Chereads / Ratu Sejati / Chapter 2 - Mencuri Start

Chapter 2 - Mencuri Start

Gadis itu tengah duduk di tepi ranjang menatap pada jendela kaca besar di hadapannya. Pandangannya kosong. Dia tidak benar-benar melihat pada lapisan tembus pandang itu. Pikirannya berkelana, memutar otak dengan sebegitu keras begitu mendengar kabar tentang perjodohan dirinya.

"Aku akan menikah," gumam gadis itu mengulang informasi yang baru dia dapat beberapa menit yang lalu.

"Aku akan menikah dengan orang pilihan Papa. Aku akan menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal sebelumnya." Gadis itu menyugar rambut sebahunya.

"Ini pernikahan, Ya Tuhan. Ini akan berlangsung seumur hidup dan aku akan menjalaninya dengan orang yang tidak kukenal sebelumnya? Jangankan aku kehendaki, aku kenal saja tidak."

Dia menggeleng pelan. "Dulu ... aku pikir ini akan mudah. Dengan dijodohkan, aku tak perlu repot-repot mencari calon untukku. Tapi ... setelah aku benar-benar menghadapinya, ini sungguh tidak mudah. Bagaimana bisa aku mempercayakan keputusan tentang hidupku nantinya pada seseorang yang entah seperti apa itu?"

Tok ... tok ...

Ketukan pintu dengan nada yang terdengar ganjil itu membuat Regina menoleh dan menemukan Darwin di ambang pintu.

"Hai, Kak!" sapanya membuat Regina mendecak.

"Dari mana saja kamu?" tanya wanita itu membuat Darwin cengengesan.

"Biasa, Kak. Anak muda. Seperti kamu tidak tahu saja," jawab pria itu ikut duduk di tepi ranjang, sebelah Regina yang masih belum bergerak dari posisinya.

Aroma parfum wanita tercium dari jarak dekat. Darwin adiknya itu, terkadang membuat Regina geleng-geleng kepala, tak habis pikir.

"Waw, kamu sedang apa? Menatap kaca? Menatap pemandangan langit gelap dari sini? Tumben sekali. Regina yang kukenal tidak biasanya begini," ujar pria itu membuat Regina menghela napas.

"Diam, Dik. Pikiranku sedang runyam."

"Ada apa, sih? Sudah bukan jam kerja lagi, lho. Masih saja mikir pusing-pusing. Chill, Kak."

Regina menghela napas. Ditatapnya Darwin — adik laki-laki sekaligus saudara satu-satunya yang dia punya, dengan tatapan dalam.

"Ini bukan tentang kerjaan, Darwin. Ini tentang hidupku."

"Ada apa dengan hidupmu, memangnya?" Regina menggeleng pelan. Diam memilin jemarinya sendiri, Regina benar-benar terlihat serius sekali dalam berpikir. Hingga akhirnya dia menjentikkan jari, menatap Darwin dengan antusias.

"Dik, boleh aku minta bantuanmu?" tanya Regina pada akhirnya.

"Tergantung, ada upahnya atau tidak," jawab Darwin dengan raut wajah yang begitu menyebalkan. Ingin sekali Regina menepuk pipi pria itu keras. Sayangnya, jika Regina melakukan itu, jelas adiknya bisa marah dan enggan membantunya. Jadi, sebisa mungkin ditekanlah emosi wanita itu guna membujuk hati adiknya itu.

"Jadi begini, Win. Aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku."

"Ada imbalannya, tidak?"

"Kamu bisa tidak, sih, lakukan dulu permintaanku sebelum bahas soal upah?"

"Ya aku harus tau dulu, lah, apakah imbalan yang kuterima sepadan tidaknya dengan apa yang perlu kukerjakan. Kalau dari awal saja aku tidak tau apa yang kudapat, bagaimana bisa aku mengerahkan usahaku banyak-banyak?"

Regina menghela napas menatap adiknya. "Seharusnya, lakukan dulu secara maksimal pekerjaanmu. Kalau bagus pasti yang kamu dapatkan juga sesuai, kok."

"Kata siapa? Kenapa kamu yakin sekali, Kak? Seolah tidak hidup di dunia bisnis saja kamu ini. Bukankah sebagai bos, kita cenderung mencari keuntungan sebesar-besarnya dan mengeluarkan biaya produksi sekecil mungkin? Bukankah sudah menjadi adat kita mengesampingkan apresiasi dan meningkatkan eksploitasi?" Regina menggeleng menolak ucapan Darwin yang walau kenyataan memang begitu, tapi Regina tak terlalu setuju akan budaya itu.

"Sudah lah, Win. Kamu mau bantu atau tidak sebenarnya?!" Regina mulai jengkel. Melihat itu, Darwin menghela napas.

"Baiklah, apa yang kamu mau aku lakukan?" Regina langsung menatap adik laki-lakinya itu dengan tatapan berbinar.

"Benar, mau bantu?" Darwin mengangguk malas yang mana dibalas dengan tatapan penuh binar.

"Carikan aku info apapun soal Prabu Adhinatha Wijaya."

Darwin mengernyit alis mendengarnya. "Ini Prabu yang mana yang kamu maksud?" tanya Darwin keheranan.

"Prabu Adhinatha Wijaya, Win. Anak Prabu Aryasatya, pemilik Kingdom Grup."

"Pemilik hotel Kingdom yang tersebar di berbagai kota di Indonesia?" Regina mengangguk.

"Dia orang kaya, Kak. Orang terpandang, pebisnis terkenal. Kamu bisa cari beritanya di internet, 'kan? Aku rasa ada banyak yang membuat berita maupun artikel tentangnya."

"Aku mau berita akurat. Segalanya tentang dia yang asli. Latar belakang, kehidupannya, asmaranya, semuanya. Aku mau semua informasi tentang dia di mejaku lusa. Ya?"

"Gila kamu? Tidak mudah mengumpulkan informasi semacam itu dalam waktu sehari, Kak."

"Aku tidak mau tau, Darwin. Aku hanya peduli informasi itu sudah ada di mejaku, besok."

"Apa bayarannya sepadan?" Regina mengangguk. "Amat sepadan."

Pria itu menjentikkan jari. "Baiklah. Kupegang janjimu, Kak."

"Tapi ngomong-ngomong, kenapa kamu ingin tahu tentang dia?" tanya Darwin setelah diam lama.

"Kamu tidak tahu?"

"Tahu apa?" tanya Darwin tak mengerti.

"Adhinatha itu ... dia pria yang akan dijodohkan denganku." Ada hening lama hingga mata adik laki-lakinya terbeliak kaget.

"Kamu benar-benar dijodohkan, Kak?"

Mengangguk pelan, Regina beranjak berdiri menghampiri ponselnya di nakas.

"Papa baru saja mengatakan tadi. Akhir pekan ini kami akan bertemu untuk makan malam, sekalian perkenalan dengan Adhinatha itu." Menatap adiknya dengan tatapan sendu, Regina kembali duduk. "Maka dari itu, aku mau setidaknya mengetahui latar belakangnya dulu sebelum kami bertemu untuk kali pertamanya."

"Kamu mau curi start?" tembak Darwin membuat Regina menatap tak suka.

"Curi start apa, sih, Win? Aku hanya ingin tahu lebih cepat saja. Bukan curi start."

"Sama saja, Kak Gina. Kalian sama-sama posisi belum mengenal latar belakang, bukan? Terus kamu tiba-tiba memintaku mencari tahu apapun tentang dia. Menurutku sih, ini tidak fair."

"Jadi kamu tidak mau membantuku? Kamu menolak imbalan yang jarang-jarang kuberikan ini?"

"Aku mendukung keadilan, Kak." Darwin nyengir. "Lagipula ... uang dari gajiku masih lebih dari cukup."

"Imbalan yang aku tawarkan bukan uang, Win. Tapi sesuatu yang lebih dari itu." Regina tersenyum kecil membuat Darwin mengangkat alis tinggi-tinggi.

"Lantas? Apa imbalan yang kamu maksud?"

Tersenyum amat lebar, Regina menjawab, " imbalannya adalah satu buah permintaan. Akan aku beri satu permintaan, apapun itu."

"Sungguh?"

Mengangguk meyakinkan, Regina mengulurkan tangannya. Darwin terlihat berpikir keras, mempertimbangkan. Hingga senyum Regina terbit begitu adik laki-lakinya itu juga menguluran tangan, menyambut jabat tangannya.

"Jadi ... deal?"

"Oke, deal!"

*

"Kak! Kak!"

Regina sudah hafal betul manusia mana yang berani menerobos ruang kerjanya tanpa mengetuk pintu.

Mendongak, dia menemukan Darwin yang berjalan cepat dengan sebuah lebaran seperti kliping.

"Apa itu?" tanya Regina melihat Darwin yang cengengesan.

Darwin menggeleng-gelengkan kepalanya dengan senyum lebar. "Aku tidak habis pikir aku secerdas ini," pujinya membuat Regina kian mengernyit dalam.

"Apa sih, Win?"

"Aku patut diberi penghargaan, Kak."

"Aku tanya apa itu, Win?"

"Nah," ujarnya mengangsurkan kliping itu kepada Regina. Judul cover di kliping itu membuat Regina membelalakkan mata, terkejut bukan main.

"Sepak Terjang Prabu Adhinatha Wijaya, Calon Iparku." Itu yang tertulis di sana.

"Aku bisa selesaikan itu dalam waktu jauh lebih cepat dari waktu yang kamu berikan. Jadi, siap-siap saja imbalan terbaikmu untukku."

"Iya, iya. Sana pergi. Aku mau baca ini dulu."

"Kamu baca saja sekarang. Aku di sini. Aku ingin lihat reaksimu membaca ini, soalnya."

"Baiklah kalau begitu."

Menatap sampulnya Regina menyiapkan diri untuk membaca bait tiap bait isinya. Semoga ... semoga pria itu sesuai dengan ekspektasinya.