Plak!
Satu tamparan mulus tepat mengenai pipi Rex. Rex memegang pipinya yang memerah. Pedih. Kebas. Rasa bersalah dan penyesalan.
Luna marah. Ibu paruh baya itu emosi. Ia meluapkan emosinya karena kebodohan putranya. Ronald berusaha mencegah, tapi Luna tetaplah seorang ibu yang memiliki sikap keras kepala bila sedang emosi.
"Mom-"
"Kenapa kamu lakukan itu Rex?! KENAPA!"
"Mom mendidikmu dari kecil bukan menjadi seorang anak laki-laki yang pengecut!"
Rex tergagap. Berusaha menggapai pergelangan tangan mommynya. Berusaha untuk meminta maaf. Tapi Luna kecewa. Sehingga Luna pun menepis kasar tangan putranya dan menghindar.
"Kamu sudah bikin mommy dan Daddy mu malu! Kamu sudah bikin satu keluarga kita yang sudah jauh-jauh terbang ke Indonesia malu Rex!"
"Mom, aku.. aku bisa jelaskan-"
"Jelaskan apa?!" potong Luna cepat. Jelaskan kalau kamu sebenarnya tidak mencintai Aisyah?"
Luna tersenyum sinis. Ia bersedekap. "Ah atau kamu belum bisa melupakan Aifa?"
Seketika Rex terdiam. Kedua matanya membulat seketika. Hatinya sesak. Nama Aifa kembali membuatnya tidak tenang sejak terakhir kalinya wanita itu mengantar makanannya dan menatap kepergiannya beberapa hari yang lalu.
"Mom tidak pernah mengajarkanmu menjadi pria yang pengecut Rex." Air mata Luna pun meluruh di pipinya. Suaranya sangat lirih. Perasaan seorang ibu yang terpukul karena kebodohan putranya.
"Mom. Aku-"
"Tidak." Luna memundurkan langkahnya. Menolak putranya karena sudah terlanjur kecewa.
"Tidak semudah mengembalikan kata maaf jika kamu menyakiti seorang wanita apalagi meninggalkannya yang sudah mencintaimu."
"Kamu menorehkan luka untuknya. Kamu juga menorehkan luka pada mommy. Mom kecewa denganmu."
Luna membalikan badannya. Berjalan cepat kearah pintu dan secepat itu Rex mengejarnya hingga bersimpuh dengan memegang kedua kakinya.
"Mom! Ma-maafkan aku. A-aku salah. Iya aku tahu aku salah. Tolong maafkan aku."
Luna terdiam. Sebenarnya dia tetap akan menyayangi Rex sampai kapanpun. Air mata mengalir di pipinya. Luna menghapusnya. Lalu berkata tegas dengan Rex.
"Kalau kamu mau mendapatkan maaf dari mommy, pilih salah satu dari mereka. Aisyah atau Aifa. Jika sudah, ucapkan kata maaf dengan tulus dari salah satu mereka yang tidak kamu pilih."
"Cobalah untuk menjadi pria yang bertanggung jawab. Jangan lari dari kenyataan. Atau mommy tidak akan memaafkanmu sampai kapanpun."
Luna menepis kedua tangan Rex yang berada di kedua kakinya. Lalu melenggang pergi dengan amarah yang terpendam.
Dan Rex mengepalkan salah satu tangannya di balik saku jeansnya. Ia teringat ucapan mommynya beberapa jam sebelum ia melakukan penerbangan ke Turki.
Rex menatap Aifa dan Ray dari atas kamarnya di balik tirai jendela ketinggian beberapa meter dalam kamar hotelnya. Dan Rex bingung harus memulainya dari mana.
🦋🦋🦋🦋
Ray terkekeh geli ketika melihat Aifa yang sedang kebingungan. Wanita itu memang terlihat sok tahu. Seolah-olah seorang wanita yang sudah ahli dalam berbelanja kebutuhan bahan makanan di pasar.
Ray mendekatinya. "Sudah menemukan bahannya?"
Aifa tersentak. Ia terkejut. Menutupi rasa gengsinya, Aifa berdeham. "Em. Belum. Masih bingung."
"Bingung apa Kak?"
Aifa terdiam. Lalu Ray terkekeh geli. "Sudahlah kak. Ayo sama aku saja. Kita kesana. Aku akan tunjukan bahan-bahannya."
Dan Ray melenggang pergi. Aifa hanya mengenal napas panjang. Tapi ia bisa apa? Kenyatannya memang dia tidak bisa berbelanja di pasar.
Ray sudah memilih beberapa bahan masakan untuk membuat kebab sederhana mereka nanti.
Sementara tanpa mereka sadari, Franklin tetap menjaga kakaknya dari kejauhan. Memastikan bila kakaknya itu baik-baik saja dengan menghibur diri sambil membawa kamera SLR ditangannya untuk memfoto hal-hal bagus di sekitarnya.
Aifa menatap Ray yang dengan cekatan melakukan tawar menawar dengan salah satu penjual. Bahasa Turki yang di gunakan Ray cukup lancar.
Sesekali Ray tersenyum tipis. Aifa menatapnya lekat. Tiba-tiba hatinya merasa suka hanya melihat senyuman Ray. Lalu tanpa sengaja Ray menatap Aifa balik.
Aifa terkejut karena ketangkapan basah menatap Ray. Seketika Aifa memalingkan wajahnya kelain. Lalu semudah itu efek yang di rasakan Ray setelah itu dengan jantungnya yang berdegup kencang.
Wajah Aifa merona merah. Ia pun mengabaikannya dan segera mendekati Ray.
"Ray sudah selesai?"
"Sudah." senyum Ray. Lagi. Senyum itu. Senyum tulus yang paling sering di peruntukan untuknya. "Kakak lelah?"
Aifa menggeleng. "Aifa haus."
Ray berjalan diikuti Aifa yang ada disebelahnya. Tetap menjaga jarak. Tapi membuat Ray bahagia. Bahagia bisa bersama dengan seorang wanita yang ia cintai sejak dulu.
"Yaudah kakak mau minum apa? Disini banyak restoran atau cafe. "
"Terserah. Aifa ikut Ray aja."
Ray hanya mengangguk dan kembali berjalan bertepatan saat suara adzan di ponsel Ray terdengar.
"Tapi sebelum itu kita cari mesjid dulu"
"Iya Ray yang baik hati dan tidak sombong."
Ray terkekeh geli. "Kakak wanita cantik. Solehah. Sholat kewajiban kita."
Lalu Aifa terdiam. Aifa membiarkan Ray berjalan terlebih dahulu. Aifa merasa hatinya sedikit tersentuh. Ray mengajaknya sholat. Mengingatkanmya tentang ibadah. Tapi ia tidak pernah mendapatkan hal itu dari Rex. Aifa menatap Ray dari kejauhan.
"Kak! Kok melamun?" teriak Ray dari kejauhan.
"Ha?"
"Ayo cepat! Allah memanggil kita."
Dan Aifa segera berjalan cepat. Tapi tidak menyembunyikan raut wajah senyum malu-malunya.
🦋🦋🦋🦋
Hayoo, yang mulai mikir ini itu soal Aifa. Soal Ray. Kesel sama Rex.
Atau mungkin mulai menerka-nerka
🤣🤣🤣
Tapi, makasih. Tandanya kalian perduli dengan Aifa ❤️
Sehat selalu buat kalian ya.
With Love 💋
LiaRezaVahlefi
lia_rezaa_vahlefii