Jika ku tak tahu di antara rencana ayahku dengan Yasar, tapi aku bisa memahami dari penglihatan ayahku. Dan, aku masih mencari kenapa ibuku sangat membenci ayahku? Wajar saja, jikalau ibuku sangat tersiksa dan terlalu membenci, karena hati telah pupus dan usang oleh perbuatan dan waktu.
Semua yang pernah menyiksa batin serta mata, kini akan menjadi ingatan yang tak pernah pulih.
Aku akan menguak misteri di balik perjalanan hidup ayahku dan kawannya itu. Hemm, maksudku kami bertiga, kami bertiga akan memulainya.
Jari jemariku mengutak-katik keyboard yang ada di atas meja kerjaku. Dengan cepat, dengan teliti mata dan tangan saling merespons fokus menyapu layar komputer.
"Aku harus menemukan nama ini," gumamku.
"Ayo!"
"Ayo!"
"Cari!"
Mataku dan gigiku bergetar mencarinya. Menunggu dan sesekali mengetuk meja dengan berkali-kali.
Tuk! Tuk!
Arga sontak menatapku dengan keheranan.
"Emira, kenapa dirimu?" tanyanya dengan kening mengerut.
"Ah, bukan apa-apa," sebutku.