Setelah kepergian Arvin, Alara masih bergeming di ranjang. Tangisan yang sedari tadi keluar pun belum juga usai. Hampir satu jam, keadaan Alara masih saja begitu. Mengenaskan, satu kata yang pas untuk wanita ini. Apa sebenarnya kesalahan Alara, Ia sendiri pun tidak tahu.
Suara gawai nyaring terdengar membuat Alara tersadar, diambilnya benda pipih tersebut dan melihat nama yang tertera. Ansel, malas berbicara, perempuan menyedihkan itu kembali meletakkan gawainya di atas nakas. Perlahan, dia mencoba menggerakkan badannya. Mengumpulkan sisa-sisa tenaga, Alhamdulillah sekarang bisa duduk. Kaki jenjangnya di paksa turun, walau pun remuk redam tubuhnya tetap harus bangkit.