Pagi ini Pram sudah bersiap untuk kerja di bengkel lagi, karena hanya itu yang sekarang bisa ia kerjakan. Zafa juga tidak menuntut dirinya harus kerja di perusahaan. Sebelum kerja pria itu akan memasukan lamaran ke beberapa perusahan swasta, walaupun dia lulusan S1 tidak menjamin mudah mendapat pekerjaan.
Pram mulai mengendarai motornya untuk mencari kerja, hingga ia melihat ada kamar kos, pria itu menghentikan kendaraannya tepat di depan rumah bertuliskan "Terima kos pasutri".
Pram mengetuk pintu rumah di sebelahnya, tidak lama pintu terbuka keluar wanita paruh paya tersenyum menatap Pram.
"Ada yang bisa Ibu bantu, Nak?" tanya wanita itu.
"Maaf, apa kamar itu masih di sewakan?" tanya Pram.
Wanita itu tersenyum dan menganggukan kepalanya, Pram merasa lega dan berkata."Berapa perbulannya, Bu?"
"Lima ratus ribu saja, Nak. Apa mau lihat dulu?" tanya wanita itu.
"Iya Bu," jawa Pram.
Kini keduanya sudah berada di kamar kos, ada kamar satu dan ruang tamu yang di sekat dengan dapur serta kamar mandi.
"Bagaimana, Nak?" tanya Ibu itu lagi.
"Iya saya mau, Bu. Ini saya bayar dua bulan langsung," kata Pram berharap Zafa mau tinggal di kos yang lumayan bersih.
Wanita itu segera membuat kwitansi dan menyerahkan kunci kepada
Pram, tak lama pria itu pamit, tapi sebelumnya mengirimkan pesan kepada istrinya untuk membereskan pakaian Zafa, karena sore ini akan membawa istrinya pindah.
Pram meninggalkan kos yang akan ia jadikan untuk tempat tinggalnya nanti bersama istrinya. Kini pria itu langsung menuju dimana ia mencari nafkah untuk Zafa. Sesampai di bengkel ia langsung mengganti bajunya dengan seragam dinasnya.
Faisal yang melihat sahabatnya itu sudah datang tersenyum, ia tahu kalau Pram mencari kerja dan kos untuk tempat tinggalnya. Jujur ia sebagai sahabat sejak SMA merasa sedih atas apa yang terjadi siang kemarin.
"Bagaimana?" tanya Faisal.
"Ahmadullah sudah dapat kosnya," jawab Pram sambil tersenyum.
"Yang penting istrimu mau tinggal dan ikut bersamamu saat seperti ini," kata Faisal.
Pram tertegun, mungkin orang yang melihat Zafa akan menganggapnya dia anak orang kaya dan sukses, tanpa mereka tahu apa yang dirasakan istrinya itu. Tinggal bersama ibu tiri yang sama sekali tidak menyayanginya.
Pram berjanji akan membahagiakan Zafa dan anak-anaknya kelak, sekarang ia akan berkerja keras untuk istri tercintanya itu. Mungkin benar yang dikatakan sahabatnya tadi ia merasa beruntung karena bisa memiliki istri yang cantik dan pengertian seperti Zafa.
Pram hari ini pulang cepat karena rencana akan pindah ke kosnya, pria itu meminjam mobil Faisal untuk membawa barang-barang istrinya nanti. Tepat pukul empat sore ia sampai di depan rumah mertuanya. Ia heran karena mobil Ayah Raka sudah ada di depan rumah, itu artinya sekarang keluarganya lengkap.
"Assalamualaikum," kata Pram sambil masuk.
Pram terkejut saat sampai ruang keluarga Zafa sudah menangis dengan menundukan kepalanya sedangkan Ayah dan Ibu mertuanya menatap dirinya tajam.
"Ada apa ini?" tanya Pram.
"Kamu itu belum kerja, Pram. Mau kasih makan apa anak Ayah nanti, hah!" bentak Ayah kepada Pram.
"Maaf, tapi ini sudah menjadi keputusan kami untuk mandiri, Yah!" kata Pram sambil mengemgam tangan Zafa yang bergetar.
"Zafa Ayah bertanya sekali lagi, kamu mau ikut Ayah atau suamimu yang tidak ada apa-apanya itu!" Suara Ayah Raka bagai pisau yang langsung mengenai hati Zafa.
Zafa mengusap air matanya, netra hitam indah itu menatap wajah Ayahnya yang dari dulu ia rindukan, walaupun saat bundanya pergi ia baru ikut pria itu, tetapi sekarang ia harus memilih karena merasa kalau dirinya bukan tanggung jawab Ayahnya lagi melainkan suaminya.
"Maaf, Yah. Izinkan Zafa untuk berbakti kepada suami," kata Zafa di tengah-tengah isak tangisnya.
Pram menarik napas lega, tetapi ada rasa salah dalam hatinya, bagaimana tidak istrinya itu baru bisa merasakan kehangatan kasih sayang dari ayah kandungnya sendiri. Namun, kini harus berpisah karena akan mengikuti dirinya.
"Ingat Zafa, sekali kamu keluar dari pintu, jangan pernah kembali lagi!" ancam Ayah Raka.
Zafa mengambil tas kecil sedangkan kardus tiga yang berisi baju dan barang-barang di angkat oleh Pram. Melihat Zafa akan angkat kaki dari rumah Ibu Tika tersenyum bahagia karena ini dari dulu yang diinginkannya.
Setelah semuanya barang-barang Zafa sudah masuk mobil, Pram dan istrinya pamit kepada Ayah dan Ibu, tetapi sayangnya pria paruh baya itu menepis tangan Pram dan Zafa yang hendak pamit.
Hati Zafa begitu sakit, karena Ayahnya begitu marah pada dirinya. Ia dan suaminya berjalan dan berbalik menatap Ayahnya. Namun, Pria paruh baya itu sama sekali tidak menatapnya.
Pram mengajak istrinya segera naik mobil, karena matahari sudah akan tenggelam dalam peraduannya. Air mata Zafa mengalir begitu saja saat matanya beradu dengan kedua mata pria paruh baya itu. Ingin rasanya ia memeluk tubuh Ayahnya, tetapi takut kalau akan ditolaknya lagi.
Zafa membalikan badannya dan masuk mobil, wanita itu memantapkan hati untuk mengikuti suaminya dan meninggalkan Ayah yang begitu disayanginya.
Ayah Raka yakin, Zafa akan kembali lagi karena ia tahu putrinya itu suka belanja dari cerita sang istri. Tanpa pria itu ketahui kalau Zafa putrinya tidak pernah diberikan uang oleh istrinya, hingga Zafa harus berkerja paruh waktu.
Zafa dan Pram sama-sama mendapatkan Beasiswa dari kampusnya, hingga keduanya hanya akan mencari uang untuk kebutuhan pribadinya saja. Zafa dan suaminya kini sudah sampai di kos. Senyum wanita itu mengembang saat tahu kalau tempat tinggalnya milik Wak Imah.
"Kamu kenapa?" tanya Pram sambil menurunkan barang-barangnya.
"Mas, tunggu sebantar ya. Aku mau ketemu pemilik kos dulu," kata Zafa.
"Sayang, kunci sudah sama aku!" teriak Pram karena istri berlari kecil menuju rumah di sebelahnya.
Zafa langsung memeluk wanita paruh baya itu dengan erat, lagi-lagi air matanya mengalir begitu deras membasahi kedua pipinya. Wak Imah terkejut karena anaknya kembali, keduanya menangis sambil berpelukan.
"Kamu datang sama siapa?" tanya Wak Imah.
"Sama suamiku," jawab Zafa sambil menarik tangan keriput itu untuk ia kenalkan dengan Pram.
"Mas, kenalkan Ini Wak Imah!" kata Zafa tersenyum.
Pram hanya tersenyum, karena dia sudah kenal, tetapi tidak tahu kalau wanita paruh baya itu yang merawat Zafa dari kecil karena di tinggal kerja oleh Bundanya.
"Mak, besok kita jualan kue lagi ya," kata Zafa membuat wanita paruh baya itu tersenyum dan mengangguk.
"Kamu mau jualan kue, Zafa?" tanya Pram sambil duduk karena merasa lelah.
"Boleh ya Mas, sekalian aku keliling mencari kerja," bujuk Zafa kepada suaminya.
Pram hanya menarik napas dalam, ia takut kalau sampai istrinya meninggalkan dirinya karena tidak kuat hidup susah dengannya.
bersambung ya.