Nayara hari ini sudah berjanji dengan Adele akan membuat kue untuk ulang tahun Justin. Sebelumnya Nayara tidak memberi tahu William jika dia memiliki jadwal bersama ibunya.
"Nona Nayara silahkan duduk dulu, saya akan memanggil Nyonya besar," kata pelayan rumah William.
Tak butuh waktu lama, Adele sudah turun dengan pakaian santainya. Adele menuruni tangga sambil mengomeli pelayannya.
"Seharusnya kamu langsung nyuruh Nayara yang manggil saya. Besok-besok jangan suruh menantu saya nunggu di sofa kaya gitu," kata Adele.
"Menantu?" Tanya Nayara dalam hati.
"Baik Nyonya," kata pelayan itu sambil menunduk.
"Kamu boleh pergi," kata Adele. Setelah membungkuk pelayan itu langsung kembali mengerjakan tugasnya.
"Naya sayang apa kabar?" Tanya Adele lalu memeluk Nayara.
"Baik Tante, Tante sendiri bagaimana kabarnya?" Jawab Nayara.
"Pake bahasa santai aja, kan udah sering ketemu juga. Tante baik juga kok," kata Adele.
"Hehe iya tante, ini Naya tadi udah beli bahan-bahan untuk bikin kuenya," kata Nayara.
"Naya, Tante lagi gak mood masak nih. Gimana kalau Tante ajak kamu keliling kebun Tante? Kamu taruh aja barangnya di sini biar nanti asisten Tante yang beresin," ucap Sherina.
"Iya Tante," kata Nayara lalu mengikuti Adele.
Adele lalu menggandeng tangan Nayara dan pergi ke kebun yang sangat luas. Di sana terdapat banyak sekali jenis sayur-sayuran dan buah.
"Tante dibantu sama asisten pribadi Tante ngerawat kebun ini. Tante baru mulai berkebun ini sekitar satu tahun yang lalu, sengaja Tante nunjukin ke kamu karena Sherina bilang kamu suka berkebun, ya?" Tanya Adele sambil mengelilingi kebun dalam ruangan nya.
"Setelah kamu resmi jadi menantu Tante, kamu boleh berkebun di sini sesuka kamu," kata Adele. Nayara hanya mengangguk sambil tersenyum tipis ke arah Adele.
"Kamu gak mau nikah sama William ya Nay?" Tanya Adele dengan raut wajah panik.
"Mau kok Tante," jawab Nayara cepat.
"Maaf ya, abisnya dari tadi muka kamu datar sih," kata Adele lalu melanjutkan perjalanannya bersama Nayara.
William baru saja bangun lalu turun ke ruang tamu hendak pergi ke dapur dan melihat tas yang tak asing bagi dirinya. William turun hanya dengan celana panjang tanpa atasan. Ada handphone serta kunci mobil juga di sana.
"Ini tas Nayara kok ada di sini? Nayara main kesini?" Tanya William. Kebetulan juga Justin baru datang dari kamar mandi sambil memegangi perutnya.
"Nayara ada kesini ya?" Tanya William to the point.
"Tanya dulu kek Gue kenapa, ya mana Gue tahu," ucap Justin lalu duduk di sofa.
"Kapan boleh dibuka gips nya?" Tanya William lalu duduk di sebelah Justin.
"Tiga bulan lagi," jawab Justin.
"Tadi Gue denger suara Kak Naya. Kali aja di ajak Mama jalan-jalan ke kebunnya," kata Justin.
William hanya menganggukan kepalanya dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. William kembali duduk di sofa dan merentangkan tangannya sambil menyilangkan kakinya juga.
"Gak nyamperin Kak Nay?" Tanya Justin dan William menggeleng.
"Tumben biasanya denger namanya aja udah sibuk sendiri," kata Justin.
"Mungkin Mama lagi pingin ngabisin waktu sama Nayara. Gue gak enak ganggu," ucap William.
"Will, nanti anterin Gue ke lapangan ya?" Tanya Justin.
"Ngapain emangnya? Ngerepotin aja Lo," kata William dengan tatapan malas.
"Gue bilangin Mama ya Lo gak mau bantuin Gue. Gue cuma mau nge chek keadaan tim," kata Justin.
"Berisik, iya nanti Gue anterin sekalian nganterin Nayara pulang," kata William lalu merebahkan tubuhnya di atas sofa.
"Kan Kak Naya bawa mobil sendiri. Nih kunci mobilnya ada di depan mata Lo sialan!" Teriak Justin tepat di telinga William.
"Haduh! Bisa budek Gue kalau Lo teriak di telinga Gue!"
"Haduh anak-anak Tante udah pada bangun, ayo kita balik aja Nay sebelum terjadi perang dunia ke tiga," ucap Adele.
Adele dan Nayara lalu kembali ke dalam rumahnya dan melihat William dan Justin yang sedang adu mulut. Kedua kakak beradik itu memang jarang akur.
"Heh kalian! Setop atau Mama telephone Papa kalian!" Ancam Adele. William dan Justin langsung menghentikan perkelahian mereka.
"Ada apa sih ini kalian udah gede masih aja berantem. Gak malu di lihat Nayara ini?" Tanya Adele.
"Dia Ma, teriak di sebelah telinga William," adu William.
"Justin udah minta maaf Ma, tapi dia malah ngelunjak," kata Justin.
"Udah Mama gak peduli ya, sekarang baikan. Pelukan," kata Adele. Dengan terpaksa William dan Justin melakukan semua yang di perintahkan Adele.
"Nayara main sama William dulu ya, Tante mau nganter Justin ke lapangan dulu," kata Adele.
"Kok Mama tahu Justin mau ke lapangan?" Tanya Justin. Karena setahunya dia tidak mengatakan apa pun kepada ibunya.
"Kamu ngomong teriak-teriak orang yang ada di luar kota pun bisa denger suara kamu," kata Adele sambil memutar bola matanya malas.
William lalu mengajak Nayara masuk ke kamarnya. Ini sudah kesekian kalinya Nayara masuk kamar William, begitu juga William sudah tidak asing lagi dengan kamar Nayara.
"Kotor banget," gumam Nayara.
"Hehe, habis liburan dari Bali aku ke rumah cuma buat tidur gak sempet bersihin kamar jadinya," ucap William.
"Kan ada pelayan kenapa gak nyuruh mereka aja?"
"Maunya, tapi aku lupa terus. Nanti aku minta tolong ke pelayan buat beresin," ucap William.
"Nanti malem kamu mau ke kantor lagi?" Tanya Nayara lalu duduk di atas kursi game William.
"Nanti malem nggak, Papa nyuruh aku buat istirahat. Kenapa emangnya? Mau di temenin ke suatu tempat?" Tanya William.
"Temenin aku beli gaun buat pesta penobatan Kak Nicholas," ucap Nayara.
"Oke, sekalian aku juga mau beli," kata William lalu mengusap kepala Nayara.
"Kita ngapain sekarang? Duduk di sini doang kaya biasanya?" Tanya Nayara.
"Terus kamu mau kemana? Aku temenin deh sampe kamu puas."
"Gak pingin kemana-mana."
"Sekarang aja gimana beli gaunnya? Toh kita gak ada rencana," kata William.
"Boleh, kamu gak butuh istirahat lagi emangnya? Muka kamu kelihatan cape banget," kata Nayara.
"Nggak usah," kata William lalu mengambil bajunya dan keluar dari kamarnya.
"Kamu gak mandi atau dandan gitu?" Tanya Nayara.
"Nggak perlu, gini aja aku udah ganteng," jawab William sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Jorok," kata Nayara.
"Kok jorok? Orang aku udah mandi tadi pagi."
"Bercanda ayo pergi," kata Nayara.
****
Di rumah Nayara terdapat Sherina dan Adele yang sedang berbincang. Nayara tidak tahu jika Mamanya kembali ke Indonesia hari ini.
"Untuk hal yang pernah kita bahas sebelumnya, gimana menurut kamu?" Tanya Adele.
"Oh tentang itu, aku gak yakin jika Nayara mau menerima William," ucap Sherina sambil menunduk.
"Tapi, apa kamu setuju jika William melamar Nayara nanti?"
"Aku sangat setuju jika itu William dan jika memang William serius terhadap hubungannya dengan Nayara," kata Sherina.
"Oke, aku bakal coba meyakinkan William dan juga Nayara. Mungkin nanti malam suami ku sama William bakal kesini lagi untuk membicarakan hal ini lagi," kata Adele.
"Tapi bukannya William mau buat kejutan untuk Nayara?"
"Iya, tentu Nayara tidak termasuk dalam perundingan itu. Tapi, aku ngerasa bersalah jika Nayara tidak ikut serta," kata Adele. Raut wajahnya terlihat lesu.
"nggak papa, Nayara pasti ngerti," kata Sherina.
Nayara dan William sudah sampai di butik langganan Nayara. Banyak gaun mahal yang tergantung di setiap pojok ruangannya.
"Selamat siang Nayara, mari silahkan ikut Om untuk melihat hasil dari gaun yang telah di pesan," kata salah satu desainer yang akrab di sapa Billy. Billy memang sudah kenal baik dengan Nayara dan keluarganya. Setiap ada pesta, dia lah yang bertanggung jawab atas kostum yang keluarga itu kenakan.
"Tapi saya gak ada mesen gaun Om," kata Nayara yang memang tidak merasa memesan gaun.
"Tentu saja Nyonya Sherina yang memesan untuk Nayara dan Kakak-kakak kamu juga," kata designer itu.
"Tunggu ini Will bukan?" Tanya Billy.
"Iya benar, salam kenal saya William Ackerley," kata William yang langsung menjabat tangan Billy.
"Halo salam kenal saya Billy yang bertanggung jawab menjadi desaigner untuk keluarga Kalendra," kata Billy dan membalas jabatan tangan William.
"Mari Om Billy perlihatkan hasil gaun yang nggak kalah cantik dari Nayara," kata Billy lalu berjalan ke arah tirai. Nayara dan William hanya mengekori Billy tanpa berbicara sepatah kata pun.
"Tara…" Billy membuka tirai yang di dalamnya terdapat sebuah gaun berwarna putih lengkap dengan pernak-pernik indah khusus untuk Nayara. Gaun dengan lengan panjang dan dan dibuat agar mengikuti bentuk tubuh Nayara.
"Gimana Nayara? Suka gak sama gaunnya? Atau ada yang menurut Nayara kurang atau mau di perbaiki?" Tanya Billy.
"Coba dulu boleh gak? Saya gak tahu soalnya kalau Mama udah mesenin gaun buat saya," kata Nayara sambil memerhatikan setiap senti dari gaun itu.
"Tentu boleh, ayo nanti di bantu sama yang lain," ucap Billy.
Dua orang sudah masuk ke dalam tirai untuk membantu Nayara memakai gaunnya. Billy dan William menunggu di luar.
"Kamu pacar Nayara?" Tanya Billy kepada William.
"Iya," jawab William.
"Nyonya Sherina memesan satu setelan jas untuk kamu. Mau coba lihat?" Tanya Billy. Dengan senang hati William mengangguk.
"Wow jas ini cocok banget sama gaun Nayara. Kalian bakalan jadi pasangan terserasi di sana nanti. Bakal ngalahin pasangan Nathan," kata Billy.
"Yakin mereka bisa ngalahin Gue, Bill?" Tanya Nathan yang sudah berdiri di sebelah salah satu mannequin.
"Ehh Nathan, nggak sih kalian tetep yang paling bersinar," ucap Billy sambil tersenyum canggung.
"Nganter adik Gue, Lo?" Tanya Nathan.
"Iya kak," jawab William.
"Owh, mana jas sama gaun yang di pesen Mama? Gue mau lihat Bil," ucap Nathan.
"Di ujung sana, saya mau nyemperin Nayara dulu. Nanti baru saya ngurus jas kamu. William ayo sini ikut saya," kata Billy.
Nayara sudah berdiri dengan gaun yang terlihat indah di tubuhnya. William sampai menganga melihat Nayara.
"Kalian berdua berdiri di sana dulu," kata Billy dan menyuruh Nayara dan William untuk berdiri bersebelahan. Tak lupa bucket bunga yang diberikan oleh asisten Billy berada di tangan Nayara.
"Buat apa di foto Bil? Mama nyuruh?" Tanya Nathan.
"Enggak, buat pajangan di depan toko. Mereka cocok soalnya buat promosi baju pengantin," ucap Billy dan melanjutkan pemotretannya.
"William tolong peluk pinggang Nayara, lebih posesif dong. Seakan-akan kalau Nayara itu cuma punya kamu aja. Kamu nggak pingin Nayara lepas dari kehidupan kamu. Kamu pingin…"
"Om Billy, udah buruan foto. Nayara pingin perbaikin gaunnya," ucap Nayara dan membuat Billy menyengir.
Setelah pemotretan, Nayara dan William langsung melepas pakaian mereka. Sekarang Nayara dan Billy sedang mendiskusikan tentang revisi gaun.
"Lengannya terlalu kecil kalau di pake sakit. Terus bagian bawahnya kepanjangan, kalau jalan takut kesandung. Sama mahkotanya, kan bukan saya yang pake jadi gak usah isi itu. Biar nanti tim hairdo yang ngurusin semua tentang kepala," ucap Nayara.
"Oke, gaun akan jadi dalam dua hari," kata Billy.
"Baju Gue udah belum sih Bil? Lama banget loh ini Gue nuggu di sini," omel Nathan.
"Nath, Lo dateng setelah Nayara. Antri," kata Billy.
"Cih," Nathan hanya berdecih pasrah dan menunggu gilirannya.
"Kita duluan ya Kak," ucap William.
"Jagain adik Gue ya jangan sampe ada lecet sedikit pun," kata Nathan.
"Siap Kak!"
Nayara dan William akhirnya meninggalkan butik.
"Sini Nath coba jas Lo," kata Billy.
"Nanti aja deh Bil, Gue disuruh ke kantor sama papa," kata Nathan dan membuat Billy menarik napas pasrah. Diantara klien yang sudah mempercayainya, hanya Nathan saja satu-satunya klien yang paling ribet dan suka membuat kepala Billy sakit.
"Makasih ya Sayang udah nganterin aku ke butik," kata Nayara.
"A-apa yang kamu bilang barusan? Kamu manggil aku dengan sebutan apa?" Tanya William kalap.
"A-aku nggak ada bilang apa-apa," elak Nayara.
"Nggak Nay, tadi kamu manggil aku sayang. Bisa gak kamu manggil aku dengan itu mulai sekarang dan selamanya?" Tanya William dengan mata yang berbinar.
"Aku usahain," jawab Nayara sambil menyembunyikan wajahnya.
"Gak usah malu-malu gitu. Kapan Nayara yang aku kenal mulai malu, hmm? Lihat sini dong," kata William sambil menangkup kedua pipi Nayara dan menatap lekat kedua bola Nayara.
"Will…"
William perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Nayara lalu mengecup singkat bibir Nayara.
"Aku sayang kamu Nay," ucap William.
"Aku juga sayang kamu… Sayang," ucap Nayara dan membuat William tersenyum girang. William makin mengeratkan pelukannya untuk menyembunyikan senyumnya yang merekah akibat ulah Nayara.
"Akhh Will aku gak bisa napas. Huh huh huh."
"Ehh maaf, maaf. Sekarang kita ke restoran buat makan siang gimana?"
"Iya boleh," jawab Nayara.
Selama makan siangnya dengan Nayara, William tak henti-hentinya memerhatikan Nayara.
"Will? Kenapa ngelihatin aku terus kaya gitu? Aku risih," ucap Nayara. William seketika langsung membenarkan posisi duduknya yang semula duduk dengan tangan yang menopang dagu, kini William sudah duduk tegap.
"Kamu inget gak? Waktu kita awal-awal masuk SMA, kamu pernah bilang gitu ke aku," kata William.
"Kapan? Masak aku pernah ngomong gitu ke kamu?" Tanya Nayara dengan wajah yang mengkerut.
"Kamu lupa ya? Kamu pernah dingin sedingin kutub utara sama aku. Waktu kamu masih suka sama Bastian," kata William.
"Kamu bertingkah seakan-akan kalau aku itu penganggu hubungan kamu sama Bastian," lanjutnya.
"Terus sekarang gimana?" Tanya Nayara.
"Gimana apanya?"
"Gimana kalau kamu jadi penganggu tidur malam aku?" Tanya Nayara.
"Hah, mak-maksud kamu?" Tanya William bingung.
"Kamu jadi penganggu di malam hari karena aku gak bisa tidur gara-gara terus mikirin tentang kamu," ucap Nayara.
"Ihh Sayang apa-apaan sih! Kamu nih seneng banget bikin aku malu," kata William dan membuat Nayara tertawa.
"Udah buruang habisin makanannya, kasihan tuh makanannya kamu anggurin dari tadi," kata Nayara. William pun dengan segera melahap makanan yang ada di atas piringnya.
Sesuai perjanjian tadi, kini keluarga Ackerley dan keluarga Kalendra bertemu di sebuah restoran, tanpa Nayara.
"William, apa kamu yakin dengan keputusan kamu untuk melamar Nayara?" Tanya Rivano.
"Yakin Om, saya sudah memikirkan hal ini sejak lama," jawab William yakin.
"Bagaimana rencana kamu kedepannya jika Nayara menerima lamaran kamu?" Tanya Rivano sambil menyesap minumannya.
"Saya…" William terdiam. Dirinya tidak memikirkan tentang hal itu.
"Udah lah Pa, jangan ditanya sampai segitunya. William udah yakin sama Nayara kalau udah mau ngelamar," ucap Sherina.
"Banyak kok yang ngelamar karena cuma kebelet kawin," ucap Rivano jutek.
"Tuan Rivano, kami bisa menjamin jika Nayara aman bersama putra kami. Kami yang akan menghukum William jika sampai membuat Nayara meneteskan air mata karena William," ucap Thomas.
"Saya yakin anda akan bertanggung jawab terhadap putri saya. Tapi William? Apakah dia yak-"
"Yakin om. Saya yakin seratur persen!" Ucap William.
"Saya belum selesai bicara William," kata Rivano dan menatap tajam ke arah William.
"Ma-maaf om."
"Baiklah, saya akan mengizinkan kamu melamar anak saya," ucap Rivano. Senyuman terukir di wajah William.
"Tapi, kamu harus berjanji tidak akan menyakiti Nayara. Karena dia adalah putriku," kata Rivano dan mendapat anggukan mantap dari William.
"Saya janji om! Makasih om!" Kata William gembira.
"Terimakasih Tuan Rivano," kata Thomas lalu berdiri dan menjabat tangan Rivano setelah itu memeluk Rivano.
"Sherina terimakasih," ucap Adele lalu memeluk Sherina.
"Terimakasih om, tante," kata William.
"Kapan kamu mau melamar Nayara?" Tanya Sherina.
"Rencananya saya ingin melamar Nayara di hari penobatan Nayara dan Kak Nicholas," kata William.
"Saya sudah mempersiapkan cincin pertunangannya," lanjutnya.
"Kapan kamu menyiapkannya?" Tanya Rivano.
"Itu…"
"William sudah membeli cincin itu dari awal dia dan Nayara berpacaran. William sangat yakin jika Nayara adalah jodohnya," kata Adele.
"Apa? Ternyata kamu serius ya," ucap Rivano bangga.
"Mari kita lanjutkan makan malamnya," ucap Sherina. Mereka akhirnya melanjutkan makan malam sambil membahas sedikit tentang pertunangan.
"Kak, Mama sama Papa ada di rumah?" Tanya Nayara yang baru saja pulang.
"Habis dari mana? Kok malem pulangnya?" Tanya Nicholas yang sedang bekerja di depan laptopnya.
"Habis main sama Gisel. Kak jawab dulu mama kemana?" Tanya Nayara.
Nicholas tidak di izinkan untuk memberitahukan pertemuan itu kepada Nayara.
"Nggak tahu, dinner romantis kali," jawab Nicholas asal.
"Owh.. Kak ini sabtu loh, kakak gak libur?" Tanya Nayara lalu duduk di sebelah Nicholas dan menyenderkan kepalanya di pundak Nicholas.
"Nggak bisa, masih ada kerjaan yang harus di selesaiin," jawab Nicholas.
"Kak, Naya kok merasa kalau Naya kangen kita yang dulu?" Tanya Nayara masih dalam posisi yang sama. Nicholas menoleh sekilas ke arah Nayara sebelum kembali menoleh ke laptopnya lagi.
"Kenapa gitu?"
"Dulu kalau Naya sama kak Nathan berantem, kakak pasti selalu misahin kita atau ikut ketawa karena tahu kalau kita cuma bercanda. Tapi, udah lebih dari enam tahun Naya nggak ngerasain vibes itu," kata Nayara sambil memejamkan matanya dan menahan tangisnya.
"Sssttt… kita tetep kita yang dulu. Gak ada yang berubah dari kita, kita masih sama. Gak usah banyak berpikir gak baik buat kesehatan," kata Nicholas. Nayara menangis dengan kepala yang masih bersender di kepala Nicholas. Entah kenapa, hari ini Nayara merasa jika dirinya sangat merindukan kedua kakaknya. Ternyata Nicholas juga merasakan hal yang sama.
"Apa karena Nayara mau dilamar yah?" Tanya Nicholas dalam hati.
Disisi lain, Nathan yang gelisah langsung menuju rumahnya dari kantor. Sebelum itu, ia sudah terlebih dahulu memberitahukan Freya tentang hal ini. Nathan sudah sampai di rumahnya, Nathan langsung masuk dan memeluk Nayara dan Nicholas yang sedang menangis dalam diam.
"Nath…" gumam Nicholas yang menahan tangisnya.
"Gue kangen kalian berdua," ucap Nathan lirih sambil memeluk kedua saudaranya.
"Entah kenapa hari ini Gue ngerasa kangen kalian berdua," lanjutnya.
"Hiks kak Nathan…"
"Iya Nay, keluarin aja tangisnya. Gue juga ngerti kok," ucap Nathan sambil mengelus kepala Nayara.
"Bukan gitu, Gue kejepit Lo bau," kata Nayara dan langsung membuat Nathan reflex menjauhkan tubuhnya dari Nayara dan Nicholas.
"Bau banget Lo mandi dulu sana sialan!" Umpat Nayara.
"Padahal tadi udah bagus suasanya terharu, Lo ngapain pake ngomong kaya gitu sih anjir? Kan batal nih air mata Gue jatuh," kata Nathan.
"Lo mandi dulu makanya baru kesini. Bau banget Lo ah," umpat Nayara lagi.
"Lo juga, habis dari mana Lo malem-malem baru pulang?" Tanya Nathan sambil mengelap ingusnya dengan lengan bajunya.
"Ish Nath, sumpah Lo jorok banget babi!" Teriak Nicholas.
"Nih nih rasain tuh Lo ingus Gue," kata Nathan sambil mengelap tangannya yang terkena ingus ke baju Nicholas.
"Sialan Lo!" Nicholas lalu mengejar Nathan yang langsung berlari ke luar rumahnya. Nathan berlari entah ke arah mana dan dikejar oleh Nicholas. Sementara Nayara ikut berlari mengekori Nathan dan Nicholas.
"Nicholas jelek! Wlee!!" Teriak Nathan sambil berlari menjauh dari Nicholas.
"Sini Lo anak monyet!!" Teriak Nicholas lalu melempar sandalnya ke arah Nathan.
"Kak Nathan Kak Nicholas tunggu!" Teriak Nayara sambil berlari dan tertawa.
"Sandalnya Gue buang ya," kata Nathan sambil mengambil sandal Nicholas lalu melemparnya jauh.
"Sialan Lo Nathan monyet!" Geram Nicholas lalu melemparkan sandalnya yang satu lagi.
"Gue buang lagi," ucap Nathan tanpa dosa.
"Nathan astaga stress Gue lama-lama sama Lo. Balik gak Lo!" Teriak Nicholas dan menyisir rambutnya ke belakang dengan wajah yang frustasi karena ulah Nathan.
"Kalau Gue balik nanti Lo ngehajar Gue lagi," teriak Nathan sambil terus berlari.
"Kak, pake sandal Naya aja," kata Nayara lalu melemparkan kedua sandalnya. Nicholas lalu melemparkan kedua sandal Nayara ke arah Nathan dan seperti tadi Nathan membuang sandal Nayara ke sembarang arah.
"Kak Nathan itu sandal Gue! Sialan Lo monyet!" Teriak Nayara dan ikut mengejar Nathan. Jika tadi Nayara berlari hanya karena ikut-ikutan saja, kini Nayara berlari karena tersulut emosi karena sandalnya di buang oleh Nathan.
"Udah udah oke oke Gue nyerah Gue minta maaf," kata Nathan lalu berbaring di atas aspal. Begitu juga Nicholas dan Nayara.
"Besok huh Gue ganti huh sandal kalian. Tenang huh aja Gue kaya," kata Nathan sambil menetralkan napasnya.
Bugh!
Nayara memukul dada Nathan dengan kuat
"Akkhh!! Sakit Nay," ucap Nathan lemah.
"Ngeselin banget sih Lo jadi orang? Sekarang Gue pulangnya gimana? Sakit tahu lari-larian tanpa sandal!" Omel Nayara.
"Iya besok Gue ganti denger gak sih tadi Gue udah ngomong? Budek banget jadi orang!" Balas Nathan.
"Udah jangan teriak-teriak ini malem," kata Nicholas yang sudah berhasil menetralkan napasnya.
"Yang bilang ini pagi siapa?" Tanya Nayara dan Nathan bersamaan.
"Aciee kita barengan," kata Nathan lalu bertos dengan Nayara.
"Jodoh kali kita," kata Nayara.
"Ayo pulang nanti Mama sama Papa nyariin," kata Nicholas lalu bangkit dari tidurnya.
"Nay, sini Gue gendong," kata Nathan. Nayara langsung naik ke punggung Nathan.
"Berat juga Lo ternyata," ucap Nathan.
"Kak Niko lihat Kak Nathan masak Naya dibilang gendut!" Rengek Nayara kepada Nicholas.
Nicholas hanya menggelengkan kepalanya karena sudah sakit kepala karena berlarian tanpa henti sekitar lima belas menit mengitari lapangan.
"Ngapain tuh Niko sama adik-adiknya di luar?" Tanya Reiga yang bersiap untuk tidur bersama Lily.
"Mana?" Tanya Lily lalu ikut mengintip.
"Itu, mana Nayara sama Nicholas gak pake sandal lagi. Habis ngejar maling?"
"Nggak mungkin lah By, udah yuk tidur," kata Lily lalu menarik tubuh Reiga agar menindihnya.
"Jangan mancing ya kamu," kata Reiga.