"Oh iyaaa," gumam Mursal menjawab, masih sambil menghirup aroma rambut istrinya yang sangat wangi baginya.
Aini mendelik menatapnya yang santai sekali. "Subuh, Pak ..."
"Sa- Aku tahu."
Aini tertawa kecil, seraya mendongak pada sang suami yang tampak tersenyum.
"Wudhulah, cepat ..."
Aini mengernyit, melihatnya yang langsung melepas pelukan dan menyalakan wastafel untuk mencuci wajah.
"Bapak kenapa?"
Mursal menggeleng pelan. "Tidak ada, saya baik-baik saja."
Aini yang mendengarnya tersenyum lalu mulai menyalakan kran air yang harus mati akibat ulah Mursal tadi. Dan Mursal, pria itu menatap istrinya sejenak lalu menyangga tangannya sambil menghela napas dalam-dalam.
Dia tak bisa begini, dia tak bisa. Ditahannya semua perasaan yang terasa mulai mengungkung dirinya. Aini sudah jadi istrinya, dia akui itu. Dan setiap kali dia menyentuh tubuhnya, seakan ada tuntutan yang terjadi padanya yang memintanya agar menuntut lebih.