Chereads / DANIA (Cinta Dalam Diam) / Chapter 9 - Keberuntungan atau Kesialan?

Chapter 9 - Keberuntungan atau Kesialan?

Setelah apa yang kulihat,

Mengapa rasa ini justru tumbuh semakin besar?

Ada aapa dengan hatiku sebenarnya?

Tuhan, kalau memang dia adalah tadirku, tolong beri waktu yang singkat untuk kami segera bersatu.

(Dania Salwa Mahesa)

***

Cahaya mentari menyoroti jendela kamar Dania dengan kegilaannya. Menyilaukan si pemilik kamar hingga ia menggeliatkan tubuh dengan rasa tidak nyaman.

"Panas banget, astaga," gumam seorang gadis yang masih asyik bergelut dengan selimut tebal yang menutupi tubuhnya.

"Dania, Sayang. Bangun, Nak."

Suara lembut dari seseorang yang ia rasa memasuki kamar miliknya. Dania bangun, sebari meregangkan otot-otot tubuhnya.

"Hoam..."

"Ih, anak gadis kok nguapnya gitu banget?," sindir Mawar yang merupakan mama Dania.

"Ma, ini kan hari minggu, kenapa mataharinya terang banget, sih?."

"Itu tandanya kamu harus bangun. Meski hari minggu, tapi kamu jangan malas-malasan, Sayang. Ayo cepet bangun, Mama udah siapain saran buat kamu. Papa juga udah nunggu di bawah."

Dania mengiyakan seolah mengerti. Setelah sang ibu ke luar, ia pun bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi.

Tiada sedikit pun niat untuk mandi di pagi hari. Hari minggu adalah hari yang ia tunggu-tunggu. Dania menganggap hari itu adalah hari yang spesial di banding hari-hari yang lainnya. Maka Dania harus bersikap beda terhadap hari minggu. Yaitu tidak ada mandi di pagi hari, dan tentu ia akan bermalas-malasan setelah sarapan nanti.

"Lho, kamu belum mandi?," tanya Mawar yang melihat Dania masih mengenakan piyama tidur dan sudah duduk di meja makan.

"Belum, Ma. Lagian ini hari minggu. Nggak afdol kalau mandi pagi-pagi," jawab Dania membuat kedua orang tuanya menggeleng.

"Kamu itu anak gadis Papa dan Mama satu-satunya. Kamu harus rajin. Mandi pagi, jalan-jalan atau lari pagi, jangan rebahan terus."

Dania memutar bola matanya malas. Marwan dan Mawar pantas saja berjodoh, toh pemikiran mereka sama. Marwan adalah nama ayah Dania. Entah mengapa nama kedua orang tuanya sangat mirip.

"Papa sama Mama itu ya, udah namanya mirip, sekarang pemikirannya juga mirip. Emang jodoh itu adalah cerminan," ucap Dania sebari memberi tepuk tangan menakjubkan.

"Kamu ini, kalau dikasih tahu malah ngeyel. Terserah deh kamu mau mandi apa nggak. Yang penting, nanti jam delapan kamu harus nemenin Mama belanja," ujar Mawar tak terbantah.

"Lho Ma, itu tandanya Dania harus mandi pagi, dong?," tanya Dania sedikit tidak terima.

"Itu sih terserah kamu. Kalau kamu masih tetep mau jadi anak Mama, ya harus nurut dong."

Dania pasrah. Ia memanyunkan bibir karena melihat mama dan papa nya yang tengah cekikikan menertawakan rencana rebahan Dania yang gagal total.

"Jangan kayak gitu mukanya, abisin makanan kamu dan mandi setelah ini."

"Ya, Ma."

***

Dania menatap wajahnya di cermin. Ia beberapa kali menghembuskan nafas pasrah. Padahal sewaktu di sekolah, ia sudah membayangkan nikmatnya rebahan di hari minggu. Bermalas-malasan hingga sore hari tiba.

"Gagal deh rencana gue males-malesan," ucap Dania sebari menyisir rambut pendeknya.

Hari ini ia mengenakan hoodie berwarna hitam yang berukuran besar. Sehingga membuat wajahnya jauh lebih lucu, dengan celana jeans pendek yang hampir tertutup oleh hoodie nya itu.

Sederhana namun sangat cantik. Dania juga mengoleskan sedikit lip tint di bibirnya dan membubuhkan bedak tabur ke wajah yang bulat dengan pipi tembam dan mata yang bulat.

"Beres. Gue tinggal temuin mama," ujarnya. Tidak lupa juga ia mengambil sepatu kets dari rak sepatu yang terbuat dari alumunium.

"Mama.. Dania udah siap."

Dasar gadis nakal. Teriakannya di atas tangga membuat seluruh penghuni rumah sedikit terkejut. Termasuk mbok Siti yang tengah merapikan ruang tamu.

"Aduh, Non, kenapa teriak-teriak? Mbok kan jadi kaget," ucap Mbok Siti.

Dania terkekeh tanpa dosa, "Maafin Dania ya, Mbok. Dania kira nggak ada siapa-siapa di bawah."

"Iya. Emangnya Non mau ke mana? Kok udah cantik banget?."

"Dania mau nganter Mama belanja, Mbok. Males banget sebenernya, tapi daripada Dania dicoret dari daftar kartu keluarga, jadi Dania mau aja deh," jawab Dania.

"Oalah.. Gapapa, Non. Biar Non tahu rasanya belanja. Lagipula belanja itu enak, Non, kita bisa sambil cuci mata."

"Hahaha.." Dania tertawa keras sekali, hingga menggema di dalam rumahnya sendiri.

"Si Mbok bisa aja. Cuci mata pake apaan, Mbok? Pake papa lemon?," tanya Dania dengan sisa-sisa tawanya.

"Ye.. Si Non, ya cuci mata liat yang bening-bening atuh, Non."

"Mbok, Dania itu mana tau yang bening-bening. Pacar aja dia nggak punya." Mawar datang dan langsung masuk ke dalam percakapan mereka.

"Ih, apaan sih Mama. Dania itu lagi on the way punya pacar. Mama tenang aja."

"Masa? Siapa yang mau pacaran sama kamu? Mandi pagi aja males," sindir Mawar.

"Ish.. Mama!." Dania merengek layaknya anak kecil di hadapan sang ibu dan juga asisten rumah tangganya.

"Ya udah, Mbok, saya sama Dania pergi dulu, ya. Titip rumah," ucap Mawar kepada mbok Siti.

"Siap, Bu. Saya akan jaga rumah sebaik mungkin."

Mawar pun mengangguk. Ia dan Dania segera berjalan menuju mobil yang sudah dipanaskan.

"Mbok, Dania pergi dulu!."

"Astaghfirullah. Non Dania kebiasaan deh teriak-teriak kayak gitu," ujar Mbok Siti sebari mengusap dadanya.

***

Sesampainya di supermarket yang hanya berjarak lima belas menit dari rumahnya, kini Dania sudah ditugaskan untung mendorong troli belanjaan. Sedangkan Mawar mencari kebutuhan apa saja yang harus ia beli.

Dengan wajah malas Dania mengikuti Mawar dari belakang. Ia juga beberapa kali menguap. Dasar gadis nakal!.

"Sayang, kamu mau nugget nggak?," tanya Mawar.

"Boleh, Ma."

Keranjang troli sudah terisi setengahnya. Yang saat ini hanya di dominasi oleh beberapa botol susu, nugget dan cemilan lainnya.

"Kita beli sayur, ya."

Dania menurut dan kembali mengekori Mawar yang berjalan cukup cepat. Namun di saat rasa malasnya memuncak, sudut mata Dania tidak sengaja melihat Fayez yang juga sedang mendorong troli belanjaan.

"Itu Fayez, kan?," batin Dania. Ia memicingkan kedua mata agar dapat melihat dengan jelas.

"Asli, itu Fayez," batinnya lagi. "Gila, udah ganteng, mau belanja lagi," lanjut Dania.

"Dania, ayo."

"Eh, iya, Ma."

Kedua mata Dania terus saja mengikuti Fayez yang sepertinya sedang bersama seseorang.

"Apa dia sama mama nya juga? Kalau nggak, ngapain juga dia beli sayur?."

Lelaki itu terlihat sedang memilih sayur brokoli dan membandingkannya dengan brokoli yang lain.

"Milih brokoli aja lama banget. Emang apa bedanya sampe dibanding-bandingin kayak gitu? Kalau gue yang jadi si brokoli, gue pasti udah marah karena dibandingin." Entah apa yang terjadi pada Dania. Setiap melihat gerakan Fayez pasti selalu ia gunjing.

"Sayang, kamu ngeliatin apa, sih?."

Dania sedikit mengusap dada. "Mama ngagetin aja, sih," ucap Dania.

"Abisnya kamu ngelamun terus dari tadi. Kamu liat apa?." Mawar merasa curiga dan mengikuti arah pandang putrinya.

"Nggak, Ma. Ma, Dania mau keliling lagi ya. Mama pilih-pilih sayur aja di sini, oke."