Chereads / DANIA (Cinta Dalam Diam) / Chapter 7 - Sayatan Pertama

Chapter 7 - Sayatan Pertama

Entah apa yang semestar takdirkan hari ini,

Wajahmu terlihat tenang namun penuh tanya,

Apa kamu yang menyelamatkanku hari ini?

Atau, kamu lah yang akan menusukku dari depan dan belakang seluruhku?

(Dania Salwa Mahesa)

***

"ASTAGHFIRULLAH!."

Tubuh kecil Dania hampir saja terjungkal ke belakang. Ketika wajah Fayez tiba-tiba saja muncul di hadapannya, menjawab pertanyaan Dania tentang bayangan aneh yang tadi ia lihat.

"F-Fayez, lo ngapain di sini?," tanya Dania sebari menatap wajah Fayez yang datar.

"Bukan urusan lo," jawab laki-laki itu datar dan dingin.

"O-oh, oke." Dania kikuk. Ia menggaruk kepala yang sama sekali tak gatal. Berada di tampat yang sepi bersama Fayez, berdua, dan hanya ada mereka.

"Humm.. Kalau gitu, gue ke kelas dulu, ya," Dania pamit untuk pergi. Namun pergelangan tangannya dicekal oleh laki-laki berwajah datar yang kini ada di depannya.

"K-kenapa?," tanya Dania menatap wajah Fayez dengan alis terangkat sebelah.

"Fayez!."

Suara panggilan seorang wanita yang tiba-tiba membuat Fayez segera melepas cekalan tangannya pada lengan Dania.

"Lho, Dania. Lo ngapain di sini?." Rupanya Shelina. Si sekretaris osis yang sangat cantik dan menjadi salah satu siswi terpopuler di SMA Kencana.

"Nggak. Gue tadi abis dari toilet," jawab Dania sebari melirik Fayez.

"Oh gitu. Kalau gitu, lo pergi deh. Gue ada urusan sama Fayez."

Dania semakin dibuat kikuk. Karena tangan Shelina merangkul tangan Fayez dan tak ada hempasan atau penolakan dari laki-laki pujaan hatinya.

"I-iya. Gue pergi dulu." Antara sakit dan pedih. Melihat Fayez yang tidak menolak sentuhan tangan Shelina.

"Apa Fayez dan Shelina ada hubungan?," batin Dania.

Ia menggelengkan kepala. Membuang semua pikiran buruk yang amat tidak sehat untuk hati dan tubuhnya.

Tiba di ruang kelas. Rupanya pelajaran telah berakhir. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia tadi sudah tak ada di kelas. Dania menarik napas sedikit lega, karena ia tak harus mendapat omelan dari guru tersebut.

"Lo dari mana? Ke toilet kok lama banget?," tanya Siska menatap sedikit aneh ke arah Dania yang baru saja duduk di kursinya.

"Gue tadi kebelet. Makanya lama," jawab Dania asal.

"Oh gitu. Kirain lo nyasar. Tadinya mau gue susulin."

Dania hanya mengangkat bahu dan menelungkupkan wajah di atas meja. Kejadian yang ia lihat tadi berhasil menyayat sedikit hatinya. Shelina yang bersikap manja, dan Fayez yang tak menolaknya sama sekali.

Dania ingat, ketika Fayez memegang pergelangan tangannya. Ia bisa membaca dari bola mata laki-laki seperti hendak menyampaikan sesuatu.

Namun anehnya, ketika Fayez mendengar suara Shelina datang, refleks genggamannya terlepas begitu saja. Ah, tidak, dilepas lebih tepatnya.

"Dania, lo baik-baik aja, kan?."

Dania mendengar suara Siska di sampingnya. Tapi ia tidak bisa menceritakan semua ini pada Siska. Ia yakin, Siska pasti tidak akan mendukungnya lagi untuk mendekati Fayez. Mendapat restu dari sahabat satu-satunya itu sangat sulit, Dania tidak ingin membuat Siska khawatir dan pada akhirnya melarang rasa cinta yang saat masih tertanam untuk Fayez.

"Dan," panggil Siska lagi.

"Gue baik-baik aja, Sis. Gue cuma ngantuk."

Siska sempat mengernyitkan alisnya. Namun ia berusaha untuk mengerti dan kembali membaca novel yang baru saja ia beli kemarin lusa.

"Dania, lo harus baca novel gue ini. Ceritanya bagus. Tentang seseorang yang mencintai gadis secara diam-diam. Kisahnya mirip banget sama lo, cuma bedanya, kalau di dunia nyata, cewek yang suka cowoknya secara diam-diam. Dan di sini juga diceritain, mereka bahagia di akhir. Lo juga harus yakin, pasti lo sama Fayez bakal jadian di akhir kisah lo nanti." Siska menceritakan isi dari novel yang ia baca pada Dania dengan penuh semangat.

"Gue nggak tau, Sis. Cerita itu cuma ada di novel. Gue nggak mau berharap terlalu banyak. Terlebih, gue liat hubungan Shelina dan Fayez yang udah kayak orang pacaran."

***

"Bu, saya ijin ke toilet." Seorang laki-laki mengangkat tangan sebari menginterupsi kepada seorang guru di depan kelas.

"Silakan, Fayez."

Fayez keluar dari kelas sebari menyugar rambut bagian depannya. Yang mana gerakannya itu membuat para gadis yang berada di dalam kelas menjerit tertahan.

"Norak lo semua," cibir Sahroni yang geli melihat teman-teman sekelasnya meneriaki Fayez.

Fayez menysuri koridor yang terlihat sepi. Sebentar lagi ia akan melewati kelas Dania. Jarak ruang kelas Fayez dan Dania hanya terhalang oleh dua ruang kelas lainnya. Dania yang berada di kelas sebelas IPA tiga dan Fayez berada di kelas sebelas IPA satu.

Dari kategori kelas yang mereka tempati, terlihat jelas bahwa Fayez yang lebih cerdas di sini.

Langkah Fayez sedikit terhenti, tatkala ia melihat seorang gadis berambut pendek keluar dari kelas IPA tiga.

"Dania," gumam Fayez.

Laki-laki itu berniat mengikuti Dania ke mana ia pergi. Toilet laki-laki ada di belokan depan, sedangkan toilet perempuan masih lurus dan berada di ujung koridor.

Fayez tidak jadi membelokan kakinya. Ia masih berjalan lurus untuk mengikuti Dania. Dania masuk ke dalam bilik toilet, dan Fayez menunggunya di sudut ruangan yang sedikit remang-remang.

Pada saat tengah memastikan Dania sudah keluar atau belum, ujung mata laki-laki itu tidak sengaja lelaki lainnya yang sedang bersembunyi di balik tembok yang mengarah ke toilet perempuan.

Fayez memastikan terlebih dahulu gerak gerik yang di lakukan laki-laki tersebut. Kedua tangan Fayez mengepal, ketika ia hendak melakukan hal yang tak senonoh pada Dania.

"Kurangajar!," hardik Fayez dan langsung menghampiri laki-laki tersebut.

Fayez langsung menarik kerah baju anak laki-laki yang ia ketahui berasal dari kelas sepuluh.

"Woi, apa-apan, nih?," tanya laki-laki yang nampaknya terkejut dengan kehadiran Fayez.

Fayez tak menjawab apa pun. Ia menarik laki-laki itu dengan mudah. Membawanya ke dalam gudang yang sudah tak terpakai.

BRUK!

Fayez melempar tubuh itu dengan mudah. Ia mendekat dan langsung memukuli wajah adik kelasnya yang pasrah.

"Kak, ampun," ucapnya memohon pada Fayez.

"Apa yang lo lakuin di sini, hah?," ujar Fayez geram. Ia menatap laki-laki itu dengan tatapan membunuh. Mata elangnya membesar, seolah siap untuk mencabik-cabik mangsanya.

"G-gue, nggak ngapa-ngapain."

BUK

BUK

BUK

Fayez benci orang pembohong. Ia kembali memukuli wajah laki-laki itu tanpa ada rasa lelah sedikit pun.

"Kak, ampun." Laki-laki itu memohon dengan wajah yang penuh dengan luka.

Telinga Fayez yang peka, langsung saja menoleh. Ia mendengar suara kaki yang melangkah dan akan mendekat.

"Dania," gumam Fayez pelan. Ia menghempas tubuh adik kelasnya dengan keras, dan merapikan kembali seragam miliknya yang sedikit berantakan.

"ASTAGHFIRULLAH!."

Fayez sedikit tersenyum. Wajah Dania yang terkejut sangat lucu dan menggemaskan. Tapi ia segera merubah raut wajahnya dan kembali dingin seperti biasanya.

Dania yang hendak pergi, menimbulkan rasa tidak rela di hati Fayez. Ia mencekal lengan gadis itu dengan kuat namun tidak boleh menyakiti Dania.

"Jangan pergi," batin Fayez.