Dilan, pria ini menatapku dengan wajah sendunya. Persis dengan bulan merindukan bintangnya. Namun, perasaanku mulai terganggu akibat tatapannya ke arahku.
"Kau ini bicara apa sih?" keluhku, melempari tangan melayang ke arah bahunya.
"Aw!" ringis Dilan, memegangi bahunya.
Kini, ia pun kembali menatap lain arah bersamaan denganku yang mulai memperhatikan seluruh penglihatan.
"Aku tidak akan terjadi apa-apa, bukannya aku kemarin juga hampir mati," desisku.
"Aku bahkan hampir kehilangan kedua saudaraku. Di saat kakakku sudah membaik, Endru mendatangi kakakku sambil menaruh raut gelisahnya."
"Aku sedikit geram waktu itu," keluh Dilan menceritakan padaku.
"Kapan? Saat aku masih di Jepang kemarin?" tanyaku.
"Hm, dia datang dan membuat kakakku semakin tergoyah lagi. Lalu, aku baru menyadari ada sesuatu yang aneh ketika datangnya tahun baru."
Dilan menghentikan ucapannya sambil merunduk lesu. Aku pun melirik gerakannya yang seakan meruntuh itu.