Dengan sangat malas, Dania akhirnya menuruti perintah Fayez yang di mana ia harus mendatangi mejanya ketika istirahat tiba.
"Lo serius mau nyamperin Fayez dan temen-temennya?," tanya Siska yang mengkhawatirkan Dania.
"Mau gimana lagi. Gue udah bikin kesepakatan sama dia," jawab Dania yang masih memandang lurus meja yang berada di pojok kantin.
"Gue sama Andy bakal liatin lo dari sini. Kalau mereka macem-macem, lo tinggal teriak."
Andy mengangguk cepat. "Bener kata Siska. Lo jangan takut sama mereka," ucapnya.
"Kalian tenang aja. Gue bakal baik-baik aja."
Sebelum langkahnya benar-benar mendekati meja yang di tempati Fayez, Dania menarik napas panjang terlebih dahulu. Ia juga menyiapkan mental agar jika Fayez menghina atau melakukan hal aneh, ia sudah lebih siap.
"Eh, Dania. Tumben ke sini? Mau makan bareng, ya? Sini duduk di samping gue." Agus menggeser tubuh dan menepuk tempat kosong di sampingnya.
"Jangan mau, Dan. Si Agus keteknya bau. Kalau lo deket sama dia, gue yakin lo bakal pingsan," sambung Sahroni yang berada di samping Agus.
"Sialan lo! Terus kenapa lo gak pingsan?," tanya Agus menatap Sahroni dengan hasrat kebencian.
"Karena gue udah kebal."
Dania hanya dapat menggeleng karena melihat pertengkaran antara Agus dan Sahroni yang tiada henti.
"Tugas lo, beliin kita makanan."
Galang dan Samudera saling melempar pandang. "Yez, lo serius?," tanya Samudera.
"Ekhm ... Ada lagi?," tanya Dania.
"Lengkap sama minumannya."
Dania mengangguk dan pergi untuk memesan makanan.
"Gila lo, Yez. Lo beneran jadiin Dania babu?," tanya Galang yang masih penasaran dengan apa yang dilakukan Fayez.
"Kemauan dia," jawab Fayez sebari menatap punggung Dania.
"Kasian Dania. Dia di perlakukan kayak pembantu sama Fayez," kata Siska. Ia dan Andy berada di meja yang tak jauh dari meja milik Fayez dan teman-temannya. Tatapanya pun tak lepas dari Dania yang saat ini tengah mengantre makanan.
"Lo mau ke mana?," tanya Siska ketika melihat Andy yang tiba-tiba beranjak dari duduknya.
"Gue mau bantuin Dania." Andy pergi ke tempat Dania menganter makanan. Ia tak tega jika harus melihat sahabatnya berdesak-desakan hanya untuk membeli makanan orang lain.
"Andy? Lo ngapain ke sini?," tanya Dania pada Andy yang tiba-tiba berdiri di sampingnya.
"Lo minggir aja. Biar gue yang beli."
"Tapi .... "
"Nurut aja."
Dania mengangguk dan menepi. Menghindar dari kerumunan yang membuat sesak.
"Kenapa Andy nolongin Dania? Apa dia suka sama Dania?." Fayez memalingkan wajah karena tak suka melihat Andy yang rela mengambil alih tugas Dania.
"Si Andy so sweet banget, ya. Dia sampe rela gantiin Dania buat anter makanan," celetuk Sahroni tanpa tahu jika saat ini hati Fayez tengah terbakar api cemburu.
Galang melirik Fayez dengan ujung matanya. Ia mengulum senyum karena Fayez seperti sedang menahan rasa marah.
"Andy, makasih ya," ucap Dania setelah ia mendapat semua makanan dan minuman untuk Fayez.
"Sama-sama. Gue balik ke meja dulu."
Dania mengangguk dan berjalan dengan membawa nampan berisi beberapa mangkuk untuk Fayez dan teman-temannya.
"Aduh ... Udah cantik, baik lagi. Dania mau nggak jadi pacar gue?."
Dania tersenyum canggung karena ulah Agus yang membuat suasana menjadi tidak nyaman.
"Kok cuma lima?," tanya Galang.
"Kan emang kalian berlima," jawab Dania sebari menghitung anggota teman-teman Fayez.
"Lo sendiri gak makan?," tanya Samudera dan Dania pun menggeleng.
"Kita makan berdua aja. Mau?."
"Eh ... Nggak usah, Sam. Gue bisa makan nanti," jawab gadis itu sungkan.
"Gak apa-apa. Baksonya kabanyakan kok buat gue."
"Dia makan sama gue," potong Fayez cepat.
Galang menepuk punggung Samudera agar lelaki itu bersabar dan lebih sadar diri.
"Gak usah. Gue gak laper," ujar Dania dengan nada sinis.
"Gue gak suka penolakan."
"Dan gue gak suka paksaan."
Sikap dingin Fayez dan nada bicara Dania yang sinis menjadikan suasana terasa tegang dan canggung.
"Duduk," ujar Fayez menarik tangan Dania untuk duduk di hadapannya.
"Gak mau, ih. Lepasin!."
Namun bukan Fayez namanya kalau tidak keras kepala.
"Duduk!."
Dania pasrah kali ini. Ia duduk di depan Fayez dan membuang wajah ke samping.
"Liat gue."
"Gak!."
Dengan terpaksa Fayez menggunakan tangannya untuk membuat Dania menoleh.
"Ngapain lo liat ke samping?," tanya Fayez menatap mata Dania dengan lekat.
"Bukan urusan lo."
Teman-teman Fayez masih terus menikmati bakso mereka masing-masing. Mereka tak ingin ikut campur dengan perdebatan Dania dan Fayez.
"Buka mulut lo!."
"Gue gak mau!."
"Jangan keras kepala."
"Kalo gak keras, bukan kepala namanya."
"Uhuk ... Uhuk .... " Agus segera meminum sebotol air mineral untuk meredakan rasa perih di tenggorokannya.
"Lo kenapa?," tanya Samudera.
"Gue salut sama jokes nya Dania," jawab Agus sebari terkekeh.
"Ssstttt .... "
Agus menoleh ke arah Fayez yang sudah memandangnya dengan tatapan mematikan.
"Sori. Gue lanjut makan."
"Buka mulut lo!." Fayez masih memaksa Dania untuk membuka mulutnya, agar Fayez bisa menyuapkan satu butir bakso berukuran kecil yang sudah berada di depan mulut Dania.
"Tapi gue gak mau, Fayez!." Pada akhirnya Dania merengek.
"Gak! Lo harus makan. Kalo gak mau, gue buang ini bakso."
Dania akhirnya membuka mulut dan mengunyah bakso yang sudah berpindah ke dalam mulutnya. Daripada ia harus melihat semangkuk bakso di buang oleh orang sombong seperti Fayez.
Galang dan Samudera melirik ke samping. Mereka sama-sama mengulum tawa karena melihat Fayez yang posesif pada Dania.
"Lo abisin baksonya."
"Kenapa? Ini kan punya lo," ujar Dania.
"Gue gak laper."
Dania memutar bola matanya jengah. "Kalau lo gak laper, kenapa lo nyuruh gue buat beliin makanan?."
Fayez hanya mengangkat bahu acuh dan fokus menatap layar ponselnya. Dania yang sudah terlanjur kesal pun terpaksa menghabiskan bakso milik Fayez.
Matanya mendelik menatap Fayez yang berada di depannya. Lelaki menyebalkan itu masih fokus dengan ponselnya, entah apa yang sedang ia lihat sebenarnya.
"Dan, cabenya mau lo makan juga?."
Dania menatap sendok yang sedang ia pegang. Satu buah cabai hijau yang siap mendarat ke dalam mulut Dania.
Namun kejadian langka terjadi. Fayez mengambil cabai tersebut dan membuangnya. Semua yang berada di meja sempat melongo karena Fayez yang sangat peduli dengan Dania.
"Gila, si Fayez ternyata perhatian juga ya," bisik Sahroni pada Agus.
"Iya. Jangan-jangan dia suka sama Dania?," balas Agus.
"Gue denger apa yang kalian omongin," celetuk Fayez tanpa menoleh.
Dania mengatupkan bibir dan kembali memakan bakso yang sempat tertunda. Ia tak ingin memikirkan hal yang lebih. Baginya, Fayez akan tetap menjadi lelaki yang ia dambakan, entah bagaimana pun nanti takdir yang akan berjalan.
"Udah abis. Gue mau balik ke kelas."
"Minum dulu," cegah Fayez sebari memegang pergelangan tangan Dania.
"Gue gak haus," sahut Dania.
"Tapi perut lo butuh air. Gue gak mau lo kenapa-kenapa."