"Nora, Aldrich, Mom dan Dad pergi dulu. Kami masih terus menanti kabar baik." Tangan Rossalia dengan perlahan beralih pada perut rata Nora, mengelus perut rata gadis itu secara teratur.
"Mom dan Dad juga sangat menginginkan cucu seperti orang lain," jelas Rossalia dengan kini menunjukkan wajah memelasnya.
Nora bergerak tidak nyaman mendengar permintaan mertuanya. Bukan tidak ingin memberi apa yang mereka inginkan tapi keadaanlah yang membuat Nora tidak ingin memiliki seorang anak. Ia tidak inyj jika sampai anaknya nanti ikut menderita karena masalah ruamh tangganya yang kacau bersama Aldrich.
Bukan hanya itu saja, Nora bahkan tidak pernah melakukan hal 'itu' bersama Aldrich, bagaimana mungkin ia bisa hamil?
Gerak-gerik dan raut wajah Aldrich juga tidak jauh berbeda dari Nora bahkan lebih dari itu. Aldrich masih diam membisu, tubuhnya tiba-tiba menegang mendengar perkataan ibunya yang tentunya sangat sulit untuk di kabulkan meski tatapan berharap dan memelas yang dengan terang-terangan di tunjukkan Rossalia padanya.
"Baiklah, selamat tinggal. Mom dan Dad masih terus menunggu kabar baik dari kalian!" Rossalia yang sudah memasuki mobil berteriak membuat sepasang suami istri itu ikut tersentak dari lamunan panjangnya.
Setelah mobil ibu dan ayahnya sudah menghilang di balik pagar mansion yang menjulang tinggi, Aldrich berbalik badan memasuki kamar tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Nora.
Nora yang juga merasa canggung dengan pelan mengikuti langkah Aldrich yang memasuki mansion meski berbeda tujuan.
Nora mendudukan diri di ruang keluarga karena memang tidak tau lagi harus berbuat apa. Sedangkan Aldrich, pria itu melenggang pergi ke kamar begitu saja.
Cukup lama terus duduk berdiam diri di sofa, Nora pada akhirnya beranjak berdiri dan berlari mendekati Aldrich yang hendak keluar dari mansion dengan keadaaan rapi. Stelan jas kini sudah terpasang rapi di tubuh kekarnya.
"Kau ingin kemana?" Nora menghentikan pergerakan Aldrich dengan menggenggam lengan pria itu.
"Kau tidak perlu tau!" Aldrich menepis kasar tangan Nora membuat gadis itu meringis merasa kesakitan.
Di tengah-tengah ringisan, keningnya mengerut ketika merasa Aldrich sedikit berbeda dari yang biasanya. Kenapa sifat pria itu sangat dingin? Batinnya dengan nada heran.
Tapi kali ini bagi Nora Aldrich tidak ada bedanya, pria itu tetap menjadi Aldrich yang dingin padanya.
Maka dengan itu Nora segera mengejar langkah Aldrich yang memasuki mobil dan kembali menahan tubuh pria itu.
"Aldrich, tidak bisakah kau di sini saja? Kau masih sakit."
"Shut up! AKU BILANG DIAM!" Aldrich membentak dengan suara besarnya yang sukses membuat Nora terkejut bukan main, reflek mundur kebelakang menjauhi Aldrich yang masih menatapnya dengan tatapan tajam.
"Tidak bisakah kau berhenti untuk terus berbicara! Dasar gadis SIALAN!"
Mata Nora mengerjab beberapa kali berusaha memastikan jika ini bukanlah mimpi. Aldrich-nya ... Kenapa bisa jadi sejahat ini. Tatapan bengisnya membuat tubuh Nora bergetar tidak mampu berkutik. Kedua kakinya terasa kaku, tidak sanggup berjalan mundur ketika Aldrich berjalan mendekatinya.
"Arggh!" Nora meringis kesakitan ketika satu tangan Aldrich mencengkram kedua pipinya.
"Ma-af," Nora berusaha melepas tangan Aldrich ketik pipinya terasa sakit dan kebas, cekalan tangan Aldrich begitu kuat.
"Berapa kali aku harus bilang jangan pernah meminta MAAF jika kau akan kembali melakukannya! Sebenarnya apa yang kau inginkan?!" Nora menggeleng berusaha terlihat baik-baik saja di depan Aldrich. Air matanya tidak tumpah karena memang tidak menangis, membiarkan hatinya tersakiti saja.
Ia hanya tidak ingin Aldrich semakin marah padanya karena dia yang cengeng.
Nora memaksa menunduk, tidak berani melihat tatapan bengis Aldrich meski tidak bisa karena pipinya yang masih di cengkram kuat oleh Aldrich.
"Jawab Nora! Jangan berkata maaf terus!" Aldrich mengguncang-guncang kasar tubuh Nora dengan satu tangannya membuat tubuh mungil gadis itu terguncang-guncang tidak tentu arah.
Nora tidak berbicara apapun, masih menunduk tidak berani menatap Aldrich.
"Aku benar-benar menyesal menikah denganmu! Gara-gara kau aku di landa banyak masalah dan sekarang aku tidak pernah bebas bersama wanita-wanita yang ku inginkan! Kau selalu menjadi boomerang untukku! Enyahlah dari dunia ini MANORA!"
"Aldrich ...." Nora berseru dengan suara serak mendengar pengakuan menyakitkan itu. Kepalanya menggeleng tidak sanggup mendengar kalimat-kalimat menyakitkan itu lagi.
"Aldri-" Nora menghentikan kalimatnya, memejamkan mata rapat-rapat ketika tangan Aldrich melayang di udara ingin menamparnya.
Namun sekian lama menunggu Nora tidak merasakan apa-apa. Dengan keberanian yang tersisa Nora dengan perlahan membuka matanya. Di lihatnya tangan Aldrich yang terhenti di udara mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.
Kembali di landa rasa sadar Aldrich mengerang, melampiaskan amarahnya dengan mengacak-acak rambutnya frustasi.
Aldrich menghela napas kasar, tanpa menatap sedikit pun ke arah Nora Aldrich segera memasuki mobilnya, menekan gas mobil dengan sangat kencang meninggalkan mansion.
Bahkan ia tidak peduli dengan body kanan mobilnya yang lecet karena tidak sengaja menyenggol pagar mansion.
Nora menatap getir ke depan, jari-jarinya mengepal erat seakan-akan mengutuk dirinya sendiri karena merasa gagal menjadi seorang istri.
Kenapa ia tidak pernah membuat Aldrich bahagia dengan pernikahan mereka? Kenapa keberadaannya seakan menjadi boomerang untuk Aldrich.
"Nora bodoh," gumamnya pada dirinya sendiri, berlagak seperti anak kecil.
Gadis itu menunduk dan memainkan jari-jari mungilnya di depan tubuh.
"Sakit ...." gumam Nora tanpa bisa berbohong, memeras dadanya yang terasa sakit seolah-olah di angkat ke udara.
"Dada Nora ...." masih dengan bergumam Nora berkata seperti itu dengan memeras erat dadanya meski tidak setetespun air matanya yang keluar. Dia hanya tidak ingin jika Aldrich semakin membencinya jika ia berubah jadi cengeng.
Nora menurunkan tangannya yang memeras dadanya ketika mulai merasa baik-baik saja. Menghirup napas sedalam-dalamnya dan mengeluarkannya dalam sekali hentak.
Senyum manis kembali terukir di bibir mungil itu, seakan-akan ia sudah merasa baik-baik saja sekarang.
Gadis itu pun berbalik badan, kembali melangkah memasuki mansion dan hendak menutup pintu utama. Tapi kegiatannya terhenti di tambah dengan raut bingung di wajahnya ketika security yang bertugas sebagai penjaga gerbang mansion berjalan tergopoh-gopoh mendekatinya.
"Maaf jika saya lancang, nyonya. Apa baik-baik saja?" tanya security itu begitu khawatir ketika Aldrich yang memarahi istrinya habis-habisan tadi.
"Aku tidak apa-apa. Wajar saja dia marah padaku karena aku terus memaksa ikut dengannya, padahal kondisiku sedang tidak baik-baik saja. Aldrich hanya khawatir dan takut jika sampai terjadi hal buruk denganku." Nora tersenyum manis menatap security yang ada di hadapannya.
Ia berbohong karena memang tidak ingin jika sampai security itu menilai Aldrich secara diam-diam tanpa peduli jika kebohongannya itu berhasil atau tidak karena sedari tadi security itu berdiri di dekat mobil Aldrich. Ia berjarak sangat dekat, jadi otomatis mungkin sudah menyaksikan semua kejadian yang sebenarnya.
Terlihat security itu terdiam sebentar sebelum akhirnya tertawa pelan mencairkan suasana.
"Aku mengerti, aku mengerti. Kalau begitu aku akan bekerja kembali nyonya. Maaf karena bersikap lancang."
"Tidak apa-apa," balas Nora ceria seakan-akan tidak memiliki beban hidup sama sekali.
Gadis itu pun menyaksikan kepergian security itu sebelum benar-benar memasuki mansion kembali.