"Apa? Tiba-tiba banget," teriak Freya.
"Salah emangnya kalau Gue mau nikahin Gisel?" Tanya Bastian.
"Bukan salah, tapi mendadak banget ini Bas. Kemarin baru aja Nayara yang di lamar. Terus sekarang Lo mau nikahin Gisel tanpa lamaran atau apa gitu?"
Bastian sedang berada di rumah Freya. Tadi Bastian bilang ingin mengatakan sesuatu kepada Freya. Dan itu tentang rencana pernikahannya dengan Gisel.
"Jangan-jangan Lo hamilin Gisel ya?" Kata Freya sambil menunjuk Bastian tepat di wajahnya.
"Astaga kak jangan memfitnah! Gue gak akan main gelap-gelapan sebelum sah. Ini memang murni keinginan Gue untuk nikahin Gisel. Dan Gisel udah setuju," kata Bastian dengan lantang.
"Terus Bunda sama Ayah gimana? Mereka udah tahu tentang ini? Kalau Om Devian?"
"Mereka bertiga belum tahu, yang tahu tentang ini cuma Gue, Gisel sama Lo. Gisel masih coba untuk cerita tentang ini ke Nayara."
"Kapan rencananya Lo mau nikahin Gisel?"
"Minggu depan," jawaban Bastian sekali lagi membuat Freya membelalakan matanya.
"Mi-minggu depan? Apa gak terlalu cepat?" Tanya Freya sambil minum air mencoba menenangkan dirinya.
"Menurut Lo itu terlalu awal ya? Kapan dong bagusnya buat nikah? Gue udah gak sabar."
"Diskusiin sama kedua pihak keluarga. Ini tentang pernikahan yang gak boleh di anggap gampang."
"Ini tentang dua keluarga yang akan menjalin hubungan setelah kalian menikah nanti, bukan hanya tentang dua orang yang saling jatuh cinta. Dan juga… bisa jadi pernikahan bukan tentang cinta tapi obsesi."
Ucapan Freya berhasil membuat Bastian tercengang.
"Pikirin lagi deh, Lo beneran cinta atau cuma obsesi semata," ucap Freya.
"Gue beneran cinta sama Gisel! Gue yakin yang Gue rasain sekarang ini bukan obsesi semata tapi emang beneran cinta! Gue udah siap nanggung semua beban yang di pikul Gisel, Gue udah siap nerima kekurangan Gisel, Gue udah siap juga jadi ayah!" Kata Bastian mantap.
"Temuin Om Devian kalau gitu, ajak dia diskusi kapan baiknya kalian nikah."
"Gue bakal adain pertemuan nanti malem," kata Bastian.
"Semangat, Gue yakin emang cinta yang Lo rasain saat ini," kata Freya sambil menepuk pundak Bastian.
"Udah bilang sama Tante Renata tentang ini? Atau udah diskusi sama Om Devian?" Tanya Nayara.
Gisel memutuskan untuk memberi tahu William dan Nayara, kini mereka sedang berada di rumah William.
"Belum, tapi Gue pingin Lo duluan yang tahu karena Gue takut Ayah bakal ngelarang hubungan Gue sama Bastian," kata Gisel dengan wajah yang terlihat khawatir.
"Apa sih yang kamu takutin? Ayah kamu nggak mungkin gak setuju sama hubungan kamu sama Bastian. Ayah kamu kenal baik sama keluarga Bastian," kata William berusaha membuat Gisel lebih tenang.
"Bukan itu masalahnya, kalian berdua tahu kalau Gue itu putri semata wayang nya bapak Devian Geovano yang begitu posesif sama putrinya. Gimana caranya Ayah Gue bakal setuju sama pernikahan ini sedangkan dia aja masih nganggep Gue sebagai anak kecil."
"Coba aja ngomong perlahan, yakinin Ayah Lo kalau Lo dan Bastian akan hidup bahagia. Gue yakin dengan itu Om Devian pasti paham. Karena dia juga udah pernah nikah dan ngerasain rasanya jatuh cinta kan?" Ujar Nayara sambil mengelus bahu Gisel.
"Bener kata Nayara Gisel, sebelum kamu dan Bastian nyoba untuk minta restu dari kedua belah pihak keluarga kan kamu sama Bastian gak bakal tahu apa yang bakal terjadi kedepannya. Terima kenyataan aja kalau seandainya kalian emang gak direstuin. Tapi kayanya gak mungkin kan kalian gak di restuin, kalian juga udah di percaya buat tinggal berdua doang di Amerika."
"Will…"
"Jangan-jangan Lo hamil?" Tanya Nayara memutus percakapan Gisel dan William.
"Astaga Nay amit-amit Gue. Gue sama Bastian masih suci, Gue maksudnya yang masih suci nggak tahu Bastian," jawab Gisel sambil memukul kepala, dada, dan lantai tiga kali.
"Terus kenapa Lo takut bilang kalau kalian mau nikah?"
"Nay, Gue sama Bastian udah mikirin ini dari lama. Bahkan waktu kita di Amerika Bastian hampir ngelamar Gue dan kita hampir aja ngadain pertunangan."
"Kenapa gak jadi?" Tanya William.
"Karena Ayah gak setuju Will, Ayah bilang Gue belum siap untuk nikah. Padahal tahun ini Gue bakal berusia dua puluh empat tahun, Gue udah siap."
"Yakin udah siap?" Gisel mengangguk antusias.
"Siap gak jadi ibu rumah tangga?" Gisel mengangguk sekali lagi menanggapi pertanyaan William.
"Siap ninggalin mimpi kalau seandainya kamu hamil dan punya anak?"
"Aku bakal lakuin apa pun demi anak aku nanti Will. Aku bakal jadi ibu rumah tangga yang baik!" Ucap Gisel.
Nayara dan William menatap satu sama lain sambil tersenyum.
"Oke, kayanya Lo udah bener-bener siap jadi istri Bastian. Kita berdua bakal bantu ngeyakinin Om Devian kalau seandainya Om Devian gak setuju sama hubungan ini," kata Nayara.
"Makasih ya, kalian berdua selalu ada buat Gue di situasi apa pun. Gue gak akan ngelupain kebaikan kalian," kata Gisel lalu memeluk erat Nayara.
"Jadi? Kapan Bastian mau ngelamar Lo?"
"Gue udah bilang ke Bastian kalau Gue mau langsung nikah tanpa proses tunangan. Bisa kan?"
"Bisa aja sih, asal kedua pihak setuju. Ya kan Will?" William mengangguk.
"Makasih ya sekali lagi buat kalian yang udah bantuin Gue keluar dari masalah Gue."
"Iya sama-sama, kaya sama siapa aja Lo. Kalau Lo ada masalah lagi, cari aja salah satu dari kita. Kita akan usahain ngebantu Lo," kata Nayara.
"Gue nyesel dulu pernah memfitnah Lo Nay," kata Gisel dan membawa kembali kenangan masa lalu mereka.
"Lucu Lo, masak langsung percaya sama Sandrina yang baru aja sehari Lo kenal dan Lo malah ngeraguin Gue yang udah jadi sahabat Lo dari zaman dulu. Jangan di ulangin lagi loh," kata Nayara.
"Iya Nay."
Malam ini sesuai rencana keluarga Gisel dan Bastian akan bertemu untuk membahas tentang pernikahan ini. Nayara, William, Gisel, dan Bastian juga turut hadir dalam perbincangan itu.
"Deg-degan gak Sel?" Tanya Nayara.
"Hampir mati Gue," jawab Gisel sambil memukul dadanya pelan.
"Santai, nanti Lo pingsan yang ada gak jadi nikah."
"Sa-saya…"
"Yang tegas dong ngomongnya," bisik Arya.
"Santai aja kali, emang Om mau makan kamu apa?" Kata Devian santai.
"Gini aja, Om cuma mau minta pembuktian kamu apakah kamu emang bener-bener bisa ngejaga putri semata wayang Om?"
"Bisa Om, bahkan nyawa akan saya korbankan demi Gisel!"
"Om harap, kamu bisa nepatin semua janji kamu. Dan untuk syarat nikahannya Om cuma mau kamu punya rumah, mobil, dan pemasukan sendiri. Karena Om gak mau nanti setelah nikah kamu masih tinggal sama Bunda kamu. Dan Om juga gak mau Gisel jalan kaki kemana-mana, ya minimal lah kamu punya sopir pribadi soalnya kan Gisel gak bisa bawa mobil."
"Itu sudah saya pertimbangkan Om, saya juga gak mau ngelihat gadis saya,"
"Gadis saya?" Tanya Devian sambil mengernyitkan dahinya.
"Maksud saya Gisel."
"Kita bakal menjamin kenyamanan dan kebahagiaan Gisel kok Yan, jangan khawatir. Gue juga punya anak perempuan yang di treat kaya anak sendiri sama mertuanya, Gue juga gak mau kalah dong sama Sherina. Dan juga, Gisel kalau kamu nanti di apa-apain atau mengalami kdrt dari Bastian langsung kasih tahu Bunda ya sayang," kata Renata.
"Iya tante."
"Bunda dong, panggilnya Ayah sama Bunda ya sayang. Kamu juga nanti manggil Om Devian Ayah loh Bas."
Bastian dan Gisel sama-sama menyembunyikan wajah mereka yang memerah. Nayara dan William juga ikut senang karena kedua teman mereka akhirnya mendapatkan restu walau pun sudah melewati rasa khawatir yang tidak ada gunanya itu.
"Jadi, kapan kalian mau melaksanakan pernikahannya?" Tanya Devian sambil menyesap teh panas.
"Minggu depan!" Teriak Bastian dan Gisel bersamaan sehingga membuat Devian menyemburkan teh panasnya ke samping. Untung gak ke depan, kan gak kena Bastian jadinya.
"Apa gak terlalu awal untuk ninggalin Ayah, sayang?" Tanya Devian dengan wajah yang memelas.
"Nggak Ayah, atau Ayah pingin besok aja di laksanain pernikahannya? Dengan senang hati kita nerima," kata Gisel sambil memeluk Ayahnya itu dari samping.
"Bukan gitu maksud Ayah."
"Ini pasangang yang baru aja habis lamaran gimana?" Tanya Renata.
"Gimana apanya tante?" Tanya William.
"Ya rencana ke depannya mau gimana? Kapan nikah?"
"Kalau itu masih belum tahu tante. Kita masih pingin merintis karir dulu," jawab Nayara.
"Gisel sama Bastian gak mau mikirin karir dulu?" Tanya Devian namun tak mendapat jawaban karena Bastian dan Gisel sedang asik bercanda berdua.
"Yah seperti itulah dua sejoli," gumam Devian.
"Yang penting ini," William mengangkat tangan kiri Nayara dan memperlihatkan cincin tunangan yang terpasang indah di jari manis Nayara.
"William udah ngasih pertanda kalau gadis yang ada di sebelah William adalah gadis William," jawab William.
"William so sweet banget! Iri tante jadinya sama Nayara," kata Renata sambil memukul lengan Arya agak keras.
"Ahh sakit Re," rintih Arya.
"Do'ain semoga langgeng ya tante," kata William.
"Pasti, nanti masa depan kalian bakalan kaya tante sama Mama kamu Nay. Bastian sama Gisel juga semoga langgeng ya. Yah tidur," kata Renata sambil menghela napasnya saat melihat putranya dan Gisel tertidur di atas sofa. Gisel menyandarkan kepalanya di dada bidang Bastian dan Bastian setia menggenggam tangan Gisel.
"Gue di tinggalin sama anak Gue Re," rengek Devian.
"Mampus Lo sendirian sekarang," ejek Renata.
"Jahat Lo Re."
"Ayo kita makan malam dulu sebelum kalian pulang. Tante udah mesen makanan, kayanya udah sampe tuh," kata Renata.
William, Nayara, Devian, Arya, dan Renata makan malam bersama kecuali Bastian dan Gisel karena mereka tertidur lelap.
"Kabarnya Nicholas gimana Nay? Udah lama nggak lihat dia," tanya Arya.
"Kak Niko lagi sibuk sama perusahaan barunya, gak pernah di rumah," jawab Nayara.
"Kalau pacarnya? Siapa itu namanya?"
"Oh kak Raya, dia lagi sibuk sama lesnya."
"Dia bukannya udah lulus ya?" Tanya Devian sambil mengernyitkan dahinya.
"Iya memang udah lulus, maksudnya itu dia buka tempat les dia sendiri."
"Owh gitu, Om kira dia gak bosen belajar sampe ngambil les-les segala."
"Makasih ya Om Tante udah ngajak kita ikut diskusi masalah pernikahan Gisel sama Bastian," kata Nayara dan bersiap untuk meninggalkan rumah Bastian.
"Kalian berdua kan sahabat mereka, makanya tante percaya kalau kalian bisa bantu kita semua. Ini bawain buat kakak-kakak kamu ya," kata Renata lalu menyerahkan beberapa makanan dan kue kering.
"Titip salam buat keluarga kamu ya Will," kata Devian.
"Iya Om, kalau gitu kita pamit ya Om Tante."
"Iya hati-hati."
William dan Nayara lalu pergi dari rumah Bastian.
"Mereka keren banget," gumam Arya.
"Iya kan? Walaupun mereka dari keluarga yang kaya, tapi mereka tetep berusaha buat bisnis sendiri," lanjut Renata.
"Re, Gue bener-bener minta tolong sama Lo. Tolong jagain Gisel Gue, sayangi dia seperti anak Lo sendiri. Dia gak pernah ngerasain kasih sayang seorang ibu soalnya," mohon Devian.
Renata yang sangat tahu akan masa lalu Devian, langsung mengusap punggung laki-laki itu.
"Gue bakal memperlakukan Gisel sama seperti Gue memperlakukan Anna. Gue janji, Gue sendiri sama Mas Arya yang bakal ngasih sangsi ke Bastian kalau dia ngapa-ngapain Gisel."
"Bener Pak Devian, kami berdua akan bertanggung jawab atas kebahagiaan Gisel," kata Arya juga.
"Beruntung anak Gue ketemu mertua kaya Lo dan Arya. Makasih ya."
Malam itu, Devian menginap di rumah Bastian karena keesokan harinya ia ada meeting di dekat sana.
"Sayang, kamu mau tidur di kamar pribadi aku di kantor gak?" Tanya William.
"Terus ini?" Nayara menunjuk makanan yang ada di pangkuannya.
"Nanti aku suruh orang kantor anterin ke rumah kamu. Mau ya?"
"Emang ada apa disana?"
"Ada kita berdua, sama… calon bayi kita," kata William dengan wajah yang tersipu.
"Maksud kamu? Owh aku paham… kamu mau itu ya?" Tanya Nayara sambil tersenyum jahil.
"Nggak sayang, aku cuma bercanda doang tadi. Aku pingin tidur sama kamu aja sih gak ada pikiran yang lain," jawab William berusaha tenang.
"Kalau kamu mau boleh kok."
"Kamu nggak keberatan emangnya?" Tanya William dengan senyum di wajahnya.
"Tuh kan kamu tuh emang ladi turn on. Hayo ngaku!" Kata Nayara sambil mencolek dagu William.
"A-aku kan nanya, t-tadi kamu juga kan tadi yang bilang itu itu hmm boleh," kata William.
"Kamu kalap gitu, lihat? Berarti emang bener kamu lagi turn on. Adik kamu juga keras," kata Nayara sambil melihat paha bawah William.
"Sayang jangan di lihat dong."
Nayara lalu mengalihkan pandangannya. Sebelumnya bukan itu maksud William ingin mengajak Nayara ke kantornya. William hanya ingin tidur bersama Nayara malam ini karena sudah lama mereka tidak menghabiskan malam berdua, untuk sekedar melepas rindu atau berbincang di atas tempat tidur.
"Please ya malam ini aja? Aku nggak ada maksud kaya gitu."
"Iya, emang kamu nggak ada kerjaan malam ini?"
"Nggak ada, udah aku selesaiin dari kemarin. Sekarang aman."
Nayara dan William akhirnya menuju kantor mereka dan bermalam di sana.
Seminggu kemudian…
Gisel dan Bastian sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Raya dan Nicholas juga akan segera melangsungkan pernikahan. Satu persatu dari mereka kini mulai membentuk keluarga kecil, sehingga jarang bertemu.
"Sayang, aku denger Jesse sama Sandrina mau pindah ke luar kota," kata William. Nayara dan William sedang berada di mansion baru William.
"Iya tahu, Kak Jason yang bilang. Kalau gak salah dia ngelanjutin perusahaan ibunya," jawab Nayara sambil mengelus kepala William. William tidur di paha Nayara dan menghadap ke perut gadis itu.
"Kita perlu gak ke luar kota? Siapa tahu kamu mau ngerasain suasana baru gitu."
"Gak usah, di sini udah nyaman. Deket sama keluarga dan juga temen-temen aku semuanya," jawab Nayara. William lalu bangun dan duduk menghadap Nayara, mengecup kening Nayara agak lama.
"Bulan depan kamu udah siap?" Tanya William.
"Siap ngapain?"
"Nikah, kamu udah siap belum? Gisel, Bastian, Kak Reiga, Kak Putra, Kak Nathan, Kak Nicholas, Saka, Christ, Karin aja udah nikah."
"Bentar, Saka? Sama siapa dia mau nikah? Pacar aja gak punya perasaan."
"Sama Astrid, gak tahu juga mereka tuh tiba-tiba ngumumin udah nikah di grup. Tapi mereka cuma nikah di KUA aja."
"Oh gitu, aku belum sempet baca grup soalnya masih sibuk."
"Nanti malem semuanya bakal ke rumah barunya Saka sama Astrid. Kamu bisa gak malem ini?"
"Bisa, aku juga penasaran sama rumah baru mereka."
"Ya udah kalau gitu kamu tidur siang dulu biar gak ngantuk nanti pas party. Aku temenin," kata William lalu menggendong Nayara ala koala.
"Loh katanya mau tidur? Kok jadi ke dapur?" Tanya Nayara karena William malah meletakan Nayara di atas meja makan.
"Bentar, aku sekalian mau nyelesaiin kerjaan, sambil ngemil nungguin kamu tidur," kata William lalu mengambil banyak camilan.
"Hari ini kan minggu, kamu kerja juga?" Tanya Nayara lalu turun dari meja makan dan membantu William dengan makanannya.
"Iya sayang, kalau nggak kerja gimana mau bayar mansionnya? Mahal loh ini," kata William lalu berjalan ke arah kamar bersama Nayara.
"Kan bisa besok lanjutin. Tapi apa boleh buat kalau emang tunangan aku yang satu ini suka kerja," kata Nayara lalu naik ke kasur setelah menaruh camilan di atas meja kerja William.
"Nanti aku lanjutin, aku ikutan ngantuk ngelihat kamu nguap. Sini," William menjadikan lengannya bantal bagi Nayara. Nayara memeluk pinggang William dan menempelkan badannya pada perut sixpack William.
"Selamat tidur siang."
William dan Nayara tertidur selama lebih dari empat jam.
"Selamat ya Astrid akhirnya Lo nyusul kita-kita," kata Karin heboh.
"Iya makasih, apa ini? Harusnya gak perlu repot-repot bawa kaya ginian. Masuk dulu semua, maaf rumahnya kecil," kata Astrid.
Rumah Astrid dan Saka terletak di perumahan kecil tapi asri. Rumah mereka sangat indah karena di penuhi tanaman hias dan juga Saka membuat kolam ikan. Tetangga-tetangga mereka juga merupakan orang yang cinta bersih.
"Gapapa kecil yang penting ada usaha buat beli rumah. Toko kalian katanya pindah ya?" Tanya Lily.
"Nggak Kak, toko kita tetep di sana, masih di renovasi."
"Ada yang rusak emangnya?" Tanya Putri.
"Bukan, kita mau bikin toko yang agak besar. Kita juga mau launching menu baru buatan Saka," jawab Astrid sambil tersipu.
"Wihh keren banget kalian, usaha dari nol cuma berdua. Bahkan kalian nolak bantuan dari kita-kita loh," kata Freya.
"Nia Twins kemana kak? Masih di playground yah?"
"Iya, nanti bakal kesini sama Nayara sama William."
"Malem masih di playground?" Tanya Karin.
"Nggak tahu Gue," jawab Freya.
"Lo ibunya anjir!"
"Maaf ya telat datengnya. Pak suami sangat lah lelet," kata Gisel dan langsung masuk ke rumah Astrid.
"Kok aku? Kamu yang kelamaan dandan," kata Bastian.
"Iya gapapa ayo sini masuk, maaf ya rumahnya kecil."
"Saka mana nih?" Tanya Bastian.
"Mereka di belakang sama para suami yang lain, samperin aja."
"Hai Gisel, selamat ya atas nikahannya. Sorry Gue gak bisa dateng ada yang mau di lakuin soalnya."
"Loh? Dita? Kok bisa sih? Lo jadi nikah sama Andrew?" Teriak Gisel dan langsung berlari ke arah Dita.
"Iya, Gue di paksa sama dia tapi Gue mau."
"Lo kenapa gak ngundang Gue sih?"
"Mereka nikah dadakan Sel, tabrakan jadwalnya sama Karin sama Christ. Gak tahu nih tiba-tiba aja semua pada ngebet nikah," kata Aira.
"Bener, mereka tuh emang ikut-ikutan Gue.Tanggal jadian aja deketan, cih!" Karin menatap Dita kesal.
"Kan tanggal baik untuk nikah ya hari itu. Gue sama Andrew gak mau nunggu lebih lama lagi buat nikah. Kita juga udah hampir tua," kata Dita.
"Njirr Lo baru umur dua puluh tiga kan? Tahun ini mau dua puluh empat. Gue yang udah hampir dua puluh enam apa dong?" Tanya Freya.
"Loh Nay, anak Gue mana?" Tanya Freya saat Nayara masuk tanpa membawa kedua putrinya.
"Tadi mereka udah di jemput Tante Renata, katanya mau di ajak ke arisannya. Buat barang pamer," jawab William.
"Oh, Gue kira anak Gue hilang."
"Ya nggak lah Kak, yang cowok nggak ada yang dateng?"
"Dateng semua, itu mereka lagi ada di belakang."
"Sayang, aku mau kesana dulu yah," William lalu mengecup pipi Nayara sebelum pergi.
"Aduh aduh aduh mesra sekali pasangan tunangan ini. Iri Gue, suami Gue kagak peka," ucap Freya.
"Biasa aja kali kak," Nayara lalu duduk di sebelah Gisel.
"Biasa aja apanya? Sumpah kalian tuh bikin iri satu circle deh," ucap Karin.
"Ehh Lo nikah gak ngundang Gue," kata Nayara sambil mencolek Dita.
"Maaf Nay, dadakan soalnya," jawab Dita sambil menyengir.
"Anak-anak Gue mana?" Tanya Nathan begitu William duduk di salah satu kursi kosong.
"Di jemput sama Tante Renata, mau di ajak ke arisan katanya." Jawab William.
"Mau di pamerin kali," ucap Putra.
"Kok Lu tahu Put?" Tanya Reiga.
"Mama sering nyinggung masalah itu, katanya iri ngelihat Tante Sherina bawa cucu ke arisan," jawab Putra dengan wajah yang sulit di artikan.
"Mama juga sering bilang gitu kok. Kayaknya kita semua ngalamin kecuali Nathan deh," kata Reiga.
"Bener, Mama Gue memang gak bilang kalau dia pingin Gue ngasih cucu buat dia. Tapi Gue sebagai anak juga pingin ngelihat Mama bahagia, Gue pingin ngasih Aira pelengkap juga."
"Sabar lah Put, pasti ada jalan," kata Nathan sambil mengelus pundak Putra.
"Eh, Andrew nikah gak ngundang-ngundang ye," ucap William.
"Hehe, dadakan soalnya Will. Gue gak pingin di duluin sama Christ. Sorry ya."
"Ngapain juga Lo lomba cepet-cepetan nikah sama Gue, gak jelas!"
"Ehh selamat ya buat pengantin baru, doain semoga Gue juga cepet nyusul," kata William.
"Thanks, btw padahal Lo duluan yang lamaran kok nikah paling akhir sih?"
"Tenang Gue bukan yang terakhir, masih ada jomblo abadi," William menunjuk Egi.
"Gue lagi makan bolu ya jangan tunjuk-tunjuk!" Egi memilih terus memakan bolu karena teman-temannya sering mengejeknya.
"Tenang nanti pasti ada cewek yang mau sama Lo, biar pun Gue gak tahu kapan," kata Reiga
"Sialan Lo."