HOSPITAL.
Tubuh Shin Rawnie terbaring lemas di atas ranjang pasien dengan infus yang menempel di lengannya. Dan di sebuah kursi samping ranjang pasian nampak Yukio Clovis yang sejak tadi duduk di samping Shin Rawnie untuk menemaninya, bahkan pria itu tidak bergeser sedikitpun dari samping Shin Rawnie yang masih memejam. Begitupun juga Rex Daiva yang masih berusaha menekan rasa ketakutan dan kecemasannya saat melihat kondisi Shin Rawnie yang hingga saat ini masih belum sadarkan diri juga. Ia tiba-tiba merasa sangat takut jika Shin Rawnie akan melukai dirinya sendiri ataupun janin yang tidak ia sangka sama sekali akan di tolak oleh Shin Rawnie.
Rex Daiva mendudukkan dirinya di atas sofa sudut kamar VIP tempat Shin Rawnie sekarang di rawat. Sesekali ia menarik nafas dalam, menatap Yukio Clovis dan Shin Rawnie secara bergantian. Ada keraguan di hatinya saat nomor ponsel Chenoa Rajendra sudah tertera di daftar panggilan ponselnya saat ini.
'Haruskah aku memberi tahu Noah soal ini, bukankah dia berhak tau, jika janin yang di dalam rahim Shisi sekarang adalah anaknya.'
Batin Rex Daiva yang di selimuti rasa ragu. Hingga kokter Krischan yang datang menghampiri secara tiba-tiba dan membuatnya sedikit terkejut
"Dokter Chan, bagaimana kondisi Shin?"
"Nona Shin akan baik-baik saja jika Nona muda bisa mengontrol emosinya, seharusnya Nona Shin juga harus menghindari hal-hal yang bisa membuatnya stres, sebab di trimester pertama kehamilannya ini sangat rentan, kasian dengan janinnya." Jelas Dokter Krischan.
"Lalu apa yang bisa aku lakukan sekarang? Aku bahkan tidak tahu harus berbuat apa sekarang." Ucap Rex Daiva yang nampak terlihat gelisah.
"Cukup menjauhkannya dengan hal-hal yang bisa memacu emosinya, sebab stres yang berlebihan sangat tidak baik untuk janinnya, dan satu lagi Tuan."
"Apa?"
"Di kehamilan Nona muda saat ini, sangat dibutuhkan seorang pendamping untuk menemaninya menjalani masa-masa kehamilannya, sebab Nona Shin pasti akan melewati masa-masa sulit saat mulai mengidam."
"Maksudnya? Suami?" Tanya Rex Daiva. "Tapi Shin belum... " Kalimat Rex Daiva menggantung, perasaannya semakin gelisah, mengingat Shin Rawnie yang bahkan belum menikah, namun sudah mengandung. Bahkan usia Shin Rawnie masih menginjak 19 tahun. Masih sangat mudah untuk mengandung.
"Saya mengerti, setidaknya ada Ayah dari sang janin." Jawab Dokter Krischan yang kembali membuat Rex Daiva bungkam.
'Bagaimana bisa, sedang Shisi sangat membenci Ayah dari bayi tersebut.'
Rex Daiva yang sepertinya saat ini terlihat benar-benar stres hanya bisa mengusap wajahnya kasar, ia kembali mengalihkan pandangannya ke arah Shin Rawnie yang masih belum sadarkan diri juga, lalu berpindah ke arah Yukio Clovis yang masih setia menemani Shin Rawnie.
"Tenang saja, Nona muda hanya tidur, jika Nona muda sudah terbangun dari tidurnya, anda sudah bisa membawa Nona muda untuk pulang ke Mansion." Ucap Dokter Krischan yang seolah paham dengan pikiran Rex Daiva saat ini, sebab ia dapat melihat dengan jelas gurat kekhawatiran di wajah pria bertubuh tinggi tersebut.
* * * * *
KANADA.
Chayra Fayolla menyandarkan tubuhnya di dada bidan Chenoa Rajendra untuk melepaskan penatnya, setelah seharian mengurus persiapan pernikahan mereka yang sudah tinggal satu minggu lagi. Ia membiarkan angin malam yang cukup dingin membelai wajahnya yang sudah terasa dingin, hingga sesekali nampak Chenoa Rajendra terlihat mengusap wajah tunangannya lembut agar terasa sedikit hangat.
"Apa kau lelah?" Tanya Chenoa Rajendra sambil melilitkan syal berbulu berwarna cream di leher Chayra Fayolla, agar wanita itu merasa hangat.
"Hm, cukup lelah, tapi aku senang melakukannya, ini hal yang paling menyenangkan yang pernah aku lakukan sebelumnya."
"Benarkah? Aku senang, karena kau nampak bahagia." Ucap Chenoa Rajendra yang masih terus mengusap wajah Chayra Fayolla.
"Itu karena dirimu sayang." Balas Chayra Fayolla semakin mempererat pelukannya, menyamankan dirinya di dalam dekapan hangat Chenoa Rajendra, menghidu aroma yang selalu menjadi favoritnya, hingga membuatnya nyaris terlelap. Sampai suara deringan ponsel Chenoa Rajendra terdengar dan sedikit mengejutkannya.
"Rex" Gumam Chenoa Rajendra saat melihat layar ponselnya, yang tertera nama Rex Daiva di sana.
"Apa itu dari Yukio?" Tanya Chayra Fayolla perlahan sambil mendongak ke atas, menatap wajah Chenoa Rajendra yang terlihat bingung.
'Ada apa Rex menelfon malam-malam begini. Apa ada sesuatu hal yang penting?'
"Sayang... " Seru Chayra Fayolla perlahan yang seketika membuyarkan lamunan Chenoa Rajendra.
"Ah, Maaf. Tidak, ini dari Rex." Jawab Chenoa Rajendra sedikit tersentak.
"Ah baiklah, mengobrol lah dengannya, aku yakin dia sudah sangat merindukanmu sayang. aku akan ke dalam sebentar." Ucap Chayra Fayolla seraya melepaskan pelukannya sambil mengusap wajah Chenoa Rajendra lembut, sebelum akhirnya ia melangkah meninggalkan Chenoa Rajendra di sana.
Dengan cepat Chenoa Rajendra menjawab panggilan telfon dari Rex Daiva, cukup lama mereka saling mengobrol, hingga 10 menit kemudian, saat Rex Daiva memutuskan panggilan telfonnya, bersamaan dengan ekspresi wajah Chenoa Rajendra yang seketika berubah.
'Shisi hamil,'
Ucapan Rex Daiva yang sangat terdengar jelas di pendengaran Chenoa Rajendra di telfon.
"Tidak.. Tidak mungkin.. " Gumam Chenoa Rajendra dengan mata yang mulai berkaca, hingga ia tidak menyadari jika ponsel yang sejak tadi berada di dalam genggamannya terjatuh.
Chenoa Rajendra meremat rambutnya keras, dengan air mata yang sudah menitik dari sudut matanya. Sungguh suatu dilema yang membuatnya prustrasi. Kenyataan bahwa saat ini Shin Rawnie sedang mengandung anaknya sangat membuatnya terpukul. Perasaan gelisah, takut, dan sedih menyelimuti hati dan pikirannya saat ini, hingga mebuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.
AAARRGGHH...
Suara teriakan Chenoa Rajendra memecah heningnya malam, perasaannya semakin kalut saat mengetahui jika saat ini keadaan Shin Rawnie sangat buruk, bahkan sekarang Shin Rawnie sedang terbaring lemah di rumah sakit. Bahkan tiba-tiba saja perasaan takut kembali hadir, saat mengingat akan bagaimana reaksi Chayra Fayolla nanti saat mengetahui semuanya, mengetahui jika ia sudah meniduri gadis lain, bahkan yang lebih buruk lagi, saat ini gadis itu tengah mengandung anaknya.
"Sayang... Apa yang terjadi? Kau menangis?" Tanya Chayra Fayolla yang tiba-tiba muncul dan pendapati Chenoa Rajendra yang tengah mengusap air matanya.
"Sayang.. Sebenarnya ada apa? Akhir-akhir ini kau menjadi sangat pendiam, bahkan sering menangis, ini tidak seperti dirimu, sebenarnya apa yang kau sembunyikan?" Tanya Chayra Fayolla khawatir dan langsung menghampiri Chenoa Rajendra. "What is wrong with you?"
"Maafkan aku." Ucap Chenoa Rajendra perlahan dengan suara bergetar.
"Sayang.. Berhentilah meminta maaf, apa yang harus aku maafkan jika aku sendiri saja tidak mengetahui apa kesalahan mu." Balas Chayra Fayolla terlihat semakin bingung dengan reaksi Chenoa Rajendra saat ini.
"Kesalahanku sangat banyak Chayra, maaf jika aku sudah membuatmu khawatir, aku hanyalah seorang pria brengsek yang pengecut, aku bahkan tidak tau harus berbuat apa sekarang." Ucap Chenoa Rajendra seraya mengusap wajahnya kasar. Keputus asaan tergurat jelas di wajah Chenoa Rajendra saat ini.
"Sayang.. Apa ada yang mengganjal di hatimu? Jujur, selama kita di Kanada, aku selalu merasa gelisah sendiri, karena sikap pemurungmu yang tidak seperti biasa, kau selalu diam, dan nampak terlihat sedih, kau sungguh mebuatku sangat khawatir." Balas Chayra Fayolla yang masih menatap wajah tunangannya lekat.
"... "
"Pernikahan kita sudah di depan mata, tapi entah mengapa, aku tidak merasa bahagia, aku justru merasa gelisah di setiap harinya." Sambung Chayra Fayolla.
"Maafkan aku Chayra, sungguh maafkan aku." Balas Chenoa Rajendra seraya meraih tubuh Chayra Fayolla untuk di peluknya erat. "Aku mencintaimu, dari dulu sampai saat ini, hal yang tidak ingin aku lakukan adalah membuatmu terluka dan sakit hati, tapi secara tidak langsung, bahkan di luar kendaliku aku sudah menyakitimu." Ucap Chenoa Rajendra semakin mempererat pelukannya.
"Apa maksudmu? Kesalahan apa yang sudah kau perbuat? Bukankah selama ini kita baik-baik saja?" Tanya Chayra Fayolla. "Lalu kesalahan apa yang kau maksud? Please explain to me dear, jangan membuatku semakin khawatir."
"Maafkan aku Chayra." Ucap Chenoa Rajendra dengan air mata yang semakin menetes di sudut matanya, bahkan dengan perlahan melepaskan pelukan Chayra Fayolla. Hingga membuat hati Chayra Fayolla tiba-tiba gusar.
'Apa yang sudah terjadi Noah, kenapa aku semakin takut. Apa kesalahan ini akan membuatku kehilanganmu? Tidak... Jangan pernah pergi dariku Noah...' Batin Chayra Fayolla.
"Aku... "
"Sayang.. Aku mohon.. Kesalahan apapun itu, aku tidak ingin mendengarnya." Balas Chayra Fayolla menyela ucapan Chenoa Rajendra. "Apapun itu, lupakan." Sambung Chayra Fayolla dengan perasaan gelisahnya, hatinya mulai kalut, sebab ia sudah mulai menyadari, jika tunangannya yang sekarang tengah berdiri di hadapannya sambil menggenggam tangannya erat dengan mata yang berkaca telah membuat suatu kesalahan besar, meskipun ia tidak mengetahui kesalahan apa yang telah di perbuat.
"Apapun itu, jangan katakan, aku tidak siap untuk mendengar semuanya." Pinta Chayra Fayolla menggeleng pelan dan mulai menitikkan air matanya.
"Chayra.. Aku sudah meniduri seorang gadis." Ucap Chenoa Rajendra tidak mengindahkan perkataan Chayra Fayolla yang memintanya untuk tetap diam, bahkan ia langsung duduk dengan kedua lutut sebagai penopang, di depan Chayra Fayolla dengan kepala yang menunduk, seolah sedang meminta pengampunan.
Air mata Chayra Fayolla lolos membasahi wajahnya, badannya terasa kaku dengan nafas yang tercekik, saat mendengar pengakuan Chenoa Rajendra barusan. Bahkan seolah ia baru saja merasakan tubuhnya tertimpa benda berpuluh-puluh ton. Sakit, sedih dan kecewa. Itulah yang dirasakan Chayra Fayolla saat ini.
"Dan gadis itu tengah mengandung anakku sekarang." Sambung Chenoa Rajendra lagi yang masih tetap pada posisinya.
Sedang Chayra Fayolla yang tadinya masih berdiri kokoh dengan segala keyakinan jika perkataan Chenoa Rajendra hanyalah kebohongan semata, kini lemas, tubuhnya merosot kebawah dengan air mata yang terurai menggenangi wajahnya. Sungguh kenyataan yang membuatnya merasa ingin berhenti bernafas seketika itu juga. Ia tidak menyangka sedikitpun, jika sosok Chenoa Rajendra yang sangat ia cintai bahkan sebentar lagi akan menjadi suaminya, telah menghianatinya dengan cara yang sangat kejam. Chenoa Rajendra yang sedari tadi bersimpuh langsung memeluk tubuh Chayra Fayolla yang sudah terduduk di lantai tepat di hadapannya.
"Jika kesalahanku susah untuk di maafkan, aku mengerti, kau juga bisa membenci dan memakiku, aku siap menerima semuanya."
"..."
"Sayang.. Bicaralah, aku mohon, jangan diam saja." Pinta Chenoa Rajendra yang masih memeluk tubuh Chayra Fayolla yang masih terisak. "Sayang... hukum aku, aku siap menerimanya." Ucap Chenoa Rajendra menangkup wajah tirus menawan Chayra Fayolla.
PLAAKK
Hingga suara tamparan keras terdengar yang tiba-tiba mendarat tepat di wajah Chenoa Rajendra yang hanya terdiam menerima amarah Chayra Fayolla, bahkan bukan hanya tamparan keras yang di dapati Chenoa Rajendra, tapi juga pukulan di dadanya yang di lakukan Chayra Fayolla berkali-kali dengan tangisnya yang semakin mengeras. Chayra Fayolla menangis di hadapan Chenoa Rajendra, tidak peduli sekeras apa pukulan dan tamparan yang ia terima dari Chayra Fayolla, ia hanya bisa diam dan kembali memeluk tubuh Chayra Fayolla yang mulai melemah, namun masih terseduh.
Tidak ada kata-kata lagi yang terucap dari mulut mereka malam itu, hanya ada suara isakan Chayra Fayolla yang terdengar di malam itu, juga rasa penyesalan dan kesedihan di dalam diri Chenoa Rajendra yang membuat mereka hanya bisa terdiam.
* * * * *
Bersambung...