Ketika anak baru masuk kedalam kelas, satu kelas pun menjadi begitu heboh. Para kaum hawa memuji ketampanannya begitupun dengan kaum Adam meski mereka juga tidak suka dengan kehadiran anak baru tersebut. Bahkan Renata juga memuji anak baru itu, sedangkan Hana. Ia bersikap biasa saja melihat anak tersebut.
"Wah anak baru itu sangat tampan! yakin, pasti jadi rebutan satu sekolah. Ya gak, Hana?" ujar Renata seraya menoleh kearah belakangnya yakni kearah Hana.
"Hmm. Di dunia ini banyak pria yang lebih tampan darinya, pria tertampan di dunia saja aku tidak menyukainya apalagi dia yang belum ada apa-apanya," ketus Hana.
"Ish kau nih! tak pernah memuji orang sedikitpun bahkan sahabatnya sendiri pun tak pernah dipuji," ucap Renata yang kemudian menatap kearah depan. Terlihat, anak baru tersebut bersikap dingin kepada satu kelas yang sedang membicarakannya. Anak baru tersebut sedari tadi menatap kearah Hana. Bahkan ia tidak berpaling sedikitpun! anak itu terus-menerus menatap kearah Hana.
Renata yang menyadari hal itupun kembali mengobrol dengan Hana yang justru sempat-sempatnya mengarang cerita. Sejak kecil Hana adalah seorang penulis sehingga ia lebih mementingkan hobinya yang menghasilkan uang dibandingkan bergaul dengan teman-teman disekitarnya.
"Hana, anak baru itu memperhatikan kamu sejak dia masuk kelas loh," bisik Renata.
"Terus? kenapa?" tanya Hana yang terlihat tak peduli. Wajah Renata pun berubah menjadi masam karena melihat tingkah laku sahabatnya yang dingin sekali seperti es batu. Bahkan saking dinginnya seperti cuaca di kutub Utara.
"Hmm, Nak. Silahkan perkenalkan dirimu ke teman-teman," pinta Jane, guru yang kini mengajar kelas Hana. Anak baru tersebut berjalan satu langkah kemudian ia berdiri tegap dengan wajah datar.
"Saya Leon, anak baru di sekolah ini," tegas Leon. Siswa-siswi yang ada dikelas itu kembali menggosipkannya. Sedangkan Hana tetap tidak peduli dengan apa yang terjadi.
"Hmm baiklah Leon, kamu duduk di kursi yang kosong ya. Hmm tunggu! kursi yang kosong itu ada dibelakang. Leon kamu duduk di sana ya," Jane menunjuk kearah bangku yang kosong, bangku tersebut tepat disebelah kiri Hana. Leon tersenyum tipis dan ia berjalan menuju bangku yang kosong.
Leon pun duduk di samping Hana dan melihat Hana yang sedang mengarang cerita di buku tulis.
"Hai, namaku Leon. Salam kenal ya, Hana!" ujar Leon. Hana pun terdiam ketika Leon memanggilnya Hana.
"Bagaimana kamu bisa tahu namaku padahal kamu saja belum mengenalku?!" tanya Hana yang tatapan matanya tetap kearah buku.
"Ah tadi aku sempat mendengar dia memanggilmu Hana!" Leon menunjuk kearah Renata. Renata pun diam mematung ketika dirinya ditunjuk oleh Leon.
"Oh begitu," singkat Hana. Leon hanya tersenyum melihat tingkah laku Hana yang begitu dingin, iapun mengeluarkan buku tulisnya dan kelas pun dimulai.
Saat sedang belajar, Leon mencoba mencairkan suasana, agar ia bisa lebih dekat dengan Hana. Namun usahanya hanyalah sia-sia karena justru saat Leon ingin membantu Hana, bekerjasama dengan Hana, dan aktivitas lainnya, Hana justru memilih mengerjakannya sendiri. Bahkan tanpa bantuan Renata.
Beberapa jam kemudian...
Bel istirahat berbunyi. Jane pun menghentikan pembelajaran dan membiarkan siswa-siswi nya beristirahat. Setelah itu baru pelajaran kembali dilanjut.
Seluruh siswa keluar dari dalam kelas dan berjalan menuju kantin, perpustakaan dan ada juga yang menuju lapangan. Hana dan Renata keluar ketika seluruh teman-temannya sudah tiada didalam kelas. Ya meskipun masih ada Leon didalamnya.
Hana dan Renata memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Karena mereka berdua mempunyai buku favorit yang ada disana.
"Kira-kira kita bacanya ulang dari halaman pertama atau bagaimana? soalnya aku lupa dimana bab terakhir yang kita baca," tanya Renata seraya berjalan berdampingan dengan Hana.
"Kita lanjutkan saja baca bab yang kemarin, tidak perlu mengulangnya. Aku masih ingat bab mana yang terakhir kita baca," jawab Hana dengan dingin.
"Baiklah kalau begitu, untung saja kamu ingat. Kalau misalnya tidak, bisa-bisa mataku merah nih," ujar Renata. Hana tidak menjawab. Saat mereka baru saja selesai berbicara, mereka melihat pemandangan yang begitu buruk yakni pemandangan dimana siswi lemah dibully oleh siswa-siswa kejam. Tidak tanggung-tanggung, mereka berani membully yang lemah ditengah keramaian.
Hana dan Renata sempat menghentikan langkahnya saat mereka berdua melihat hal itu. Saat mereka berdua diam memperhatikan, Leon keluar dari kelasnya dan mengintip Hana serta Renata.
"Apa yang akan dia lakukan? apakah dia ikut membully anak itu juga?" batin Leon.
Renata terlihat merasa kasihan dengan siswi yang sedang dibully dengan kejam oleh orang-orang pengecut yang bisanya menindas orang yang lemah.
"Kasihan dia! memang benar-benar keterlaluan yang namanya geng ular! mereka selalu saja menindas orang yang lemah!" umpat Renata. Hana tetap diam dengan wajah datarnya.
Kemudian ia kembali berjalan yang disusul oleh Renata. Saat Hana berjalan melewati siswa-siswa yang sedang sibuk membully, salah satu dari mereka menjambak rambut Hana dengan kencang. Renata begitu terkejut melihat sahabatnya yang dijambak.
"Jangan sakiti dia!" teriak Renata. Siswa yang menjambak Hana pun menatap kearah Renata kemudian mendorong Renata hingga jatuh tersungkur. Kini Charlie, si tukang bully kembali berfokus kepada Hana yang sedang ia jambak rambutnya.
"Hai wakil ketua kelas yang tak berguna! sudah lama juga kita tidak bertemu ya," kata Charlie dengan senyum psikopatnya. Leon yang melihat itu ingin bertindak namun ia berusaha mengontrol dirinya. Ia ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh Hana.
Hana tidak menjawab. Ia hanya menatap wajah Charlie dengan datar. Tidak ada ekspresi kesakitan yang ditunjukkannya.
"Hei! kau bisu kah? kenapa tidak pernah menjawab ucapanku?" Charlie terlihat kesal. Iapun semakin kencang menjambak rambut Hana. Hana tetap diam tak menjawab, hingga...
"Mana uangmu! dasar anak dari wanita murahan!" Charlie mencoba merogoh saku Hana. Seketika Hana langsung menonjok perut Charlie dengan kencang hingga tubuh Charlie membentur dinding.
Seluruh siswa maupun siswi yang ada di lorong tersebut terkejut melihat aksi yang dilakukan oleh Hana.
"Memang orang tuaku berpisah tapi aku bukan anak dari wanita murahan! bundaku adalah wanita terhormat! kau boleh saja mengejekku tapi jika kau mengejek bunda dan adikku, aku tidak akan segan-segan menghabisimu meski dilihat banyak orang seperti ini!" bentak Hana.
Renata yang semula duduk karena ia terjatuh pun langsung bangkit dan mendekati Hana. Leon tersenyum melihat aksi yang dilakukan Hana.
"Dan dengar ya! jangan pernah menginjak orang yang lemah! bukannya kau anak orang kaya? kenapa tidak meminta ke orang tuamu saja? kenapa harus merampas uang dari siswa-siswi yang lemah? yang dengan mudah kau injak-injak seperti sampah," Hana menginjak paha Charlie cukup keras.
"Dengarkan ucapan ku jika kamu tidak mau mati! jika aku masih melihatmu atau geng mu berulah lagi seperti barusan, akan ku penggal kepala kalian semua! paham?!" tegas Hana. Charlie tidak menjawab sepatah kata sedikitpun ketika Hana bicara.
Hana pun menendang bokong Charlie lalu berjalan mundur. Ia sempat menatap tajam kearah siswa-siswi yang menyaksikan aksinya. Lalu Hana mendekati siswi yang sempat dibully oleh Charlie, ia mengulurkan tangannya.
"Mari sini kubantu. Kau tidak perlu takut," ujar Hana seraya tersenyum. Siswi itu menatap kearah Hana lalu ia memeluk erat Hana sembari menangis.
"Terimakasih! terimakasih karena telah menyelamatkanku dari mereka semua!" ujar siswi tersebut.
"Ha sudahlah, tidak perlu berterimakasih. Meskipun aku tidak satu kelas denganmu, aku adalah seorang wakil ketua kelas. Aku tetap bertanggung jawab mengurus siswa-siswi kelas," jawab Hana sembari melepaskan pelukan dari siswi yang ia tolong.
Renata tersenyum melihat sahabatnya yang meskipun bersikap dingin tapi tetap ia memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi. Begitupun dengan Leon yang melihat tingkah laku Hana sejak tadi.