Situasi tegang itu melampiaskan kecemasan yang semakin membludak tinggi. Aku yang mengharapkan sesuatu untuk selamat, malah mendengar berita yang menyayat hati.
("Rumah sakit Matsuzawa.")
("Terima kasih.")
Tut!
Tut!
Telepon itu pun berakhir setelah aku mendengar dari sebuah nama rumah sakit.
"Apa yang kita lakukan? Jebran sudah berada di rumah sakit," ungkapku.
"Kita harus menunggu badainya selesai," putus Feno.
"Berbahaya kalau kita menembus jalanan saat salju turun cepat," sambung Leo.
Aku membungkukkan tubuhku dan kembali menempel pada karpet rumah. Mengambil posisi duduk dengan wajah khawatir yang kian mendalam.
Feno menepuk bahuku, "Jebran tidak akan terluka, kau tenang saja! Dia itu orang kuat, jangan khawatir!"