"Kukira aku telah salah mengenali seseorang, ternyata tidak."
Ucapan seorang remaja pada Aletha dengan nada yang terbilang ramah itu berhasil menciptakan kerutan dalam di dahi Aletha.
"Siapa, ya?" Tanya Aletha bingung.
"Kau lupa denganku bibi? Padahal aku bisa mengenalimu dirimu meski posisi tubuhmu membelakangiku." Ucapnya.
Aletha langsung mengingatnya saat remaja tersebut menyebutnya dengan panggilan bibi. Seingat Aletha ia sudah berkata pada remaja tersebut bahwa ia tak suka dengan panggilan tersebut, namun tampaknya remaja itu mengabaikannya.
"Aletha." Ucap Aletha singkat disertai tatapan mata tajam pada remaja itu.
"Maksudnya?" Tanya remaja itu.
"kalau kamu merasa keberatan untuk memanggilku kakak, lebih baik panggil aku Aletha saja." Ucap Aletha memberikan penawarannya.
"Tapi itu terdengar tidak sopan sekali, bibi." Ucapnya terdengar begitu memuakkan dalam pendengaran Aletha.
"Lupakan saja. Ngomong-ngomong, ada urusan apa yang membuatmu berkeliaran selarut ini, Alejandro?" Tanya Aletha pada Alejandro.
Alih-alih menjawab pertanyaan Aletha, Alejandro malah bertepuk tangan senang karena wanita itu masih dapat mengingat namanya.
"Senang sekali rasanya bibi masih mengenali namaku dengan baik." Ucap Alejandro.
"Memangnya siapa yang bisa lupa dengan remaja tengil sepertimu?" Tanya Aletha.
"Lupakan saja! Kau pasti sedang mengalihkan pembicaraan, ya? Sebelumnya aku sudah bertanya padamu, alasan apa yang membawamu kemari?" Tanya Aletha pada Alejandro yang terlihat begitu santai dengan memakai t-shirt hitam yang ia padu padankan dengan jaket kulit, serta ripped jeans yang Aletha yakini akan membuatnya terlihat seperti gembel namun entah mengapa justru sangat modis jika dikenakan oleh Alejandro. Ternyata benar jika paras dan postur tubuh sangat berpengaruh dan remaja di depan Aletha adalah contoh nyatanya.
"Sudah selesai mengamatinya, bibi Aletha?" Tanya Alejandro pada Aletha yang terlihat sibuk meneliti penampilannya dari atas ke bawah dengan pandangan menilai.
"Aku tak melakukan apapun." Ucap Aletha.
Bibi sepertinya sedang menunggu seseorang, ya? Atau mungkin sesuatu?" Tanya Alejandro yang dinilai Aletha terlalu ingin tahu dengan apa yang ia lakukan.
"Harusnya aku yang bertanya padamu apa yang sedang kau lakukan di malam selarut ini, sekarang, kenapa malah kau yang penasarannya denganku?" Tanya Aletha.
"Memangnya tidak boleh?" Tanya Alejandro santai.
"Tidak! Kau terlalu kecil untuk tahu masalah apa yang terjadi dengan orang dewasa." Ucap Aletha dengan nada yang sedikit meremehkan.
"Terserah bibi saja mau bicara apa, tapi... tunggu... sepertinya aku mencium sesuatu yang menguar dari tubuhmu." Ucap Alejandro seraya mengendus tubuh Aletha.
"Apa yang kau lakukan bocah tengil?! Ini pelecehan namanya!" Ucap Aletha sembari memundurkan tubuhnya menjauh dari Alejandro karena merasa risih akan kedekatan tubuh mereka.
"Ternyata bibi tak selugu yang kukira." Ucap Alejandro yang bagai teka-teki untuk Aletha karena wanita itu yang tak dapat memahami maksud dari kalimatnya.
"Aku sudah 21+, jadi aku bisa melakukan hal apapun yang bahkan bocah tengil sepertimu tak bisa lakukan." Ucap Aletha dengan senyum jumawanya.
"Sombong sekali. Tapi kalau tak salah terka, sepertinya bibi habis dari night club?" Ucap Alejandro bernada tanya, remaja itu tak sepenuhnya yakin dengan ucapannya sendiri.
"Kalau iya, kenapa?" Tanya Aletha.
"Kenapa kita terjebak dalam perdebatan remeh begini." Ucap Alejandro yang sepertinya kalah dalam beradu argumentasi melawan Aletha.
"Iya juga." Ucap Aletha menyetujui.
"Bibi mau diantar pulang?" Tanya Alejandro.
"Ternyata aku sudah salah dalam menilaimu, kukira kau adalah remaja tengil tak tahu sopan santun." Ucap Aletha.
"Jawabannya iya, atau tidak?" Tanya Alejandro kembali.
Sangat terlihat jelas jika Aletha sedang menimang tawaran Alejandro.
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri." Ucap Aletha, ia memutuskan untuk menolak tawaran Alejandro.
"Kau yakin? Sampai kapan kau akan menunggu taksi kosong yang lewat sini?" Tanya Alejandro.
"Kau tahu?" Tanya Aletha merasa takjub.
"Tentu saja! Memangnya alasan apalagi yang bisa membuat bibi tetap disini selain alasan itu?" Tanya Alejandro.
"Bagaimana?" Tanya Alejandro kembali.
"Baiklah! Aku akan ikut denganmu." Ucap Aletha, ia memutuskan untuk ikut pulang bersama Alejandro daripada menunggu kedatangan taksi kosong yang tak kunjung tiba. Bahkan sepanjang ia dan Alejandro bicara panjang lebar pun tak ada satupun yang kosong, semuanya penuh oleh penumpang.
"Ayo!" Ajak Alejandro singkat seraya membukakan pintu depan mobil untuk Aletha duduk.
Alih-alih masuk ke dalam mobil dan mendudukkan dirinya, Aletha malah memicingkan matanya penuh tanya pada Alejandro yang ia rasa kelewat baik.
"Pasti kebaikanmu bukan tanpa sebab, 'kan?" Tanya Aletha penuh nada kecurigaan.
"Bibi ini kenapa paranoid sekali? Aku hanya bermaksud baik untuk memberikan tumpangan pada wanita yang masih berkeliaran di malam yang begitu larut ini." Ucap Alejandro.
"Begitulah?" Tanya Aletha tak yakin.
"Astaga kenapa dari tadi banyak bicara sekali! Ayo cepatlah naik!" Ucap Alejandro tak sabar.
"Iya aku tahu! Tak usah mendorongku!" Ucap Aletha tak terima karena tubuhnya di dorong-dorong agar segera masuk ke mobil.
"Maafkan aku bibi, kalau tak seperti ini, pasti kau akan terus mengajakku berdebat dan kita tak jadi pulang." Ucap Alejandro dengan permintaan maafnya yang tak terdengar tulus dalam pendengaran Aletha.
Aletha melipatkan tangannya di dada tanpa menyahuti perkataan Alejandro, rasanya malas sekali.
"Bibi tinggal dimana?" Tanya Alejandro pada Aletha yang sedari tadi mengatupkan rapat-rapat bibirnya.
"Aku tinggal di kost Wisma Griya Arista." Ucap Aletha singkat dan berhasil menciptakan rasa kaget dalam diri Alejandro.
"For real?" Tanya Alejandro kaget.
"Aku tak tahu bagian mana yang terdengar aneh hingga kau bereaksi seperti itu." Tanya Aletha, ia memakukan pandangannya pada Alejandro yang terlihat tak percaya.
"Untuk wanita karir sepertimu aku kira akan memiliki home land atau setidaknya apartemen sendiri dan bukannya kost?" Ucap Alejandro.
"Bocah, aku beritahu, ya! Aku ini adalah seorang wanita dengan karir yang tak segemilang itu hingga mampu untuk membeli sebuah unit apartemen atau bahkan rumah tapak sendiri." Ucap Aletha.
"Aku tak yakin jika bibi benar-benar tak memiliki fasilitas itu, atau minimal mobil, mungkin?" Ucap Alejandro.
Dalam sesaat Aletha mengatupkan bibirnya tanpa kata, wanita tersebut seolah berpikir bahasa apa yang harus ia gunakan agar seorang remaja bernama Alejandro dapat memahami jika pendapatan untuk budak cooperate sepertinya tidaklah se-fantastis itu.
"Sekarang aku bertanya padamu, apa yang menyebabkan dirimu bisa berpikir aku bisa memiliki semua hal itu bahkan dengan statusku yang hanya seorang budak cooperate?" Tanya Aletha penasaran.
"Apa bibi tak membuka mata dan melihat ke arah sekitar? Kukira akan ada banyak wanita di luaran sana yang akan dengan mudahnya mendapatkan semua privilege itu." Ucap Alejandro panjang lebar yang berhasil menyadarkan Aletha bahwa sedari tadi remaja itu memang sengaja mengorek informasi pribadi dirinya namun entah untuk alasan apa.