Chereads / OUR JOURNEY / Chapter 119 - Bab 118

Chapter 119 - Bab 118

"Anak-anak pada kemana Pa?" Tanya Sherina.

"Loh, mana Papa tahu kan kita pulang barengan. Gimana sih?" Kata Rivano.

"Mobil Nathan ada disini tapi gak ada orangnya. Coba kalian panggil mereka bertiga," pinta Sherina pada pelayannya.

"Baik nyonya," ucap pelayan itu.

Setelah beberapa lama pelayan itu kembali, " maaf nyonya, tuan dan nona tidak ada di rumah."

"Kemana mereka bertiga?" Tanya Sherina.

"Ahh palingan main sama temennya. Biarin lah," ucap Sherina.

"Ish gak bisa napas nih Gue Lo nyekek leher Gue," omel Nathan.

"Loh, Naya kamu kenapa?" Tanya Rivano lalu menghampiri putrinya.

"Naya astaga kenapa kamu digendong? Ada yang gangguin? Siapa orangnya, biar Mama hajar sekarang," ucap Sherina penuh emosi.

"Nicholas yang ngerjain kamu? Nih Mama jewer sekarang telinganya," Sherina berucap sambil menarik daun telingan Nicholas.

"Bukan Kak Niko Ma, lepasin kasihan Kak Niko," kata Nayara.

"Owh, bukan ya? Kalau gitu pasti Nathan," kata Sherina dan bergantian menjewer telinga Nathan.

"Ma Ma aduh aduh…" rintih Nathan lalu menurunkan Nayara dari gendongannya.

"Bukan Ma astaga. Tadi kita main terus sandal Nayara di buang sama Kak Nathan jadi Naya minta digendong dia," kata Nayara.

"Kalian habis main kemana sih, jam segini keliaran di luar. Nanti kalau diculik gimana?" Tanya Rivano.

"Gampang, kalau diculik palingan cuma Niko aja yang diambil," ucap Nathan.

"Kenapa Gue?" Tanya Nicholas sambil melotot.

"Inget gak sih dia pernah ditipu tante girang? Nah dia kan polos makanya rawan diculik," kata Nathan sambil menahan tawanya.

"Sialan Lo! Sini gak Lo!" Teriak Nicholas lalu mulai mengejar Nathan lagi.

"Astaga Niko Nathan jangan lari-larian di dalem. Mama gak suka ya kalau ada barang Mama yang pecah!" Teriak Sherina dari luar.

"Nik denger tuh Mama bilang gak boleh lari-lari di dalem. Setop ya," kata Nathan yang berdiri di belakang vas bunga.

"Bodo amat! Lo udah ngatain Gue, ngelap ingus Lo ke baju Gue, buang sandal Gue lagi! Pokoknya Gue harus ngehajar Lo dulu baru Gue bisa tenang! Sini Lo!" Teriak Nicholas lalu melanjutkan aksi kejar-kejarannya dengan Nathan.

"Ma, Ma lihat anak Mama tuh. Udah kaya orang utan yang mau makan Nathan. Tolongin Nathan Ma," ucap Nathan sambil berlindung di belakang Sherina.

"Haduh kalian tuh udah gede jangan lari-larian di dalam rumah. Selesaikan dengan baik-baik," ucap Rivano yang mulai pusing dengan sikap kedua anak kembarnya itu.

"Ma, Mama tahu kan ini masalah pribadi Niko sama anak monyet itu? Jadi Mama gak usah ikut campur ya. Sekarang Mama minggir, biarin Niko ngehajar Nathan sekali aja. Gak sampe mati kok palingan patah tulang belakang sama gagar otak doang," kata Nicholas dengan tatapan tajam.

"Jangan Ma Nathan mohon. Nathan gak mau ninggalin anak sama istri Nathan. Mama bantu Nathan nenangin monster yang ada di dalam diri Nicholas yah," ucap Nathan memohon.

"Udah-udah cukup! Kalian berdua berhenti kejar-kejaran, ada yang mau Mama omongin dengan kalian. Nayara kamu ganti baju terus mandi dulu," ucap Sherina dan langsung dituruti oleh ketiga anaknya.

Nayara langsung naik ke kamarnya dengan wajah yang kusam dan rambut yang berantakan akibat ulah Nathan. Nayara langsung masuk ke kamar mandinya dan membersihkan badannya. Setelah mandi Nayara tak langsung turun, melainkan menghubungi William terlebih dahulu.

"Halo Sayang, kenapa nelphone? Ada masalah?" Tanya William.

"Nggak, kamu ada dimana?" Tanya Nayara sambil menyenderkan badannya di kepala kasur.

"Aku ada di kantor," jawab William.

"Katanya nggak ke kantor malam ini? Ada kerjaan mendadak ya?"

"Iya, kamu butuh aku? Aku ke rumah kamu sekarang."

"Nggak! Nggak perlu, aku nelphone kamu karena seharian kan nggak dapet banyak ngobrol gitu. Yaudah lanjutin yah kerjanya semangat," ucap Nayara.

"Iya udah aku lanjut kerja ya," kata William lalu menutup telephone nya sepihak.

"William tumben nggak spam call. Sesibuk itu ya dia sama kerjaannya?" Tanya Nayara pada dirinya sendiri.

"Mau ngomongin apa Ma?" Tanya Nathan.

"Nayara mau dilamar sama William," ucap Sherina.

"Apa?" Tanya kedua anak itu bersamaan.

"Ssstt! Itu rahasia," ucap Rivano sembari menempelkan jari telunjuk di bibirnya.

"Tiba-tiba?" Tanya Nicholas.

"E-emang William udah siap nikahin Nayara?" Tanya Nathan.

"Gimana sama kehidupan mereka setelah nikah?" Tanya Nicholas lagi.

"Mama sama Papa setuju?" Tanya Nathan lagi.

Kedua saudara itu sangat terkejut. Seharusnya Nicholas tak perlu terkejut karena dia sudah tahu. Tapi tetap saja kabar itu begitu mengejutkan untuknya.

"Niko kamu kan udah tahu tentang ini. Kenapa kaget?" Tanya Sherina.

"Kaget aja, reflex," jawab Nicholas sambil menetralkan napasnya yang memburu.

"Kok Nathan gak tahu? Kapan dia ngelamar Nayara?" Tanya Nathan.

"Belum, Nayara belum tahu. Tadi Mama sama Papa ketemu sama keluarganya William ngomongin tentang hal ini. Dan ternyata…"

"Terus Mama sama Papa setuju gak?" Tanya Nathan memotong pembicaraan Rivano.

"Nath denger dulu Papa ngomong," kata Nicholas.

"Mama sama Papa setuju karena William kelihatannya serius dengan hubungan ini. Dia berencana ingin melamar Nayara di hari penobatan Nicholas nanti," lanjut Rivano.

"Dari mana Papa tahu kalau William serius? Apa dia presentasi dulu di depan Papa tentang kehidupan setelah mereka nikah nanti?" Tanya Nicholas.

"Nggak, William udah ngerencanain ini dari lama. Dan William juga udah nyiapin cincin buat Nayara dari lima tahun lalu. Waktu mereka awal pacaran," kata Sherina berusaha meyakinkan kedua putranya. Sherina sangat paham dengan watak kedua anak kembarnya itu.

"Nicholas gak yakin," kata Nicholas sambil menunduk.

"Nathan juga."

"Alasan kalian gak setuju apa? Lihat William, dari keluarga yang setara dengan kita. Kalau bukan William yang jadi pasangan sehidup semati Nayara? Siapa lagi yang cocok? Bahkan Tante Adele sama Om Thomas aja udah ngejamin kebahagiaan Nayara," kata Sherina.

"Bukan gak setuju, cuma gak yakin aja," kata Nathan lalu diangguki Nicholas.

"Huh, Mama tahu kalian nggak akan segampang ngebalik telapak tangan untuk melepas adik kalian. Tapi inget, kalian gak selamanya bisa jagain Nayara. Nayara butuh seseorang yang dia sayang untuk ngejalanin kehidupan dia setelah kalian sibuk sama urusan keluarga kalian," kata Sherina memberi pengertian kepada kedua putranya itu.

"Papa tahu kalau kalian sayang sama Nayara lebih dari apa pun. Tapi kalian juga harus inget, Nayara juga harus mengambil keputusan atas kehidupannya. Kita memang setuju, tapi kita belum tahu keputusan Nayara tentang ini. Dapat disimpulkan kalau, pertunangan ini baru berlangsung kalau Nayara bilang iya ke William," ucap Rivano sambil mengelus pundak Nathan yang duduk di sebelahnya.

"Oma!!!!" Pekik Tania dan Sania lalu langsung berhambur ke pelukan Sherina.

"Loh ada cucu Oma," kata Sherina lalu membalas pelukan cucu-cucunya.

"Opa nggak di peluk?" Tanya Rivano.

"Peluk dong," kata Tania lalu memeluk Opa nya.

"Mama Freya pulang," teriak Freya yang langsung membuka pintu.

"Sama siapa kesini?" Tanya Nathan dingin.

"Sama William tuh," jawab Freya lalu duduk di sebelah Sherina. Terlihat William yang tengah mengekori di belakang Freya.

"Baru aja tadi ketemu udah ketemu lagi. Duduk dulu sini William," kata Rivano.

"Tolong buatkan William minuman," ucap Sherina.

"Kok bisa dateng barengan? Janjian?" Tanya Sherina.

"Iya Tante, Kak Freya tadi minta tolong anterin kesini. Saya juga sekalian mau ketemu Nayara," jawab William.

"Oh gitu, Nayara masih mandi. Tunggu di sini aja," kata Sherina sambil mengode ke arah Nathan dan Nicholas yang menatap tajam ke arah William.

"Ma, mereka berdua aura nya gelap gitu kenapa? Habis kelahi?" Tanya Freya.

"Masalah lamaran," jawab Sherina. Freya hanya mengangguk menanggapi ucapan Sherina.

"Gue ada salah apa lagi ya tuhan sama mereka? Apa karena Gue ngasih tumpangan ke Kak Freya? Tapi kalau emang itu masalahnya, kenapa Kak Nicholas juga ngelihatin Gue kaya gitu?" Tanya William dalam hati. Dirinya panik bukan main tapi tetap bertahan dalam posisi yang santai.

"Udah ya Gue mau mandi duluan," kata Nathan.

"Gue duluan!" Pekik Nicholas tanpa memutus pandangannya dari William.

"Gue duluan lah, kan Gue duluan yang nyebut," kata Nathan dan melakukan hal yang sama dengan Nicholas.

"Nathan! Nicholas! Lebih baik kalian mandi di kolam aja kalau gak mau gantian," teriak Rivano.

Nathan dan Nicholas langsung beranjak dari sofa dan pergi ke kamar mandi berdua.

"Aduh!" Rintih Nayara saat Nicholas tak sengaja menabrak Nayara.

"Ehh maaf-maaf," kata Nicholas sambil mengelus jidat Nayara.

"Ngapain sih jalan sambil tolah toleh ke belakang? Kena kan jadinya," omel Nayara.

"Maafin Kakak Nay, Kakak mau mandi dulu yah. Nanti Kakak masakin makanan favorit kamu."

"Nah ini dia Nayara," kata Sherina.

"Ngapain kesini malem-malem?" Tanya Nayara lalu duduk di sebelah William.

"Pingin ketemu kamu aja sih," ucap William.

"Freya sama anak-anak mau ke kamar ya Ma, Pa. Kita masuk dulu ya Nay," kata Freya.

"Dada Oma, Opa, Tante, Om," kata Tania.

"Iya dada."

"Ekhem, makin deket aja kalian berdua. Yasudah kami mau masuk ke kamar dulu ya. Emang kalian aja yang bisa pacaran?" Kata Rivano lalu menarik Sherina ke kamar.

"Ada-ada aja," kata Nayara dan menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah ibu dan ayahnya.

"Kerjaan kamu gimana? Udah selesai?" Tanya Nayara sambil mengelus kepala William.

"Udah, capek banget aku. Sayang, menurut kamu apa aku harus kuliah? Kalau kuliah telat gak ya?" Tanya William.

"Nggak ada kata terlambat untuk menuntut ilmu. Kalau kamu mau aku pasti dukung kok," jawab Nayara.

"Aku males tapi kuliah. Udah pusing sama urusan kantor, masak harus kuliah lagi sih," keluh William.

"Jadi gimana? Mau kuliah apa nggak? Aku akan dukung apa pun keputusan kamu nanti."

"Makasih ya," ucap William lalu menelusupkan wajahnya di dada Nayara.

"Heh! Belum sah jangan nempel-nempel! Kaya tokek aja Lo berdua," kata Nathan lalu duduk diantara William dan Nayara.

"Will Lo gak pulang? Ini udah jam sebelas malem loh," kata Nicholas dan memberikan tatapan tajam ke arah William.

"Iya kak sekarang Gue pulang. Nitip salam sama tante sama om. Sekalian kak Freya sama Tania dan Sania juga," kata William lalu mengambil jaket dan kunci mobilnya.

"Iya udah buruan sana pulang. Makasih udah nganterin Freya," kata Nathan. William mengangguk dan keluar dari rumah Nayara.

"William hati-hati ya," teriak Nayara.

"Apa-apaan sih kalian berdua? Ngapain kaya gitu ke William?" Omel Nayara yang kesal karena sikap kedua kakaknya.

"Kaya gitu gimana? Emang kita ngapain William?" Tanya Nicholas.

"Ihh kalian marah-marah gitu ke William. Ada masalah apa?"

"Nggak ada tuh, kita gak merasa kalau kita marah-marah ke William," kata Nathan.

"Kalau William ngelamar kamu nanti, tolak ya Nay," kata Nicholas dan membuat Nayara mengerutkan keningnya.

"Kenapa?" Tanya Nayara.

"Ya karena…. Hmm… karena kalian belum ready untuk nikah. Iya karena kalian masih muda," kata Nathan.

"Terus Lo nikah di usia Sembilan belas tahun itu bukannya nikah muda ya? Gue sekarang udah umur dua puluh tiga tahun, udah dewasa. Nikah muda apanya, kenapa sih emangnya kalau William ngelamar Gue?"

"Bukannya gak setuju tapi William kan lagi sibuk sama kerjaan kantornya, kamu sendiri yang bilang. Dan juga dia ada rencana kuliah kan, tadi dia bilang kakak gak sengaja denger. Jadi…" Nicholas menghentikan perkataannya.

"Jadi?" Tanya Nayara seolah meminta kejelasan lebih lanjut dari Nicholas.

"Jadi, nanti dia gak ada waktu buat kamu. Kamu dianggurin, gak di sayang, nanti kamu gak bahagia. Emang mau gak bahagia?" Lanjutnya.

"Kak, William ngelamar Naya aja belum. Jauh banget mikirnya sampe kesana. Lagian Naya kan juga butuh pasangan. Kalian berdua waktu pacaran aja Naya gak ada larang kan?" Pernyataan Nayara membuat kedua saudara kembar itu bungkam.

"I-iya sih bener Lo gak ngelarang kita. Tapi kan konteksnya beda. Kita udah kenal dari SD, tapi Lo baru kenal William pas masuk SMA. Itu pun Lo kenal dari pertemuan keluarga," kata Nathan.

"Terus, Gue bolehnya sama siapa?" Tanya Nayara sambil melipat kedua tangannya.

"Sama cowok yang pure pilihan Lo. Tanpa ada campur tangan dari Mama sama Papa," jawab Nicholas.

"Kenapa kalian nggak setuju sama Jesse kalau gitu?"

"Itu kan beda Nay, dia-"

"Beda darimana? Sama aja. Udah ah gak usah bahas tentang itu. Kalau jodoh ya pasti bakal jadi aja," ucap Nayara lalu kembali ke kamarnya.

"Kenapa ya kita gak bisa ikhlas setiap kali Nayara punya pacar?" Tanya Nicholas.

"Karena dia adik kita. Kita gak mau kalau nanti dia disakiti sama cowok," kata Nathan.

"Tapi masalahnya ini William loh. Harusnya kita bisa nerima William jadi ipar kita kan? Secara dia dari keluarga terpandang dan keluarga dia udah kenal baik sama keluarga kita," kata Nicholas lalu merebahkan dirinya di atas sofa.

"Mau William atau anak presiden sekalipun, rasa khawatir itu gak bakalan ilang Nik. Yuk, kita coba untuk ikhlas atas kepergian Nayara," kata Nathan.

"Heh! Ngaco Lo kalau ngomong!"

Keesokan harinya, Nayara diajak oleh Nicholas ke kantor barunya.

"Wah, gede banget kantor kakak," kata Nayara terpukau.

"Gimana, seneng gak kalau kerja di sini kira-kira?"

"Seneng, tapi kan cita-cita Naya jadi kaya Mama," jawab Nayara.

"Iya siapa tahu kamu berminat kerja di sini, boleh kok. Kakak gak akan maksa kamu biar jadi sempurna supaya bisa kerja di sini."

"Oh iya Nay, William jarang ke rumah kenapa? Kamu lagi ada masalah sama dia?" Tanya Nicholas.

"Dia sibuk kerja di kantor. Tapi dia selalu nyempetin diri buat jemput di kampus atau sekedar makan siang bareng," jawab Nayara.

"Kamu ngerasa kesepian ya pasti?" Tanya Nicholas.

"Nggak, ngapain ngerasa kesepian? Emang temen Naya kurang ya segitu banyaknya?"

"Kan kamu sering dianggurin sama William," kata Nicholas.

"Enggak kok siapa bilang William nganggurin Nayara? Malahan dia setiap hari selalu nyempetin buat telephone," kata Nayara.

"Gagal!!!!!!!!!" pekik Nicholas dalam hati.

Nicholas dan Nathan mencoba untuk memengaruhi pikiran Nayara agar menolak lamaran dari William.

"Nay, lihat nih lihat. Tadi pas Gue ke kantornya William buat meeting. Gue ngelihat yang beginian. Dia selingkuh dari Lo Nay," kata Nathan sambil menunjukan seorang wanita sedang bersama William di ruangannya.

"Dia sekretaris Om Thomas. Gue pernah ketemu sama dia," kata Nayara santai.

"Kemarin William ada nelpon Lo gak?" Tanya Nathan dan Nayara menggeleng.

"Nih lihat, dia habis ke club. Dia ngedugem sama cewek lain Nay," kata Nathan sambil menunjukan foto yang lain.

"William ke club bareng Bastian sama Lo kan waktu itu. Gimana sih? Mana berani dia terang-terangan kaya begini," kata Nayara lalu naik ke kamarnya. Lelah menghadapi Nathan.

"Kayanya semua usaha kita sia-sia," gumam Nathan.

Tepat di hari penobatan Nicholas…

"Selamat ya Pak Nicholas," ucap Reiga sembari menyalami tangan Nicholas.

"Makasih ya Pak Reiga," ucap Nicholas.

"Jujur loh Lo nanti ngurus perusahaan amalnya. Jangan di korupsi uangnya untuk kepentingan pribadi," ucap Bang Jay.

"Pasti lah Bang, do'ain Gue supaya bisa jadi penerus yang baik dan hebat kaya Papa," kata Nicholas.

"Gue yakin Lo pasti bisa jadi penerus kaya Papa Lo. Lo punya jiwa pemimpin yang hebat," kata Bang Jay.

"Makasih Bang," kata Nicholas sambil tersenyum.

"Raya mana? Dia gak ikut nemenin Lo Nik?" Tanya Freya.

"Nggak, dia sakit katanya," jawab Nicholas sambil menunduk. Dia ingin Raya ada di sini saat ini.

"Oh pantesan dia gak jawab telephone Gue dari tadi pagi. Kalau Lo ketemu dia bilangin gws ya," kata Freya.

"Pasti."

Acara penobatan berlangsung dengan tenang. Nicholas dan Nayara juga sempat memberikan pidato di depan para tamu undangan yan datang.

"Mulai hari ini, CEO resmi dari Sheri Assosiation adalah Nicholas Hanendra!" Ucap Rivano di depan semua orang. Tepuk tangan dan sorak sorai dari tamu undangan memenuhi gedung tempat di laksanakannya acara penobatan itu. Hingga sampai pada acara yang ditunggu-tunggu.

Lampu di seluruh gedung tiba-tiba padam. Menimbulkan kericuhan diantara tamu undangan.

"Weh kok mati lampunya?" Tanya Putra.

"Panggil Egi mana? Dia kan yang bertanggung jawab sama lampunya," kata Hao.

Tiba-tiba lampu kembali hidup, namun cahayanya sedikit meredup. Diiringi lagu jazz romantis, William berdiri di belakang microphone.

"Tes tes…" William melirik ke arah Gisel dan Bastian lalu menganggukan kepalanya.

"Semangat William," ucap Gisel pelan.

"Ngapain tuh William Nay?" Tanya Andrew.

"Nggak tahu juga," jawab Nayara yang masih bingung dengan keadaan.

"Pertama-tama, maaf karena telah membuat kericuhan sebentar. Saya ingin memanggil Nona Nayara Kanendra untuk naik ke atas panggung bersama saya," ucap William.

"Cie Nay, ayo dong maju sana ke panggung," ucap Karin sambil mendorong tubuh Nayara.

"Aciee ada yang mau proposal nih," teriak Reiga bersama yang lainnya.

Begitu sampai di atas panggung, William langsung mengenggam tangan Nayara.

"Kamu udah bikin aku berjuang mati-matian untuk bisa deket sama kamu. Cuma kamu yang suka bikin aku kepikiran sama kamu. Kamu adalah hadiah terbaik yang pernah aku terima dari tuhan," ucap William tanpa mengalihkan pandangannya. Nayara pun sama, tak sekali pun dia menoleh ke arah lain selain ke wajah William.

"Maka dari itu…" William menarik napas panjang. Dirinya sangat gugup saat ini. William lalu berlutut di hadapan Nayara sembari membuka sebuah kotak yang berisi cincin permata.

"Woaahhh keren banget cincinnya," teriak Karin girang.

"Will you marry me?" Tanya William sambil berlutut dan melihat ke dalam bola mata Nayara.

Nayara tak percaya dengan apa yang ia alami saat ini. Perlahan air mata mulai jatuh dari mata Nayara dan mulai membasahi pipinya. Nicholas hendak mendekat ke arah Nayara namun ditahan oleh Sherina.

"Tapi Naya nangis Ma," kata Nicholas lirih.

"Dia bahagia. Percaya sama Mama," kata Sherina.

"Diterima gak ya sama Nayara?" Tanya Egi yang ikut berdebar menyaksikan lamaran itu.

"Gak tahu Gue juga deg-degan," jawab Andrew yang tak nyaman.

"Yes, I will," jawab Nayara dengan isakan tanda bahagia.

"Thank you Sayang," kata William lalu memasangkan cincin yang sudah ia persiapkan sejak lima tahun lalu. William lalu memeluk erat Nayara, begitu juga Nayara yang memeluk erat William.

"Selamat Tuan Rivano dan Nyonya Sherina," kata satu-persatu tamu undangan.

"Sherina terimakasih karena sudah melahirkan calon putriku," kata Adele.

"Aku senang karena kamu menganggap Nayara sebagai putrimu bukan menantumu," kata Sherina lalu memeluk Adele.

"Selamat Tuan Thomas. Anakmu memenangkan hati kami dan putriku," kata Rivano lalu memeluk Thomas.

"Selamat juga untukmu Tuan Rivano," kata Thomas sambil tersenyum.

Nayara dan William turun dari panggung sambil bergandengan tangan menemui orang tua mereka.

"Gimana? Mau kaya gitu gak sayang?" Tanya Bastian.

"Menurut kamu?" Tanya Gisel balik.

"Oke!" Seakan mengerti apa yang Gisel katakana, Bastian dengan penuh percaya diri memeluk gadis itu.

"Wah William selamat ya," kata Thomas lalu memeluk putranya itu.

"Terimakasih Pa," ucap William.

"Naya, bentar lagi kamu bakal ninggalin Mama sama Papa," ucap Sherina.

"Jagain adik Gue Will, Gue minta tolong," kata Nathan dengan wajah yang seperti menahan tangis.

"Lo gak nyuruh juga pasti Gue jagain Kak. Maaf ya, karena udah ngambil Nayara," kata William.

"Iya gapapa Gue ikhlas kok. Lo harus kerja keras biar bisa bikin hidup Nayara jadi enak."

"Pasti Kak, akan Gue lakuin semuanya demi Nayara," setelah berkata demikian William langsung di peluk erat oleh Nathan.

"Nay…" panggil Nicholas.

"Kak, jangan nangis Naya gak kemana-mana," kata Nayara.

"Maafin Kakak karena belum bisa jadi Kakak yang baik buat kamu. Sampe-sampe kamu harus bahagia sama orang lain."

Nayara menggeleng sambil tersenyum, perlahan air mata jatuh lagi.

"Nggak Kak, Kakak adalah Kakak terbaik di dunia ini. Gak ada yang bisa gantiin posisi Kakak di hati Naya."

"Udah lah Nik, biarin adik Lo bahagia sama calon suaminya," kata Bang Jay dengan niat menggoda Nayara.

"Yah, Naya kita bakal diambil orang," kata Freya.

"Emang Tante Naya mau diambil sama siapa Bun?" Tanya Sania.

"Tante Naya mau nikah Sania. Bodoh banget jadi orang," ucap Tania.

"Heh Tania!"

"Iya bener kata Tania, Tante sebentar lagi mau nikah. Kalian baik-baik ya nanti," kata Nayara sambil berjongkok di hadapan Nia Twins.

"Berarti nanti yang jemput kita bukan Tante sama Om lagi?"

"Nggak gitu, kita bakal jemput kalian seperti biasa kok."

"Tante, nanti kalau Om jahatin Tante, kasih tahu Sania yah. Biar Sania yang omelin Om," kata Sania sambil memeluk leher Nayara.

"Emang Sania bisa marahin Om Will?" Tanya William.

"Kenapa nggak? Nanti Sania bakal ajak pasukan Sania juga. Awas ya Om."

"Aduh ngeri banget. Mulai sekarang Om gak akan macem-macem sama Tante Nayara," kata William.

"Yah Gue di duluin," Gisel menghampiri Nayara dengan wajah yang sedih.

"Di duluin kemana?"

"Lo nikah duluan sama William. Gue iri."

"Kan baru lamaran Sel, nikahnya belum. Nayara masih harus nyelesaiin kuliah nya dulu, William juga masih perlu banyak hal untuk nikahin Nayara," kata Adele.

"Iya Gisel, kamu gak sendiri kok masih banyak kan temen-temen kamu yang belum kawin," kata Sherina sambil melirik mereka yang belum tunangan atau menikah.

"Kok Tante Sherina ngelihat kita?" Tanya Egi.

"Karena kita jomblo kali," jawab Andrew dan mendundang gelak tawa dari semua orang.

Malam itu, merupakan hari yang sangat spesial bagi semuanya. Banyak hal baik yang terjadi.