Suasana di dalam Mansion yang tadinya sudah memanas kini semakin bertambah panas, bahkan berubah menjadi sangat menakutkan, hingga keringat Rex Daiva yang sebesar biji jagung mulai terlihat membasahi dahinya. Ia hanya bisa menelan ludahnya dengan kasar saat melihat kehadiran Tuan Rainer Diedrich yang tidak pernah mereka duga sungguh membuat semua yang berada di tempat tersebut menjadi diam seketika.
Bahkan hanya dalam hitungan menit saja tubuh Rex Daiva sudah tersungkur kebelakang akibat beberapa pukulan telak Tuan Rainer Diedrich yang langsung mendarat tepat di pelipis dan sudut bibirnya, yang membuat pelipisnya sobek hingga mengeluarkan cukup banyak darah.
"Ayah.. Hentikan... "
Teriak Shin Rawnie terisak saat melihat Rex Daiva yang masih terduduk di lantai dengan wajah yang sudah di penuhi darah.
"Tetap di tempatmu Shisi."
Perintah Tuan Rainer Diedrich dengan nada datar sambil menatap tajam Shin Rawnie yang langsung menghentikan langkahnya saat hendak mendekati Rex Daiva yang hanya bisa terdiam menerima amukkan Ayahnya yang entah sudah sejauh mana sang Ayah mendengar perdebatan mereka tadi. Dan jika memang Ayahnya sudah mendengar semuanya, ia sudah sangat yakin, inilah akhir dari hidupnya.
Perlahan Tuan Rainer Diedrich mengulurkan tangannya ke arah Asistennya yang sedang memegang tongkat golf yang langsung di berikan kepada Tuan Rainer Diedrich yang tampa basa basi langsung menghujani tubuh Rex Daiva dengan pukulan keras hingga membuat tubuh itu kembali tersungkur, dengan darah kental yang mulai ia keluarkan dari mulutnya. Dan di dalam waktu beberapa menit saja, tubuh Rex Daiva sudah di penuhi luka memar dan lebam, hingga Rex Daiva bisa merasakan tulang rusuknya yang patah akibat pukulan keras dari sang Ayah.
Bahkan Tuan Rainer Diedrich seolah tuli, sebab sama sekali tidak mempedulikan teriakan dan isakkan Shin Rawnie yang memohon kepadanya untuk berhenti memukuli Rex Daiva yang kini sudah tergeletak sambil terus meringis, bahkan tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Rex Daiva yang sudah di penuhi darah. Sebab yang ada di dalam fikiran Rex Daiva saat ini adalah berharap agar Ayahnya tidak melakukan hal yang sama terhadap Chenoa Rajendra dan Yukio Clovis.
Bahkan rasa sakit yang Rex Daiva rasakan di sekujur tubuhnya saat ini tidak seberapa di banding mendengarkan tangisan Shin Rawnie yang sudah bersimpuh. Sungguh pemandangan yang tidak ingin di lihat Rex Daiva saat ini, Sedang Shin Rawnie hanya terus berharap agar Ayahnya segera menghentikan hukumannya dan berhenti menyakiti Rex Daiva yang hanya bisa menatap Shin Rawnie dari kejauhan sambil menggeleng pelan, memberi isyarat kepada Shin agar tidak mendekatinya dan berhenti menangis. Sebab air mata Shin Rawnie akan membuat Ayahnya semakin murka.
Melihat perlakuan Tuan Rainer Diedrich kepada Rex Daiva membuat Yukio Clovis dan Chenoa Rajendra hanya bisa mengepalkan tangan mereka masing-masing dengan mata yang berkaca. Kekuasaan dan kekejaman Tuan Rainer Diedrich membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa, jangankan untuk menolong ataupun menjauhkan Rex Daiva dari tongkat golf Tuan Rainer Diedrich, bahkan hanya untuk bergerak saja mereka tidak bisa melakukannya, sebab keempat pengawal pribadi Tuan Rainer Diedrich tengah berdiri di samping mereka untuk mengawasi pergerakan mereka. Hingga mereka hanya bisa berdoa sambil berharap agar kali ini tubuh Rex Daiva lebih kuat menghadapi siksaan Tuan Rainer Diedrich yang untuk kesekian kalinya harus ia terima.
Setelah amarahnya mereda dan puas memukuli Rex Daiva dengan tongkat golf miliknya, Tuan Rainer Diedrich kembali memberikan tongkat tersebut kepada Asistennya dan langsung melangkah menuju sebuah Sofa single dan menyamankan dirinya di sana.
"Apa ada yang ingin kalian sampaikan?"
Tanya Tuan Rainer Diedrich sambil menatap mereka satu persatu dengan tatapan dingin yang seola bisa membekukan mereka saat itu juga.
"Ayah.. Biarkan mereka pergi, mereka tidak bersalah, akulah yang... "
"DIAM." Geram Tua Rainer Diedrich kembali menatap Rex yang sudah berlumuran darah.
"Shisi."
Panggil Tuan Rainer Diedrich yang seolah memberi perintah agar Shin Rawnie mendekatinya. Dengan langkah gontai yang masih sesegukan Shin Rawnie mendekati Tuan Rainer Diedrich dan langsung mendudukkan dirinya di samping sang Ayah.
"Siapa Ayah dari bayi yang sedang di kandung Shisi?" Tanya Tuan Rainer Diedrich kembali menatap Chenoa Rajendra dan Yukio Clovis secara bergantian.
Ternyata Tuan Rainer Diedrich tidak mendengarkan semuanya, yang ia tau saat ini hanya Shin Rawnie, harta yang paling berharga dalam hidupnya tengah mengandung, dan itulah alasan kemurkaannya hingga ia memberi Rex Daiva sebuah hukuman atas kelalaiannya yang tidak becus menjaga Shin Rawnie.
"Apa kalian tidak akan menjawab?" Tanya Tuan Rainer Diedrich untuk kedua kalinya.
Meski pertanyaannya kembali tidak mendapat jawaban dari kedua pria yang sudah terlihat pucat. Menyadari pergerakan Chenoa Rajendra yang akan berbicara jika Ayah dari bayi yang di kandung Shin Rawnie adalah dirinya membuat Rex Daiva seketika panik hingga langsung menghampiri Chenoa Rajendra dan berdiri tepat di hadapannya.
"Ayah.. Biarkan mereka pergi, saya mohon, mereka tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini." Pinta Rex Daiva kembali memohon untuk keselamatan kedua sahabatnya.
Meskipun ia tau, caranya malah akan membuat kedua sahabatnya terlihat sebagai seorang pengecut, namun hanya itu satu-satunya jalan yang bisa Rex Daiva lakukan agar kedua sahabatnya tidak terluka sepertinya. Bahkan yang lebih membuat Rex Daiva takut jika luka kedua sahabatnya akan jauh lebih parah dari lukanya sekarang.
"Baiklah, jika kalian terus bungkam." Ucap Tuan Rainer Diedrich yang kembali meraih tongkat golf dari tangan Asistennya dan kembali memukuli tubuh Rex Daiva dengan sangat keras hingga membuat tubuh Rex Daiva kembali tersungkur ke lantai.
"Saya Ayah dari bayi yang di kandung Shin." Seru Chenoa Rajendra yang langsung berdiri di hadapan Tuan Rainer Diedrich.
"Kau.. "
BUGH.. BUGH..
Tubuh Chenoa Rajendra yang langsung tersungkur saat menerima pukulan keras dari Tuan Rainer Diedrich membuat Rex Daiva dan Yukio Clovis tersentak. Rex Daiva yang langsung memegangi kaki sang Ayah yang sedang murka membuat Ayahnya langsung menghentikan pergerakannya.
"Saya mohon Ayah.. Jangan sakiti teman-teman saya, sayalah yang pantas mendapat hukuman dari Ayah, saya yang telah memasu....."
"Rex hentikan." Serga Chenoa Rajendra yang dengan tiba-tiba menyela perkataan Rex Daiva. Sebab ia tahu, jika Rex Daiva masih terus melanjutkan kata-katanya, maka bukan hanya sebuah pukulan yang akan di terima oleh Rex Daiva, mungkin Rex Daiva akan di bunuh saat itu juga oleh Ayahnya yang masih sangat murka saat ini.
"Sudah cukup kau melindungiku dan Yo, apa kau berniat untuk mati?" Bisik Chenoa Rajendra sambil membantu Rex Daiva untuk bangkit dari sujutnya.
"Apa kau sudah lupa, jika kau harus melindungi adikmu seperti kau melindungi nyawamu sendiri? Lalu apa yang kau lakukan sekarang?" Tanya Tuan Rainer Diedrich dengan wajah datarnya.
"Maafkan aku Ayah.. "
"Ayah bukan orang yang mudah untuk memaafkan kesalahan orang, Ayah rasa kau yang sangat tau akan hal itu Rex." Balas Tuan Rainer Diedrich dengan ekspresi yang semakin menakutkan.
"Maaf Ayah, saya lalai, saya yang salah, Ayah silahkan menghukum saya, tapi saya mohon, jangan melukai teman-teman saya." Balas Rex Daiva terus memohon yang membuat Tuan Rainer Diedrich semakin jengah.
"Ternyata kau lebih menyayangi kedua temanmu ini di banding nyawamu sendiri."
"Tolong maafkan Rex." Ucap Yukio Clovis memberanikan dirinya, ia yang sudah tidak sanggup melihat keadaan Rex Daiva saat ini membuatnya lupa akan rasa takutnya kepada Tuan Rainer Diedrich yang balik menatapnya tajam.
"Sebaiknya kalian diam, dan kau... "
Tatapan Tuan Rainer Diedrich kembali tertuju kepada Chenoa Rajendra yang sedang mengusap darah dari sudut bibirnya.
"Tanggung jawab seperti apa yang akan kau berikan atas perbuatan bejatmu kepada putriku?" Tanya Tuan Rainer Diedrich yang kembali membuat Chenoa Rajendra terdiam untuk sejenak.
Di tatapnya Shin Rawnie yang tengah menatap Yukio Clovis, dan kembali beradu pandang dengan Yukio Clovis yang masih terdiam, begitupun dengan Rex Daiva yang sangat berharap agar Chenoa Rajendra memberikan jawaban yang membuat Ayahnya bisa menerima kesalahannya.
"Bukankah seharusnya kau sudah mendekam di dalam jeruji besi dan membusuk di sana?" Tanya Tuan Rainer Diedrich dengan tatapan tajamnya.
"Ayah.. Saya mohon.. Jangan lakukan itu." Pinta Rex Daiva.
"Jika anda berkenan, izinkan saya untuk menikahi putri anda Tuan Rainer." Jawab Chenoa Rajendra yang sontak membuat ketiganya tersentak.
Bahkan Yukio Clovis yang tidak terima dengan keinginan Chenoa Rajendra langsung melangkah mendekati Chenoa Rajendra dan langsung mencengkram keras baju sahabatnya itu dengan wajah yang di penuhi rasa amarah dan kekecewaan.
"Apa maksud dari perkataanmu?" Tanya Yukio Clovis yang mulai di kuasai rasa amarah, hingga ia lupa jika Tuan Rainer Diedrich masih memperhatikan mereka dengan mata tajamnya.
"Pertunjukan apa yang sedang kalian tunjukkan padaku?" Tanya Tuan Rainer Diedrich yang sontak membuat mereka kembali terdiam.
"Apa kau pikir akan segampang itu untuk menikahi putriku? Apa kau benar-benar sudah bosan hidup?" Tanya Tuan Rainer Diedrich lagi.
"Saya mohon Tuan, sekarang Shin sedang mengandung anak saya." Balas Chenoa Rajendra memohon.
"NOAH.. " Teriak Yukio Clovis.
"DIAM KALIAN." Bentak Tuan Rainer Diedrich semakin geram dan langsung berdiri dari duduknya.
"Aku bisa saja melenyapkan janin yang berada di dalam rahim Shisi sekarang jika aku menghendakinya. Lagi pula, bukankah Shisi juga tidak menginginkan bayi itu?" Ucap Tuan Rainer Diedrich yang lagi-lagi membuat semuanya tersentak.
"Tidak Tuan, saya mohon.. Jangan lakukan itu, saya akan melakukan apapun untuk menebus kesalahan saya, jika ada yang harus mati di sini, saya lah orangnya, saya bersedia menggantikan bayi itu, bunuh saya saja Tuan, tapi jangan anak saya, saya mohon Tuan.. Biarkan anak saya tetap hidup." Pinta Chenoa Rajendra memohon dan kembali bersimpuh untuk nyawa anaknya.
Air matanya kembali menetes membasahi wajahnya yang lebam. sedang Shin Rawnie yang sejak tadi hanya terdiam tiba-tiba terhenyak dan merasakan sakit di hatinya saat mendengar kata-kata sang Ayah yang dengan semudah itu akan membunuh nyawa yang berada di dalam rahimnya. Ia bahkan mulai membenci dirinya sendiri, saat mengingat betapa ia juga sangat menginginkan bayi itu mati. Hingga ia merasa sama jahatnya dengan sang Ayah sekarang.
Air mata Shin Rawnie menetes saat melihat Chenoa Rajendra yang tengah memohon sambil bersujud untuk nyawa anak mereka, entah sudah berapa kali pria itu bersujud dan memohon untuk nyawa seorang bayi yang dia sendiri bahkan tidak menginginkannya. Hingga tampa sadar Shin Rawnie menagis dengan sangat keras, naluri keIbuan yang tiba-tiba saja datang membuatnya dengan cepat memeluk perutnya sendiri, seolah ingin melindungi bayinya sambil terus mengusapnya dan terus mengucapkan maaf dan penyesalan.
"Jangan.. Jangan sentuh bayiku, aku mohon.. Jangan sentuh bayiku." Lirih Shin Rawnie melemah.
Penglihatannya semakin gelap, dengan kepala yang ia rasakan mulai berat, tubuhnya yang tiba-tiba saja terasa ringan membuatnya ambruk hanya dalam hitungan detik saja, Shin Rawnie pingsan dan tidak sadarkan diri. Sedang Chenoa Rajendra yang masih bersimpuh di bawah kaki Tuan Rainer Diedrich dengan cepat menangkap tubuh Shin Rawnie yang nyaris saja menghantam sebuah meja di sampingnya. Yukio Clovis yang melihat hal itu hanya bisa terdiam dengan rasa cemburu dan sakit hati yang kini sudah memenuhi hatinya yang tidak bisa ia tahan lagi. Apalagi saat melihat Chenoa Rajendra yang langsung menggendong tubuh Shin Rawnie dan langsung merebahkannya di sofa.
"Menjauhlah darinya." Serga Yukio Clovis yang langsung menepis tangan Chenoa Rajendra dengan kasar.
Tuan Rainer Diedrich yang sudah sangat jengah melihat kelakuan kedua pria di hadapannya itu membuatnya kembali menarik nafas dalam.
"Apa kalian tidak akan menyingkir dari sana?" Tanya Tuan Rainer Diedrich yang terdengar seperti sebuah ancaman.
Dengan perlahan Tuan Rainer Diedrich mengangkat tubuh putrinya dan langsung membawanya keluar dari ruangan tersebut.
"Hubungi Dokter Krischan segera." Perintah Tuan Rainer Diedrich pada Asistennya yang langsung mengangguk dengan cepat.
"Urus kedua bocah tengik itu." Lanjut Tuan Rainer Diedrich yang terus melangkah menuju mobilnya. Sedang beberapa pengawal pribadinya sudah memegang tangan Chenoa Rajendra dan Yukio Clovis seperti perintah Tuan Rainer Diedrich agar tidak di ikuti oleh mereka. Sedang Rex Daiva yang masih sekarat di sana hanya bisa terdiam saat melihat Shin Rawnie di bawah oleh Tuan Rainer Diedrich.
"Tuan muda, kita harus kerumah sakit sekarang." Ucap salah satu pengawal pribadi Tuan Rainer Diedrich yang langsung melepaskan cengkraman tangannya pada Chenoa Rajendra dan berlari kecil menghampiri Rex Daiva saat mobil Tuan Rainer Diedrich sudah melesat pergi.
"SIAPKAN MOBIL SEGERA."
Teriak pengawal tersebut pada Chenoa Rajendra dan Yukio Clovis yang langsung mengangguk secara bersamaan saat Rex Daiva sudah tidak bergerak lagi. Tubuhnya kaku di dalam pelukan pengawal tersebut yang langsung memapah tubuh Rex Daiva dan membawanya ke dalam mobil, yang di sana sudah menunggu Chenoa Rajendra dan Yukio Clovis. Hingga dalam hitungan detik, mobil tersebut sudah melaju dengan kecepatan tinggi.
"Tuan muda... " Panggil Aron Cadwalen yang terlihat nampak khawatir.
Aron Cadwalen adalah saudara dari almarhumah Ibu Shin Rawnie, Arundaya Akselia Jorell, sekaligus pengawal pribadi Tuan Rainer Diedrich, almarhumah Arundaya Akselia yang meminta adiknya Aron Cadwalen untuk terus melindungi Rex Daiva, sebab ia tau jika Tuan Rainer Diedrich selalu bersikap keras kepada Rex Daiva. Dan hal itulah yang membuat Arundaya Akselia khawatir. Bahkan sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya, melindungi Rex Daiva adalah permintaan yang selalu ia ucapkan pada Aron Cadwalen, agar tetap bersama Rex Daiva. Meskipun Aron Cadwalen tidak bisa selalu menghindarkan Rex Daiva dari amukkan Tuan Rainer Diedrich. Dan hal itulah yang kadang membuat Aron Cadwalen selalu merasakan rasa bersalah kepada Almarhumah kakaknya, juga kepada Rex Daiva. Apalagi saat ini, Rex Daiva tengah sekarat di sampingnya.
* * * * *
Bersambung...