"Grande Apartemen?" Tanya Jeni heran sambil melirik ke arah Steven dengan murung.
Steven tak peduli, ia segera turun dari mobilnya, berbeda dengan Jeni yang masih duduk diam di mobil, ia enggan turun. Jeni berpikir negatif tentang Steven.
Steven mengernyitkan dahi saat beberapa menit menunggu Jeni yang masih anteng di dalam mobilnya hingga ia mengetuk jendela mobilnya sendiri agar Jeni segera turun, tapi pikiran Jeni sudah mengembara kemana-mana, berpikir negatif, ia trauma dengan kejadian beberapa bulan lalu saat Louis tiba-tiba mengajaknya ke apartemen, hingga membuahkan janin sekarang.
"Kenapa kamu tidak turun?" tanya Steven sedikit kesal karena ia harus kembali ke mobil dan menengok Jeni.
Jeni menggeleng, wajahnya merah dan murung, ia ingin sekali menangis.
Steven menghela nafas, melalui sorot mata Jeni yang seperti orang ketakutan, Steven segera tahu isi pikiran Jeni.