Dia menciumku, dia menciumku, jantungku seakan copot hingga mengudara tinggi tak bisa berhenti. Mataku seakan terdiam, terpelangah dengan aksi nakalnya. Namun, itu hanya khayalan semata yang hampir menjualku pada siapa saja.
Pikiran yang mengacaukan diriku memang tak seindah dibayangkan, otak kotor bisa saja bertindak nakal hingga membara-bara.
"Kau ini wanita yang kuat! BIbir tipismu ini menyisakan sisa es krim, dan ... kenapa rambutmu tidak bisa kau urus dengan baik??"
Wilson merapikan rambutku yang ternyata sedikit berantakan dan aku pun terkinjat ketika ilusi berani menghantamku pada lamunan kotor itu. LIdahku segera menjilati ujung bibir yang menyisakan es krim yang comot.
"Huuuft … kau ini ada-ada saja?!" gerutuku, mendorong tubuhnya hingga terhempas tegak tak mendekat di depan mataku.
"Duh, kau ini! Kenapa? Kau merasa tidak nyaman dengan tatapanku?" godanya.
Aku menyorotkan dua bola matanya sekaligus menikam dirinya, "Jaga jarak denganku!"
