Chereads / DANIA (Cinta Dalam Diam) / Chapter 17 - Harapan Yang Pupus

Chapter 17 - Harapan Yang Pupus

Ada apa dengan hari ini?

Mengapa Tuhan begitu baik?

Aku bisa melihat wajahmu dengan jarak yang sangat dekat,

Melihat jelas setiap inci hasil pahatan Tuhan yang terbaik,

Apa Tuhan sedang berada dalam mood yang baik ketika menciptakanmu?.

(Dania Salwa Mahesa)

***

Dania sudah berada di kamar miliknya. Fayez dan Samudera mengantarkannya sampai di depan pintu. Ia senang, bahkan sangat senang. Hari ini adalah hari keberuntungan menurutnya.

Bagaimana tidak? Fayez yang dengan sukarela menggendong Dania, dan ia juga sangat sudi meminum air dari botol yang sama dengan Dania.

Dania menyentuh bibirnya. Terbayang ketika Fayez menenggak botol yang sama dengannya.

"Apa ini bisa disebut dengan ciuman pertama gue?," gumam Dania sebari menatap hujan yang masih turun dengan deras di depan jendelanya.

"Berarti, bibir gue udah gak suci lagi?," lanjutnya. Lalu ia tersenyum, "Nggak apa-apa deh. Yang penting, Fayez yang ngambil ciuman pertama gue," lanjutnya.

Dania merebahkan tubuh di atas tempat tidur berukuran besar. Ia menatap langit-langit kamar dan memejamkan kedua mata. Tidak akan pernah ia lupakan semua kejadian di hari ini.

"Jaket Fayez." Dania beranjak cepat dan berlari ke kamar mandi. Disana ada jaket milik Fayez yang sudah basah tak tersisa.

"Astaga, ini kan jaket yang selalu Fayez pake. Dan sekarang, jaket ada sama gue," ucap Dania memeluk jaket tersebut.

Pintu kamarnya diketuk beberapa kali. Mawar memasuki kamar Dania dengan membawa nampan yang di atasnya tertera piring berisi makanan dan segelas air putih.

"Sayang, kamu di mana? Mama bawain makanan, nih." Mawar berteriak dari dalam kamar Dania.

"Bentar, Ma. Dania lagi di kamar mandi," jawab Dania dari dalam kamar mandi dengan suara menggema.

"Mama taro di atas meja, ya."

Tidak lagi terdengar jawaban dari Dania. Mawar pun keluar dari kamar putrinya setelah meletakkan nampan di atas meja belajar sang putri.

"Gue harus cepet cuci ini jaket dan pakein wewangian. Supaya Fayez terus terkenang sama gue," gumam Dania. Dengan cekatan ia merendam jaket tersebut ke dalam ember yang sudah diisi air dan cairan pewangi. Ia tersenyum bangga dan kembali ke kamar untuk makan.

"Aduh, laper banget gue. Mama baik banget sampe nganterin makanan ke sini."

***

"Yez, gue boleh tanya sesuatu sama lo?."

"Apa?."

"Lo suka sama Dania?."

Fayez menoleh ke samping. Samudera tersenyum lebar dengan menampakkan deretan giginya yang putih bersih dan lesung pipi yang menambah ketampanan wajah Samudera.

"Gak," jawab Fayez dan kembali menatap jalan di depannya.

"Alah.. So jaim, lo! Padahal keliatan banget dari sikap dan tatapan mata lo yang suka sama Dania."

"Lo jangan so tau."

"Gue nggak so tau. Gue itu tahu gimana perlakuan orang yang lagi jatuh cinta."

Fayez tak menjawab sedikit pun.

"Lo beneran gak suka sama Dania?," tanya Sam lagi.

"Gak!."

"Ya udah, kalau gitu biar Dania buat gue."

***

Sesampainya di rumah, Fayez bergegas menuju kamar untuk membersihkan tubuh dan pakaiannya yang basah kuyup.

"Kakak..."

Suara teriakan seorang anak kecil yang berusia empat tahun menggema di dalam istana milik Haris Rahman Ghazali dan istrinya Kania Salma.

Gadis kecil itu bernama Qori Ghazali, adik perempuan Fayez satu-satunya. Fayez sangat menyayangi adiknya itu, ia rela melakukan segalanya untuk Qori.

"Hai, Sayang," jawab Fayez ketika melihat Qori berlari ke arahnya.

"Peyuukkk.." Kata Qori dengan suara kecil nan imut.

"Jangan, Sayang. Nanti, ya. Baju Kakak basah, Kakak mau mandi dulu, okey."

Qori hanya mengangguk lucu. Di usianya yang sekarang, gadis kecil itu sudah mengerti dengan apa yang Fayez katakan. Terlebih ia melihat pakaian kakaknya basah.

"Qori, Sayang, Kak Ayez mandi dulu, ya. Kasian tuh bajunya basah," bujuk Kania.

"Oke, Akak. Qoli tunggu, ya."

Fayez mengangguk dan tersenyum hangat. Ia mengusap puncak kepala adik kesayangannya yang sudah sangat pandai berbicara.

Laki-laki itu kembali berjalan dan meninggalkan adik serta sang mama menuju kamar. Kehidupan keluarga Ghazali sangat hangat. Mereka sangat mengutamakan kebersamaan.

Di dalam kamar, Fayez kini sedang mengeringkan tubuhnya dengan handuk berwarna putih. Laki-laki itu menatap wajahnya di cermin. Bibirnya tersenyum, tatkala mengingat kejadian tadi sore.

"Kenapa gue bisa seperhatian itu sama Dania?," batinnya. "Apa gue beneran jatuh cinta sama dia?."

Fayez menggeleng kuat. Ia tidak boleh jatuh cinta pada gadis mana pun. Hatinya masih menjadi milik seseorang, dan Fayez telah berjanji untuk menjaga cinta itu sampai kapan pun.

"Laper. Gue makan dulu lah."

***

Keesokan harinya Dania telah tiba di sekolah. Di tangannya ia menjinjing paper bag yang berisikan jaket milik Fayez.

Bibirnya tak berhenti tersenyum di sepanjang koridor. Ia mengedarkan kedua matanya untuk mencari keberadaan Fayez. Jam di tangannya sudah menunjukkan angka setengah tujuh, dan seharusnya Fayez sudah berada di sekolah.

"Dia di mana, ya? Apa gue samperin aja ke kelasnya?," gumam Dania yang masih berdiri di koridor.

Namun beberapa menit kemudian, ia melihat Fayez sedang berjalan bersama teman-temannya. Siapa lagi kalau bukan Agus, Galang, Sahroni dan Samudera. Kelima lelaki tampan itu mendonimasi koridor, mereka menjadi pusat perhatian para gadis yang sedang berlalulalang maupun yang sedang berdiri seperti dirinya.

Dania pun tersenyum lebar, ia menarik nafas terlebih dahulu sebelum menghampiri Fayez.

"Fayez," panggilnya saat rombongan tersebut mendekat ke arahnya.

"Hai, Dania." Agus menyapa gadis cantik yang selama ia idamkan.

Dania hanya mengangguk sopan membalas sapaan Agus. "Ini jaket lo. Udah gue cuci," ucapnya sebari menyerahkan bingkisan tersebut pada Fayez.

Fayez hanya diam. Ia menatap Dania tanpa berkedip.

"Ambil aja," ujar Fayez dan hendak kembali melangkah.

"Tunggu! Ini punya lo, jadi harus gue balikin."

"Ambil aja," balas Fayez lagi.

"Nggak. Ini punya lo," kata Dania bersikukuh.

"Lo gak denger? Lo budek? Gue bilang ambil aja, ya ambil aja. Gue nggak pernah pake bekas orang lain."

Deg!

Jantung Dania rasanya berhenti berdetak. Fayez membentaknya dengan kata-kata yang menurutnya tidak pantas di ucapkan pada seorang wanita.

Jangankan Dania, teman-temannya pun melongo karena Fayez berani berkata kasar pada seorang gadis.

"O-oh, sori," ucap Dania pelan sebari menunduk.

"Lo galak banget, Yez," imbuh Agus.

Fayez terlihat menarik nafas dan pergi meninggalkan keempat sahabatnya dan Dania di koridor.

"Dania, lo sabar ya. Kita nggak tau kalau Fayez berani ngomong kayak gitu sama lo." Samudera berkata dengan nada tidak enak. Padahal kemarin ia melihat sikap Fayez begitu manis pada Dania.

"Nggak apa-apa, gue ngerti kok. Mungkin Fayez takut gue penyakitan, makanya dia nggak mau pake barang-barang yang udah gue pake." Dania memaksakan senyumnya sebari meremas paper bag yang masih ia genggam.

"Aduh, Dan, kita jadi nggak enak sama lo. Lo yang sabar ya, maafin Fayez juga." Galang menambahi, Dania tidak bisa berkata apa pun selain mengangguk.

"Gue pergi dulu." Dania pergi meninggalkan keempat sahabat Fayez. Diam-diam ia menyeka air mata yang tiba-tiba saja keluar.

"Gue pikir Fayez udah bisa buka hatinya buat gue."