Chereads / OUR JOURNEY / Chapter 121 - Bab 120

Chapter 121 - Bab 120

"Hei, kamu atau aku yang mandi duluan?" Tanya Raya yang sedang duduk di atas kasur Nicholas. Raya dan Nicholas baru saja menikah, tapi mereka masih tinggal di rumah Sherina.

"Kamu aja duluan, aku mau keluar dulu. Mau ngerokok," Nicholas lalu keluar dari kamarnya tanpa menoleh ke arah Raya.

"Niko, Raya mana?" Tanya Sherina yang sedang minum teh bersama Rivano.

"Lagi mandi di kamar," jawab Nicholas dan melanjutkan langkahnya menuju gazebo.

"Ma, apa kamu yakin Niko udah siap nikah?"

"Siap lah kenapa tanya gitu?" Sherina mengernyitkan dahinya.

"Dari acara mulai sampai selesai, Niko cuma senyum terpaksa nyapa tamu. Beda waktu Nathan nikah dia kelihatan bahagia. Kamu nggak maksa dia buat nikah kan?"

"Aku maksa, tapi Niko udah setuju. Aku sama dia udah diskusi tentang ini semua."

"Raya? Kamu udah diskusi sama Raya?"

"Kata Niko Raya udah siap dari dulu."

"Huh, biarin lah mereka kaya gitu dulu. Aku sedikit khawatir sama Raya."

Nicholas mengambil rokoknya dan menyalakan pematik api. Entah kenapa Nicholas merasa tertekan dan sulit bernapas setelah dia sah menikah dengan Raya. Bukan kah ini yang di inginkannya dari dulu? Tunggu, Nicholas tidak pernah ingin menikah dengan Raya.

"Ngapain sih Gue pake setuju segala nikahin Raya? Gue belum siap!" Ucap Nicholas dalam hati.

"Gue masih pingin sendiri, Gue gak suka ada orang baru yang masuk ke kehidupan Gue."

Nicholas memaki dalam hati.

"Kak Niko ngapain berdiri di sana sendiri? Sini gih," panggil Nayara yang baru selesai berbicara melalui telephone dengan William.

"Ngapain belum tidur?" Nicholas berbicara sambil melangkah ke arah Nayara.

"Masih telephone William, kakak sendiri ngapain belum tidur?"

"Masih ada pikiran yang mengganjal hati kakak. Mau nyari ketenangan dikit," jawab Nicholas sambil terus menikmati rokoknya.

"Dari kapan Kak Niko ngerokok? Setahu Naya kak Niko gak bisa ngerokok sama minum."

"Dari minggu lalu, kakak banyak pikiran dan nenangin diri pake rokok. Enak ternyata," ucap Nicholas sambil terkekeh pelan.

"Kakak nggak sreg nikah sama kak Raya ya?" tanya Nayara tiba-tiba dan membuat Nicholas terdiam seribu bahasa.

"Kenapa kak?"

"Rumit pokoknya Nay. Balik sana, di luar dingin."

"Iya ini mau masuk, Naya duluan ya kak." Nayara lalu kembali ke dalam rumahnya dan meninggalkan Nicholas seorang diri.

"Kakak kamu kemana Nay?" tanya Rivano.

"Tuh di luar, lagi ngerokok." Nayara memutuskan untuk duduk bersama kedua orang tuanya.

"Pelayan, panggil Nicholas," ucap Rivano.

"Kenapa Pa?" Nicholas dengan wajah terpaksanya duduk di depan orang tuanya, tepatnya di sebelah Nayara yang sedang makan.

"Duduk aja di sini dari pada di luar sendirian kaya jomblo aja. Mau makan gak?" kata Rivano.

"Nggak usah Pa, Niko udah kenyang."

"Enak loh kak ini yakin gak mau?" tanya Nayara.

"Nggak mau Nay, udah berapa kali kakak bilang kakak gak laper." Ucap Nicholas dengan nada yang agak tinggi.

"Nggak ada tuh kamu bilang gak laper," kata Sherina. Nicholas memutuskan untuk kembali ke kamarnya.

"Kaya abg aja marah-marah," ucap Sherina sambil menggelengkan kepalanya.

"Ma…" Rivano memperingatkan istrinya.

Nicholas langsung masuk ke kamar mandi begitu sampai di kamarnya. Nicholas langsung mengguyur tubuhnya dengan air dingin walau pun cuaca sedang dingin di luar.

"Ahhhkkk sial!" Nicholas menggosok tubuhnya dengan cepat.

"Apa Nicholas gak suka ya nikah sama Gue?" Tanya Raya pada dirinya. Raya sedang merevisi materi yang akan ia berikan kepada anak didiknya.

"Kalau dia emang gak mau nikah sama Gue ngapain nikah kalau gitu? Dipaksa sama tante Sherina? Gak mungkin, Nicholas gak pernah ngelibatin orang dalam mengambil keputusan. Terus apa dong yang bikin dia kaya gitu? Dari tadi Gue dianggurin mulu sama suami Gue," Raya berbincang dalam hatinya tapi tetap terus mengetik dengan cepat.

Nicholas keluar dari kamar mandi dengan kaos putih dan celana pendek. Setelah selesai mengeringkan rambut dan memakai skincare, Nicholas merebahkan dirinya di atas kasur dan memunggungi Raya.

"Niko…"

"Hmm?" Nicholas berdehem tapi tidak menoleh sedikit pun.

"Capek ya? Mau aku pijitin?" tanya Raya pelan.

"Gak usah, selesaiin aja kerjaannya habis itu tidur," kata Nicholas lembut.

"Kamu mau ngelakuin sesuatu gitu? Atau mau ngobrol du-."

"Nggak aku capek."

Raya pun menyerah membujuk Nicholas dan memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya. Padahal Raya juga ingin menikmati malam pertama seperti pasutri baru lainnya. Bahkan, Freya juga melakukan itu bersama Nathan pada malam pertama pernikahan mereka.

Beberapa jam setelah sibuk dengan berkas dan laptopnya, Raya memutuskan untuk tidur. Raya menarik selimut dan memeluk Nicholas dari belakang. Nicholas sebenarnya belum tidur, dia hanya ingin menunggu Raya.

"Pagi Tante," sapa Raya yang baru saja turun dari kamarnya dan melihat Sherina sedang duduk santai sambil menikmati tehnya.

"Tante? Mama dong," ucap Sherina.

"Iya, pagi ma," kata Raya lalu duduk di sebelah Sherina.

"Gimana kemarin malam pertamanya?"

"Ahh itu, asik kok hehe," Raya tersenyum canggung ke arah Sherina.

"Sarapan dulu sama Nicholas," kata Sherina menyuruh Raya untuk sarapan.

"Nik… mama nyuruh kamu sarapan dulu baru kerja."

"Nggak usah, aku sarapan di kantor aja," Nicholas tak memerhatikan Raya. Dia malah terus memasang kemeja, dasi, dan jasnya.

"Mama udah buatin kamu makanan loh, makan dulu ya sebelum berangkat ke kantor?" Raya berusaha membujuk laki-laki yang sekarang adalah suaminya itu.

"Nggak usah, aku berangkat dulu ya," Nicholas hendak melangkah menjauh dari Raya. Dengan cepat gadis itu menarik dan menahan tangan Nicholas.

"Aku ada salah ya sama kamu?" Tanya Raya.

"Nggak, kenapa nanya gitu?"

"Dari awal acara pernikahan kamu gak kelihatan bahagia sama sekali, kemarin pun kamu malah ninggalin aku tidur. Kamu sebenernya niat gak sih nikahin aku? Kalau kaya gini mending gak usah nikah aja dari dulu! Kamu yang ngajak nikah loh Nik!"

"Raya, kita omongin nanti aja yah setelah aku pulang dari kantor. Sekarang…"

"Bullshit! Nanti habis kamu pulang dari kantor alasannya pasti capek, banyak kerjaan, apa lah. Udah hapal aku Nik sama kebiasaan kamu yang selalu bikin hati aku sakit! Terserah deh sekarang mau gimana, aku udah gak tahan sama kamu! Perlu aku bawain kamu surat cerai dan cerai sekarang?" Raya berucap tanpa berpikir lagi.

"Ray, kok ngomong gitu sih? Denger ya, sekarang aku lagi gak mau bahas ini dulu aku pusing sama kerjaan. Nanti kita omongin la-."

"Aku juga gak mau bahas hal kaya gini. Aku pingin pernikahan aku itu kaya orang-orang. Pagi itu harusnya mesra-mesraan berdua bukan malah bahas perceraian kaya gini!"

"Maaf…"

"Buat apa?"

"Maaf karena aku gak bisa jadi kaya orang lain. Aku bukan suami yang baik, tapi aku janji aku bakal berubah kedepannya. Aku mau berangkat dulu yah," kata Nicholas lalu mencium kening, pipi, dan bibir Raya. Nicholas lalu keluar dari kamarnya.

"Gimana Gue bisa luluh secepat itu di hadapan dia? Cuma karena perlakuan dia yang manis Gue bisa bertahan sama dia."

Raya lalu membersihkan dirinya untuk bekerja. Harusnya Raya menjalani bulan madu, bukannya malah bekerja saat ini.

"Ray, mau kerja Lo?" Tanya Freya yang datang untuk menjenguk Raya.

"Iya Fey, bosen di rumah. Gue duluan ya kalau gitu."

"Eh tunggu dulu, selangkangan Lo emang gak sakit? Kelihatannya normal aja Lo jalannya," tanya Freya sambil memerhatikan Raya dari ujung kaki sampai ujung rambut.

"Gue kan kuat, gak kaya Lo lemah. Udah lah Gue mau berangkat dulu kasihan murid Gue nanti lama nunggu."

Raya lalu berangkat menggunakan taksi.

"Itu kenapa lagi jalan pake taksi? Nicholas kemana emang? Tahu ahh pagi-pagi di buat mikir sama dua orang pasutri baru."

"Sayang, mau makan apa hari ini?" Tanya William.

"Pingin masak di mansion kamu," jawab Nayara.

"Tumben, ayo kalau gitu."

William mengarahkan mobilnya ke mansion mewahnya. Di antara teman-temannya, hanya William dan Nathan yang sudah tinggal terpisah dengan orang tuanya.

"Mau masak apa? Apa perlu aku panggilin chef buat bantuin kamu masak?" Tanya William.

"Mau, aku mau belajar masak biar nanti bisa setiap hari masakin kamu," Nayara memeluk erat pinggang William.

"Tolong ajarin tunangan saya dengan baik ya chef. Jangan sampe dia luka," kata William.

"Baik tuan William, anda tidak usah khawatir. Saya akan mengajari dan menjaga tunangan tuan William dengan baik," kata chef itu dengan senyuman yang merekah.

"Sayang kamu belajar yang serius ya. Aku ngelihatin kamu dari sana," kata William dan diangguki Nayara.

William lalu duduk di meja kerjanya dan mulai mengerjakan pekerjaannya sembari menunggu makanan Nayara jadi. William sedikit tertekan akhir-akhir ini, karena tuntutan pekerjaan dan tuntutan dari ibunya untuk selalu membuat Nayara tersenyum.

"Will, udah jadi nih," kata Nayara lalu membawa makanan hasil masakannya dengan hati-hati ke meja kerja William.

"Masak apa kamu? Kelihatannya enak nih," kata William lalu memusatkan seluruh perhatiannya ke Nayara.

"Aku diajarin masak steak sama chef," kata Nayara sambil melirik chef itu sekilas.

"Wow, thanks chef," kata William.

"You're welcome tuan," balas chef itu.

William lalu memotong dan mencicipi steak buatan Nayara.

"Mmmhh, enak banget ini. Wah kayaknya ini kurang deh buat aku," kata William.

"Beneran Will? Aku mau coba," Nayara membuka mulutnya dan memakan steak dari William.

"Enak kan? Kamu udah sukses masak. Lain kali kayanya aku gak perlu nyuruh pembantu aku buat masakin deh."

"Mata kamu merah, habis nangis?" Tanya Nayara sambil mengusap kelopak mata William.

"Nggak, kayanya karena kelamaan di depan komputer makanya jadi gini. Aku gapapa kok gak usah khawatir ya."

"Gapapa apanya? Ini lihat mata kamu berair gini mana merah lagi. Pake obat mata yah? Habis itu istirahat," Nayara tak sedikit pun mengalihkan perhatiannya dari mata William.

"Nggak bisa, nanti papa marah sama aku kalau aku gak selesaiin kerjaan ini dalam waktu dua jam. Belum lagi nanti di omelin mama."

"Biar aku yang bilang ke om Thomas sama tante Adele biar mereka gak ngomelin kamu. Sekarang kamu istirahat ya? Ayolah Will aku mohon," Nayara memohon agar William berhenti bekerja.

"Sampe segitunya dia mohon sama Gue supaya berhenti kerja," kata William dalam hati.

"Iya, aku istirahat sekarang. Tapi kalau aku di omelin kamu yang tanggung jawab ya,"

canda William.

"Permisi tuan, saya membuat sup buntut untuk tuan dan nona. Silahkan di nikmati."

"Terimakasih chef, saya akan mentransfer biayanya nanti setelah ini," kata William.

"Tidak perlu biaya tambahan, saya hanya senang bisa membagi makanan yang saya untuk orang-orang. Kalau begitu saya permisi dulu," chef itu kemudian meninggalkan mansion William bersama anak buahnya.

"Haacchiii…. Haaacchhiii..."

"Nah kan, kamu udah bersin-bersin tuh. Mandi pake air hangat baru makan sup nya," kata Nayara. William dengan patuh mengikuti semua perkataan Nayara. William akhirnya berbaring di atas tempat tidurnya. Nayara menyuapi William sup buntut buatan chef tadi.

"Udah, aku udah kenyang."

"Mau aku peluk?"

"Nggak, aku takut nanti kamu ketularan. Kamu tidur di kamar sebelah ya malam ini. gapapa kan?"

"Gapapa, tapi aku gak mau ninggalin kamu. Aku tidur di sofa aja," kata Nayara.

William pasrah dan membiarkan Nayara tidur di sofa. Ada rasa tak tega di dalam diri William. Tapi setelah melihat Nayara tertidur pulas, William merasa lega. Keesokan paginya, Nayara bangun terlebih dahulu dan melihat William menggunakan selimut sambil menggigil. Nayara memutuskan untuk menelphone Renata.

"William cuma demam biasa, habis istirahat bakalan baikan kok. Penyebabnya ya kecapean. Tante juga udah ngasih suntikan buat William, jangan khawatir," Renata berucap setelah selesai memeriksa William.

"Makasih tante, maaf ngerepotin. Tante jauh-jauh dateng kesini cuma buat meriksa William aja."

"Gapapa, tante malah seneng kalau kalian minta tolong ke tante. Lagian kalian tuh jarang banget manggil tante kalau ada apa-apa."

Nayara lalu mengajak Renata untuk duduk di ruang tamu.

"Gede ya mansionnya," kata Renata sambil meminum teh nya.

"Punya William tante."

"Sebentar lagi juga jadi punya kamu." Nayara tersenyum malu menanggapi ucapan Renata.

"Gimana kabar Gisel sama Bastian tante? Udah seminggu gak bisa ketemu sama mereka sibuk banget soalnya."

"Mereka baik, tapi kamu tahu gak kalau Gisel udah hamil?"

"Se-seriusan tante?" Nayara membelalakan matanya.

"Iya, usia kandungannya baru dua minggu.Tapi kamu jangan bilang kalau tante udah ngasih tahu kamu. Kayanya Gisel sama Bastian mau surprise ke kalian."

"Iya tante, selamat ya tante akhirnya tante jadi nenek juga," Nayara lalu memeluk Renata dengan air mata harunya.

"Kan dari dulu juga udah jadi nenek dari anak kakak kamu," kata Renata.

"Oh iya, Naya lupa hehe," Nayara tertawa bersama Renata.

"Tante pulang dulu ya Nay, titip salam sama William yah."

"Hati-hati ya tante," kata Nayara lalu mencium tangan Renata. Setelah Renata pulang, Nayara berlari ke kamar William. Nayara mengelus kepala William dengan lembut.

"Ngghh…"

"Kamu udah merasa baikan?" tanya Nayara lalu duduk di pinggir kasur sambil memegang tangan William.

"Ini jam berapa? Aku mau kerja." William hendak bangun namun di halangi Nayara.

"Kamu lagi sakit, besok aja kerja ya."

"Nggak bisa nanti-"

"Dengerin aku sekali ini aja ya? Aku gak mau nanti kamu sakit permanen. Biar aku yang bilang ke om Thomas kalau kamu sakit yah. Apa perlu aku izinin ke kantor kamu? Sekarang aku kesana."

"Nggak, bilang ke papa aja."

"Ya udah, mandi pake air hangat dulu ya biar aku siapin. Sebentar," Nayara pergi ke kamar mandi dan menyiapkan air hangat untuk William.

"Air nya udah jadi, ayo mandi. Aku siapin sarapan buat kamu."

William masuk ke kamar mandi dibantu oleh Nayara. Nayara juga sibuk memesan bubur ayam untuk William dan juga menyiapkan obat yang harus William minum. Tapi Nayara lupa memberi tahu Thomas tentang hal ini.

"Ayo makan dulu. Mau makan di sini atau di bawah?"

"Di bawah, aku pingin hirup udara segar."

Nayara dan William lalu pergi ke ruang makan.

"Nih makan obatnya dulu."

"Obat dari mana nih?"

"Tadi pagi aku nelphone tante Renata minta tolong buat periksa kamu. Tadi juga tante Renata udah kasih kamu suntikan biar kamu nggak lemes baru bangun. Pas kamu tidur tuh menggigil aku jadi takut," kata Nayara sambil menyuapi William bubur dan obatnya.

"Maaf ya gara-gara aku-"

"Kenapa minta maaf? Bilang makasih aja," kata Nayara.

"Gara-gara aku kamu jadi kerepotan gini. Makasih ya udah ngerawat aku. Belum selesai loh tadi ngomongnya itu," kata William lalu mengacak rambut Nayara.

"Iya gapapa, pokoknya hari ini kamu gak boleh mikirin tentang kerjaan."

"Iya sayangnya aku. Habis ini aku mau tidur ya, kamu gapapa kan sendiri dulu?"

"Iya."

William sudah selesai makan, dan kini dia sudah tidur di tempat tidurnya sambil dipeluk Nayara.

"Aku mau keluar sebentar ke supermarket. Mau nitip sesuatu?"

"Mau susu sama roti yang biasa kamu beliin. Jangan lama-lama ya."

"Nanti kalau kamu udah bobok nyenyak."

William menelusupkan kepalanya di dada Nayara dan memeluk pinggang gadisnya itu. Setelah William tertidur Nayara berangkat ke supermarket menggunakan mobil William. Sebelum itu, Nayara terlebih dahulu menjemput Gisel untuk berbelanja bersama.

"Maaf ya Nay Gue lama soalnya bingung milih baju," kata Gisel lalu naik ke mobil dengan sangat hati-hati.

"Kenapa Lo? Sakit kaki Lo?"

"Nggak, ng itu habis habis mm keseleo tapi udah mendingan sih," bohong Gisel.

Nayara sudah tahu jika Gisel mengandung. Dia hanya tidak ingin mengacaukan rencana Gisel.

"Nay, susu buat ibu hamil bagusnya yang mana? Temen Gue ada yang hamil tapi dia nanya ke Gue," tanya Gisel saat sudah sampai di supermarket.

"Dulu, waktu kak Freya hamil sih sering nitip beli ini sama Gue," jawab Nayara sambil menunjuk salah satu susu formula untuk ibu hamil.

"Kalau gitu Gue mau beli yang ini aja deh."

"Buat apa? Lo hamil?"

"Nggak kok! Ini temen Gue kan tadi udah bilang," Gisel terlihat panik.

"Owh, temen Lo yang hamil."

Nayara dan Gisel keliling supermarket lumayan lama. Banyak barang yang mereka beli, terutama Gisel.

"Gue mau ke mansion William boleh gak Nay? Bastian soalnya masih kerja, mama sama papa juga gak ada dirumah."

"Boleh dong, tapi Lo gak boleh rempong ya William lagi sakit soalnya," kata Nayara.

"Sakit apa? Gue tebak pasti karena kecapean. Dia tuh kalau udah kerja gak kenal waktu ya Nay?"

"Iya, gak bisa di bilangin. Nanti aja pasti diem-diem kerja."

Nayara dan Gisel akhirnya sampai di mansion William.

"Wah, mewah banget."

"Biasa aja sih Sel."

"Hoeek"

"Gisel Lo gapapa?" Nayara mengambil tisu untuk Gisel.

"Gue kayanya masuk angin deh Nay. Gak enak banget perut Gue," kata Gisel lalu duduk di sofa.

"Lo lagi hamil 'kan? Tante Renata tadi bilang. Gak usah surprise deh Gue udah tahu," kata Nayara sambil memijit bahu Gisel.

"Yah, padahal Gue pingin lihat reaksi kaget Lo. Gagal deh surprisenya," Gisel berucap dengan wajah yang sedih.

"Gapapa, Gue seneng kok Lo udah hamil. Jaga baik-baik calon anak Lo. Kalau ada masalah jangan ragu buat ngehubungin Gue atau William."

"Makasih ya Nay, nanti Gue mau ngadain pesta gender reveal. Lo ya yang nyiapin semuanya."

"Iya Gisel, serahin semua nya ke Gue."

Kedua sahabat itu menghabiskan beberapa jam mengobrol santi. Gisel akhirnya pulang setelah Bastian menjemput Gisel.