Aku menemukan ayah aku sedang duduk di tangga teras depan, menatap ke halaman rumput yang terawat sempurna.
"Ayah?"
Dia melihat dari balik bahunya dan tersenyum. "Ayo duduk, labu."
Gelombang kebahagiaan yang hangat menyapu aku. Ayahku tidak memanggilku labu selama bertahun-tahun. Aku duduk di sebelahnya.
"Apakah kamu kecewa padaku?" tanyaku, nyaris berbisik.
"Apa? Tuhan, tidak. Maaf aku bereaksi seperti itu. Aku harus pergi sebelum aku melakukan sesuatu. "
"Pukul Ranto?"
Dia menyentakkan kepalanya untuk melihatku. "Tidak! Mengapa aku harus memukul bocah itu? "
Aku mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Kamu duduk di sana dengan ekspresi datar, lalu bangkit dan pergi. "
Ayah terkekeh. "Zilla, aku berusaha untuk tidak marah. Aku tidak bisa menangis di depan ayah Ranto. Aku akan terlihat seperti keledai banci."
