Nayara dan Jesse sekarang sedang berada di rooftop sekolah mereka. Suatu kebetulan yang seperti nya di sengaja.
Lima menit sebelumnya…
Nayara melihat Jesse berjalan ke arah rooftop dan memutuskan untuk mengikutinya. Namun, ternyata Jesse juga mengikuti Nayara yang sepertinya akan menuju ke rooftop. Dan di sana lah mereka, saling menatap satu sama lain. Dengan canggung.
"Hai Nay," sapa Jesse.
"Hai," balas Nayara.
"Gue," mereka berdua berbicara dalam waktu yang bersamaan.
"Lo duluan," kata keduanya lagi.
"Suit aja," kata Nayara. Jesse mengeluarkan kertas sedangkan Nayara mengeluarkan batu. Otomatis, Jesse memenangkan pertandingannya.
"Gue mau bilang sama Lo kalau Gue…." Jesse menggantungkan kalimatnya karena ragu.
Jesse ingin bilang jika dirinya rindu Nayara, dia rindu ciuman, pelukan, aroma, tawa, dan segalanya tentang Nayara. Dia tahu dia egois, tapi hati dan pikirannya bergerak berlawanan. Otaknya berusaha menyadarkan dirinya, sementara hatinya masih menginginkan kehadiran Nayara.
"Gue sebelumnya mau minta maaf dulu sama Lo. Gue sadar Gue egois. Tapi Nay, Gue udah berusaha nahan perasaan ini, berusaha nyari pelampiasan lain. Tapi, yang Gue mau itu Lo bukan yang lain. Gue gak minta Lo balik karena ini memang keputusan kita dari awal. Gue Cuma mau bilang doang, dan sekarang Gue lega," kata Jesse sambil menatap mata Nayara. Mata Nayara yang selalu terbayang di kepalanya.
"Sebenernya Gue juga," gumam Nayara dan membuat Jesse lebih terkejut dari pada sebelumnya. Matanya membulat sempurna. Apa yang barusan ia dengar? Nayara merindukannya?
"Na-Nay Lo serius?" Tanya Jesse.
"Buat apa Gue bohong? Gue janji, di kehidupan selanjutnya Gue bakal jadi milik Lo," kata Nayara dan langsung dipeluk oleh Jesse. Nayara pun membalas pelukan Jesse.
"Makasih Jesse, udah pernah jadi salah satu orang yang bikin hidup Gue jadi sempurna," kata Nayara.
"Makasih juga karena Lo Gue jadi berubah menjadi jauh lebih baik dari pada sebelumnya," jawab Jesse.
Mereka berpelukan cukup lama hingga dering ponsel mengganggu mereka. Dering itu berasal dari ponsel Nayara.
"William nelpon," kata Nayara lalu mengangkat telpon William, di tempat yang sedikit jauh dari Jesse.
Jesse menatap punggung Nayara, hanya Nayara… satu- satunya gadis yang mampu membuat dirinya tergila-gila. Begitu pun sebaliknya, hanya Jesse bagi Nayara.
Entah bagaimana, namun kini William, Nayara, Jesse, dan Sandrina sedang menghabiskan waktu istirahat di rooftop bersama. William yang menyuruh mereka untuk tinggal, sebagai peringatan hari baikan mereka.
"Hah, akhirnya Gue bisa gabung sama circle Lo Nay," kata Sandrina sambil memeluk lengan Nayara.
"Iya, Gue yang awalnya ngira bakal terus jadi saingan Lo ternyata malah jadi satu geng," kata William sambil terkekeh.
"Lo bukan saingan Gue karena tanpa perdebatan panjang Nayara tetap milih Gue," kata Jesse dalam hati sambil menatap William dengan senyuman.
"Apa Lo lihatin Gue?" Tanya William garang. Jesse menanggapinya dengan gelengan kepala.
"Udah bel tuh, yuk masuk," kata Sandrina.
Akhirnya keempat remaja itu masuk ke dalam kelas mereka masing-masing, dengan pasangan masing-masing. Di lorong sekolah, Jesse dan Nayara harus melewati dua jalan yang berlawanan arah. Mereka sempat menoleh ke belakang sebentar dan kembali menoleh ke depan saat pasangan mereka menarik mereka.
"Sayang, aku mau jalan-jalan sama kamu malem ini, kamu sibuk gak?" Tanya William.
"Nggak, emang mau kemana?"
"Ya kemana aja asal sama kamu, tapi kamu gak keganggu nanti belajarnya?"
"Nggak kok, aku bisa baca buku di mobil nanti."
"Tuh kan kamu isi belajar. Bukannya aku ngelarang tapi kamu selalu ngacangin aku kalau lagi jalan. Aku jadinya sedih," kata William sambil mengembangkan pipinya.
"Oh ya? Katanya kamu nggak masalah sama sekali sama hal itu?"
"Iya emang tapi masa kamu tega sih nganggurin pacar kamu yang super duper tampan ini?"
"Kamu kan sering nganggurin aku juga pas main games bareng temen kamu," kata Nayara. Perkataan Nayara sukses membuat William diam seribu bahasa. Memang benar dirinya lebih sering menghiraukan Nayara daripada Nayara menghiraukan dirinya.
"Iya maaf deh, lain kali aku gak ngacangin kamu lagi. Jadi, nanti jadi gak?" Tanya Nayara sambil mengelus rambut William.
"Jadi lah, pulang sekolah aku langsung ajak kamu jalan. Nanti kalau Tante Sheri marah, aku yang bakal bela kamu," kata William dan membuat Nayara gemas sendiri.
"Ehh, sama Gisel juga ya? Gapapa kan?"
"Tumben, dia bilang pingin ikut?" Tanya Nayara. Karena biasanya Gisel tidak mau ikut karena iri melihat betapa romantisnya William dan Nayara.
"Ada yang mau di sampein katanya tadi aku di chat.
"Iya gapapa," kata Nayara.
"Sayang, kita nunggu Gisel sama Bastian dulu di sini. Mereka belum dikasih pulang soalnya," kata William kepada Nayara yang masih membereskan mejanya.
"Iya," jawab Nayara sambil tersenyum ke arah William.
Cup!
William mencium pipi Nayara lalu menatap Nayara. William benar-benar sudah jatuh cinta kepada Nayara.
"Kenapa ngelihatin sampe kaya gitu, hmm?" Tanya Nayara.
"Kamu sempurna," jawab William sambil menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah Nayara.
"Gombal!" Teriak Nayara.
"Kok gombal sih? Serius sayang kamu tuh sempurna tahu, gak kaya cewek pada umumnya. Kamu beda," kata William.
"Bilang kalau aku beda dari cewek lain, gak akan pernah menjadikan kalimat itu sebuah pujian," kata Nayara lalu membuat William memundurkan wajahnya.
"Mulai sekarang, aku janji aku bakal selalu sama kamu walau pun sampai kehidupan selanjutnya," kata William lalu ia merebahkan kepalanya di paha Nayara. William memejamkan matanya saat Nayara membelai kepalanya.
"Ekhem!
"Iya deh yang masih anget-angetnya," kata Bastian dan Gisel.
"Kok telat keluarnya?" Tanya Nayara.
"Tahu tuh bapak Gue ngomel-ngomel katanya nilai kelas kita turun drastis," jawab Bastian.
"Jadi gak nih? William Ackerley bangun!!" Teriak Gisel tepat disebelah telinga William sehingga membuat lelaki itu terjungkal.
"Astaga Gisel, yang lembut dong kalau bangunin aku," kata William sambil mengusap bokongnya yang sakit akibat berbenturan dengan lantai.
"Hehe maaf. Ya abisnya kalian berdua mesra-mesraan gak tahu tempat. Jadi gak nih datenya?"
"Jadi dong, kita mau kemana?" Tanya Bastian.
"Kamu kan tahu kalau aku gak begitu tahu tempat aesthetic. Nayara Lo ada ide?"
"Gak," jawab Nayara.
"Ke danau aja gimana? Gue pingin healing nih," kata Bastian.
"Tapi kan di sana Wulan hampir mati."
"Kok bisa?" Tanya William shock, Gisel pun menceritakan semua kisahnya dari awal sampai akhir.
"Anjirlah, jangan deh Gue gak mau Nayara entar kenapa-napa," kata William sambil mengalungkan lengannya dari arah belakang dan tangannya di genggam oleh Nayara.
"Kan gak ada hujan, udah ah ayok kesana aja biar waktunya gak banyak kebuang," kata Bastian.
Mereka akhirnya menuju danau menggunakan mobil Bastian dan William.
"Nay, tujuan Gue ngajak Lo kesini itu sebenernya… Gue pingin bilang sesuatu sama Lo, sama kalian semua," kata Gisel. Kini mereka sudah ada di pinggir danau, memakan corndog.
"Apa?" Tanya Nayara lalu menolehkan kepalanya ke arah Gisel.
"Kita berdua bakal pindah ke luar negeri, kita berangkat malem ini," kata Bastian.
Nayara dan William hanya menatap hampa ke arah Gisel dan Bastian.
"Maksudnya? Lo berdua gak bakal tinggal di sini lagi?" Tanya William.
"Memang untuk saat ini kita gak tinggal di sini, tapi kita bakal balik…. Entah kapan," kata Bastian sambil menundukkan kepalanya.
"Sumpah Nay, Gue gak mau ninggalin Lo," kata Gisel lalu menangis di pundak Nayara.
Nayara tak bisa menghadap Gisel, dia mencoba menahan air matanya agar tak jatuh. Sungguh, perasaanya senang bercampur sedih. Namun sedih lebih menguasai Nayara saat ini.
"Gisel selamat yah," kata William yang mencoba tersenyum, William juga merasakan hal yang sama seperti Nayara.
"Gue seneng Lo berdua bakal pindah ke luar negeri buat belajar. Tapi, Gue juga sedih karena kalian ninggalin Gue, terutama kamu," kata William sambil mengacak rambut Gisel.
"Maaf Gue gak ngasih tahu Lo lebih awal. Masih banyak yang harus di pertimbangkan soalnya," kata Bastian sambil mengusap tangan Nayara.
"Gue seneng, tapi Gue juga sedih. Sama kaya yang dibilang sama William," kata Nayara. Kini dirinya sudah berani menghadap Gisel.
"Kalian berangkatnya kapan?" Tanya William.
"Nanti malem," jawab Gisel.
"Astaga ini sangat mengejutkan Tuhan. Gak bisa Gue astaga…" kata William yang sangat terkejut dengan kabar itu.
"Ya mau gimana lagi dong? Ayah sama Tante Rena seenaknya aja mesen tiket nggak bilang dulu. Tapi untung kemarin kita nginep di rumah Nayara. Gue anggap itu sebagai goodbye party buat Gue," kata Gisel.
"Terus temen-temen yang lain udah Lo kasih tahu belum?" Tanya Nayara.
"Belum, cuma Lo doang yang kita kasih tahu. Mungkin setelah Gue nyampe baru ngabarin. Gue takut nanti Gue malah gak bisa ninggalin mereka lagi, Gue aja awalnya gak mau kasih tahu Lo tentang ini. Tapi si tukang maksa malah maksa Gue biar ngasih tahu Lo," kata Gisel sambil melirik sinis ke arah Bastian.
"Nanti Nayara marah kamu ketar-ketir di sana. Mending langsung kasih tahu aja, yakan Nay?" kata Bastian dan diangguki Nayara.
"Gue bakal jenguk kalian kalau ada waktu," kata William.
"Iya deh pewaris tahta," ejek Bastian.
"Sebenernya gak perlu nunggu Lo pindah juga Gue bisa kok main ke luar negeri. Cuma ya Gue gak ada waktu karena terlalu sibuk," ucap William jengkel.
"Iya deh iya," kata Bastian semakin menjadi-jadi.
"Mau makan gak? Gue traktir," kata Nayara.
"Yah Nay maaf yah. Kita harus pulang, kan bentar lagi mau otw," kata Gisel dengan wajah sedih.
"Yaudah, kalian baik-baik di sana nanti. Gue doain yang terbaik buat kalian. Kalau ada waktu Gue bakal ngunjungin kalian nanti. Semangat!" Kata Nayara.
"Makasih ya Nay. Yuk pulang."
Dan keempat remaja itu pulang ke rumah mereka.
Gisel dan Bastian sudah sampai di rumah Bastian. Ada banyak koper-koper besar yang berjajar, dan akan siap di masukan ke dalam bagasi mobil. Gisel sampai menganga karena saking banyaknya, koper-koper itu harus di masukan ke dalam truk yang sangat besar.
"Ini kita diusir kali ya Bas?" Tanya Gisel.
"Ehh anak-anak udah balik aja. Ayo sini kita makan dulu terus siap-siap yah," kata Renata.
"Bun, ini koper segini banyak cuma buat kita doang?" Tanya Bastian.
"Ya nggak lah Bas, Kakak kamu sama suaminya mau honeymoon sekalian si Nathan ada job juga. Nanti Kak Freya bakal tinggal serumah sama kalian sekalian ngawasin kalian juga kan baru pertama kali," kata Renata sambil menyiapkan makanan.
"Tapi Bunda gak ikut kesana gitu?"
"Nggak sayang, Bunda masih banyak kerjaan. Nanti kalau kerjaan Bunda udah beres Bunda pasti kesana jengukin kalian yah. Oh iya Gisel, Ayah kamu gak bisa nemenin kamu karena tadi ada meeting dadakan. Tante yang nemenin, gapapa kan sayang?"
"Iya Tante," jawab Gisel.
"Permisi Tante," sapa William dan Nayara yang sudah berdiri dengan beberapa tas belanja.
"Lah? Naya toh, sini nak." Renata lalu menyiapkan minuman untuk Nayara dan William.
"Mau ngasih hadiah buat Gisel sama Bastian Tante," jawab Nayara.
"Gila sih kalian, pasti Lo ngebut ya Will?" Tanya Bastian.
"Iyalah, kalau nggak ngebut gak bakal nyampe."
"Untung kalian nyampe di sini ya nggak ke surge," kata Gisel.
"William nggak ngebut, tadi kita beli baju dijalan. Sebenernya kita ngikutin kalian," kata Nayara.
"Owh, makasih ya Nay udah mau nemenin Gue sampe akhir. Inget loh Lo nanti sering-sering jengukin Gue ke Amerika," kata Gisel.
"Iya kalau ada waktu. Jam berapa berangkatnya?"
"Sekarang," kata Bastian.
Mereka semua akhirnya menuju bandara untuk mengantar Gisel dan Bastian. Nathan dan Freya akan menyusul besok pagi.
"Jaga diri ya kalian di sana. Jangan lupa sering berdoa," kata Renata sambil mengelus kepala Bastian dan Gisel.
"Bastian berangkat ya Bun, Nay, Will," kata Bastian.
"Gisel pamit ya Tante. Gue pergi ya Nay," kata Gisel lalu memeluk sahabatnya itu.
"Jaga diri ya Gisel," kata William sambil mengelus kepala Gisel.
"Gue duluan ya Nay," kata Bastian.
Bastian dan Gisel lalu menjauh dari sana. Selama sekitar sepuluh menit Renata masih diam disana. Nayara hendak pergi namun merasa tak enak oleh Renata.
"Kalian pulang loh ya jangan kelayapan," kata Renata yang sudah berada di atas mobilnya.
"Iya Tante, Tante hati-hati ya di jalan," kata Nayara. Setelah mengangguk, Renata pun melajukan mobilnya.
"Aku anter kamu pulang," kata William lalu merangkul pinggang Nayara.
"Kan tadi kamu yang jemput aku, jadi udah kewajiiban kamu buat anterin aku," ucap Nayara.
"Sayang aku mau nginep boleh nggak?" Tanya William.
"Iya boleh."
"Serius kamu?" Tanya William dengan mata yang berbinar. Nayara menganggukan kepalanya dan membuat William semakin bahagia.
"Atau kamu aja yang nginep?" Tanya William.
"Boleh emang?" Tanya Nayara lagi.
"Hmm, nanti di marah Mama lagi. Katanya, kalian masih kecil jangan aneh-aneh. Padahal kan cuma tidur doang," kata William dengan bibir yang menggemaskan.
"Ya berarti nggak boleh. Lagian Mama kamu juga ada benernya. Kalau kita kebablasan, nanti yang ada malah ngerugiin satu keluarga besar," kata Nayara.
"Iya sih tapi kan…"
"Ssst… udah nanti aja kalau udah nikah," kata-kata Nayara membuat William tersipu.
"Nayara bilang kalau udah nikah hihi," kata William dalam hati.
William dengan tenang mengendarai mobilnya, dengan Nayara yang seperti biasa asik dengan dunianya sendiri. William berpikir, akhir-akhir ini dirinya malah sering bertingkah seperti bayi jika berada di dekat Nayara. William agak kurang nyaman dengan sikapnya itu. Karena menurutnya, semua lelaki tidak boleh berlaku menggemaskan.
William menggenggam tangan Nayara dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya sibuk memegang kemudi. Jalanan sepi membuat suasana semakin romantis. Bahkan sekarang Nayara yang tadinya sibuk dengan dunianya kini beralih menatap jalan di depan. Nayara juga ikut menggenggam tangan William.
"Sayang," panggil William.
"Hmm?"
"Kamu risih gak sih sama aku yang akhir-akhir ini jadi banyak tingkah lucunya?" Tanya William.
"Nggak kok, kamu gimana aja itu fine buat aku," jawab Nayara.
"Kamu juga akhir-akhir ini jadi kaya bayi kalau ketemu aku. Kamu gapapa 'kan?" Tanya William, kali ini tatapan William seperti orang khawatir.
"Aku gapapa, aku lagi menstruasi sebenernya. Jadi mungkin aja karena itu aku sering berubah," jawab Nayara.
"Ada yang kamu mau gak? Kaya yang manis-manis? Atau apa?" Tanya William.
"Nggak," jawab Nayara.
"Yakin? Masa kamu gak mau sesuatu gitu?"
"Kamu kira aku hamil apa? Aku cuma menstruasi biasa aja. Gak ada yang aku inginin, untuk sekarang," kata Nayara.
William malah merasa was-was. Bagaimana jika nanti Nayara berubah menjadi srigala yang seram? Berdasarkan rumor yang beredar, wanita yang sedang menstruasi akan sangat galak. Tapi, Nayara tidak marah sama sekali.
"Gak usah khawatir, kalau aku lagi haid aku gak marah, gak banyak minta. Jadi tenang aja," kata Nayara sambil terkekeh karena kelakuan pacarnya itu.
"Berarti cewek lain yang kalau haid itu alay ya?"
"Bukan gitu. Semua tergantung hormon. Mereka juga gamau kali marah-marah mulu," kata Nayara.
"Iya sayang," kata William lalu mengacak rambut Nayara gemas.
"Aku temenin sampe kamu tidur yah?" Kata William.
"Makasih ya," kata Nayara lalu merebahkan kepalanya di atas lengan William. Tadi William dan Nayara sudah sempat membersihkan badan mereka.
"Kenapa setiap aku tidur di rumah kamu, pasti hujan," kata William yang tangannya setia mengelus rambut Nayara.
"Hujannya suka kali sama kita," jawab Nayara.
"Mungkin. Kamu takut gak malem ini tidur sendiri? Aku udah minta izin sama Kak Nicholas katanya aku boleh nginep. Tapi kalau aku ngapa-ngapain kamu, dapat dipastikan kalau nanti aku cuma tinggal nama doang. Kejam ya Kakak kamu," kata William.
"Ya kan mereka ngelindungin aku."
"Iya, tidur dong, kok masih bangun sih?"
"Aku pingin makan Will. Temenin," kata Nayara sambil menatap kekasihnya.
"Iya aku temenin."
William dan Nayara lalu menuju dapur milik Nayara.
"Will, apa ini?" Tanya Nayara sambil mengangkat gelas yang berisi cairan ungu.
"Itu wine jangan di minum," jawab William.
"Emang kamu kuat minum wine? Kak Niko aja nyerah," kata Nayara sambil memerhatikan gelas itu.
"Kalau gak kuat ngapain minum kalau gitu. Enak tahu coba deh," kata William dan Nayara menggeleng.
"Mau dimasakin apa, hmm?" Tanya William yang sudah siap dengan apron nya.
"Kamu kenapa gak pake baju?" Tanya Nayara. William sengaja tidak memakai baju karena ingin memamerkan tubuhnya yang atletis itu.
"Panas," bohong William.
"Orang hujan kok bisa panas sih? Aku mau masakan yang kamu masak waktu aku main ke rumah kamu," kata Nayara.
"Nasi goreng spesial? Oke ditunggu ya mbak pesanannya," kata William dan sukses membuat Nayara tersenyum.
Nayara yang sangat penasaran dengan rasa wine, mencoba meminum seteguk wine milik William. Rasanya pahit dan panas di tenggorokan. Namun menjadi candu untuk Nayara. Dalam sekejap, Nayara menghabiskan wine William.
Tiba-tiba William merasakan ada sesuatu yang melingkar di pingganggnya, dan itu adalah tangan Nayara. Nayara memeluk William dari belakang dengan tulus.
"Maafin aku sayang," kata Nayara. William menghentikan semua aktivitasnya. Pertama kali Nayara memanggil William dengan sebutan 'sayang'. William sangat bahagia dengan itu.
"Aku udah jahat sama kamu, aku udah khianatin kamu, tapi kamu tetep tinggal di sini, nemenin aku. Aku mohon jangan tinggalin aku," kata Nayara dan sekarang dirinya sedang menangis.
"Iya sayang, aku nggak bakal ninggalin kamu. Jangan nangis yah," kata William lalu memeluk Nayara. Semakin William berusaha menenangkan Nayara, semakin kencang juga tangisan Nayara. William merasa ada sesuatu yang aneh. William melihat ke arah meja, dan disana ada segelas wine yang tadi ia minum. William sadar jika Nayara sedang mabuk, sedikit kecewa karena Nayara mengatakan semua kata-kata itu dalam keadaan mabuk.
"Yah, seenggaknya Gue denger langsung dari mulut dia," kata William lalu menggendong Nayara kembali ke kamarnya.
William menghela napas pasrah, entah kenapa hatinya jadi sakit. William berjalan ke arah meja belajar Nayara dan menemukan sebuah jurnal. Saat membuka jurnal itu, William banyak sekali melihat foto mesra Nayara dengan Jesse. Yang membuatnya lebih kaget lagi adalah, surat pendek yang ditulis sendiri oleh Nayara untuk Jesse.
"Aku bakal nyari dan menemukan kamu dimanapun dan kapan pun. Aku milik kamu. From Nayara Kanendra, to Jesse Adrian."
"Shit!" William hanya bisa mengumpat pelan. Dirinya takut jika nanti akan membangunkan Nayara. Namun kemarahannya mereda, setelah melihat foto dirinya saat bermain basket ada di atas meja belajar Nayara. Dengan bingkai yang sangat imut, dan beberapa hiasan lainnya.
"Ternyata dia udah bisa nerima Gue. Atau belum?" Kata William pada dirinya.
"Walaupun kamu belum sepenuhnya bisa menggantikan yang dulu, tapi aku akan berusaha merubah cara pandang aku terhadap kamu. MY BOY WILLIAM ACKERLEY"
"Anjir Gue seneng banget!!!!"
William segera melompat ke atas tempat tidur Nayara dan memeluk erat Nayara. Akhirnya William malah ketiduran dan terbangun saat Nayara sudah siap untuk berangkat ke sekolah.
"Sayang, ini jam berapa?" Tanya William.
"Udah jam setengah tujuh. Buruan mandi nanti telat," kata Nayara.
William lalu berjalan ke kamar mandi yang ada di dalam kamar Nayara dan bersiap. Setelah itu dia langsung turun ke meja makan.
"Aku kemarin tidur nya kebablasan," kata William dengan mata yang menghitam.
"Sengaja 'kan?"
"Nggak sayang sumpah. Kemarin kamu mabuk," kata William dan membuat Nayara malu.
"Kamu yang bikin aku mabuk 'kan?"
"Lah? Kok jadi nyalahin aku? Kan kamu yang minum tanpa lihat-lihat dulu itu apa," kata William.
"Udah selesai makannya? Ayo berangkat," kata Nayara.
"Iya udah," mereka berdua pun berangkat ke sekolah. Nayara yang menyetir hari ini, karena William masih terlihat mengantuk.