesuatu yang takuti gadis itu akhirnya muncul. Sang Penculik, Wash. Tersenyum kegirangan karena menemukan mangsa baru sembari membawa seutas tali.
Sebab kejutan barusan, kini tubuh si gadis lemas dan gemetaran. Dia pun memilih merangkak untuk segera menjauh seraya meminta pertolongan cukup keras dengan suara parau, berharap bisa didengar oleh siapapun di dekat sini.
Sementara Wash hanya cekikikan melihat tingkah korbannya itu. Kemudian mulai berjalan mendekat seraya membentangkan tali di genggaman. "Hayo mau ke mana? Sini saja main sama Kakak!" Dia terkekeh lalu tersenyum lebar. Iris perak-nya yang menyala dalam kegelapan tampak menyeramkan.
"Woy lihat di sini ada penculik!"
Spontan, ada sergahan dari atap bangunan pada tempat Wash berpijak, membuatnya lari terbirit - birit meninggalkan sang gadis.
Lelaki itu berhenti tepat pada belokkan gang. Bersandar pada tembok sembari mengatur nafas. Berselang lama kemudian, dari atas seseorang mendadak melompat turun tepat dihadapannya, membuat Wash kembali terlonjak. Namun setelah tahu siapa itu dia bisa mengelus dada sembari dibaluti rasa jengkel.
"Ternyata kau lagi. Beraninya kau mengacaukan rencanaku untuk kedua kalinya," gerutunya masih dalam posisi bersandar.
"Maaf, soalnya aku ingin berbicara denganmu berdua." Tanpa ada rasa berdosa, Nevtor membalas ucapan lelaki itu dengan nada santai.
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Aku ingin kau ikut denganku melakukan perjalanan ke suatu tempat."
Sambil memasang wajah kesal, si Lelaki berambut perak itu beranjak dari posisi dan berjalan ke sisi kiri gang, kemudian berkata, "Maaf, tapi aku tidak tertarik dengan lelaki," balasnya sambil melambaikan tangan.
Nevtor bergeming dan berpikir. Memikirkan bagaimana cara supaya Wash bisa ikut. Beberapa detik kemudian akhirnya ide cemerlang pun terbesit di kepala. "Kau yakin? Padahal di sana banyak sekali wanita." Buruk sekali, dia harus berbohong untuk meyakinkan lelaki tersebut.
Mendengar ucapan menakjubkan itu, Wash langsung memalingkan wajah secepat kilat. "Kau yakin?"
Butuh waktu menit untuk menjawab. Meski ada rasa bersalah pada akhirnya Nevtor pun mengangguk. Lelaki berambut perak nan lusuh itu langsung berselebrasi, salto di tempat. Walau tampang Nevtor tidak meyakinkan karena datar, tidak membuat dia berpikir dua kali untuk memastikan ulang. Selama itu tentang wanita dia akan terus menerjang.
---
Kedua kaki yang bertelanjang, bergerak melompati atap demi atap, membiarkan lecet dan debu berbekas jelas di telapak. Namun tak mengapa sebab dirinya sudah terbiasa. Baginya berpindah tempat dengan cara seperti itu lebih aman ketimbang berjalan di jalan umum. Bisa gawat kalau ia tertangkap basah oleh para penjaga kota, atau yang lebih parahnya Titlelist.
Langkahnya terhenti setiba di sisi utara kota Known yang tampak sunyi. Usai dipastikan tidak ada orang satu pun yang lewat, lelaki berambut perak itu bergegas menuju sebuah rumah usang diikuti Nevtor di belakang.
Pintu dibuka dengan suara reyot. Kondisi di dalam rumah tersebut pun begitu miris. Dengan kayu - kayu berserakan di sekeliling dan banyak pula lubang pada dinding serta atap. Wajar saja sebab tempat ini sudah tak terurus.
"Kau tinggal di sini?" Nevtor bertanya sembari kedua mata beredar ke sekeliling.
"Tidak ...," Wash barjalan maju, samping perapian. Terdapat peti besar di sana, dia pun segera menggesernya kemudian berjongkok. Tangan kanan lalu mengangkat sebuah papan kayu besar, "... tapi di bawah sana. Sstt ... tapi jangan kasih tahu siapa pun, ok!" Pesannya seraya menempelkan jari telunjuk di bibir.
Nevtor berjalan mendekat, mencoba mengerti maksudnya. Yang rupanya benar, ada sebuah ruang rahasia atau lebih tepatnya ruang bawah tanah.
Keduanya lekas menuruni tangga yang berderit. Setelahnya, Wash mengambil kunci yang ia simpan di saku baju untuk membuka ruangan. Pintu dibuka, kondisinya agak gelap karena hanya diterangi tiga buah lentera yang menempel pada dinding dengan cahaya yang agak redup. Selain itu, ruangan ini juga tidak begitu luas mungkin hanya tujuh kali enam meter.
Tetapi yang mengejutkan dari tempat ini adalah benda - benda di sekitar. Ada beberapa rantai borgol yang ditancapkan pada dinding, meja kayu yang juga dipasangi borgol, lalu di dekat almari terdapat pula ball gag, lakban hitam dan beberapa tali tambang. Kesan ruang penyekapan yang terasa sangat kental. Cukup membuat ketakutan. Namun tidak bagi Nevtor. Dirinya hanya diam dengan raut datar.
Pemilik ruangan ini mengambil posisi duduk rileks pada kursi kayu. Menyandarkan kepala lalu merentangkan kedua tangannya ke atas dan berucap ceria, "Selamat datang di persembunyianku. Silahkan kalau mau beristirahat!"
'Beristirahat di sini? Yang benar saja!'
Nevtor lantas beranjak menaiki tangga lagi. Dia berpikir lebih nyaman dan aman tidur di atas.
"Hey, kau mau ke mana? Tenang saja, aku tidak akan melakukan hal macam - macam. Lagi pun aku tidak tertarik terhadap lelaki."
Namun, perkataan tersebut tidak membuat langkah pemuda berjubah itu berhenti. Dia terus naik hingga akhirnya sampai di atas. Tangan langsung menutup ruang rahasia itu lalu menghela nafas. Seusainya, Ia beranjak menuju sofa robek yang agak berdebu. Selesai membersihkan, dia pun menanggalkan jubah hitam dan menggantungnya pada stand hanger kemudian merebahkan tubuh dengan kedua tangan di belakang kepala.
Indra penglihatannya menatap langit - langit yang dipenuhi lubang. Tidak lama setelahnya mulai terpejam. "Mana mungkin tidur di tempat seperti itu, 'kan?" Tanyanya pada diri sendiri.