Jantungku berdegup kencang hari ini,
Aroma tubuhmu menggemparkan seluruh penghuni lubang hidungku,
Hidung yang sempurna, dan bibir tipis menawan.
Aku terpaku hari ini.
Kamu datang secara tiba-tiba.
Mengejutkanku, dan memberi sebuah mimpi yang tak kuasa kudapati.
(Dania Salwa Mahesa)
***
Dania meninggalkan Mawar di tempat sayuran. Sedangkan ia memutuskan untuk mengikuti Fayez.
"Diem-diem aja kali, ya?," gumam Dania yang posisinya kini sudah ada di belakang Fayez.
Dania sedikit terhenyak ketika tiba-tiba Fayez menoleh dan ia membalikkan tubuh agar lelaki itu tidak melihatnya.
Setelah memastikan kalau Fayez tidak lagi melihat ke arahnya, Dania melanjutkan misinya. Yaitu mengikuti Fayez diam-diam.
Kurang diam apalagi Dania? Setelah mencintai dalam diam, dan sekarang mengikuti Fayez secara diam-diam. Besok, mau diam apa lagi yang akan dia lakukan?
Persetan dengan acara diam-diam yang Dania lakukan. Kini jarak mereka semakin dekat. Namun sepertinya Fayez belum juga menyadari kehadiran si gadis yang tengah membuntutinya.
Dania dapat melihat, kalau Fayez tengah memilih beberapa selai. Terlihat ia memegang satu kaleng selai cokelat dan kacang. Bukannya laki-laki tidak pernah memilih? Pikirnya.
Dania ikut berdiri di samping Fayez. Ia berpura-pura memilih soda kue dan pasta vanila untuk membuat kue.
"Kenapa Fayez lama banget, sih? Dia milih selai aja sampe sepuluh menit," batin Dania mengomel.
"Gue balik dulu aja deh. Takutnya dia malah ngeliat gue."
Dania memutuskan untuk berputar arah. Ia takut kalau berdiri terlalu lama akan membuat Fayez curiga dan misinya berantakan.
Gadis itu melihat cemilan kesukaannya. Dengan semangat tangannya meraih cemilan tersebut dari dalam rak makanan.
"Sumpah! Gue dari tadi cari ini ternyata nyempil," ucap Dania mengomel seorang diri.
Dania kembali menoleh ke arah Fayez. Ternyata lelaki itu sudah tidak ada tempat. Dania bergegas sebari menarik trolinya untuk mencari Fayez.
"Itu cowok ke mana, ya? Kok cepet banget ilangnya?," gumam Dania sebari memutar tubuh dan memfokuskan matanya ke setiap penjuru supermarket.
Tidak ada. Dania pun mencari ke tempat lain. Kini ia berada di area khusus perabotan dapur. Banyak ibu-ibu yang berkeliaran di sana. Dania jadi ragu kalau Fayez ada di sana.
Matanya memicing, saat melihat seorang laki-laki yang tengah berdiri di depan rak yang menyimpan kebutuhan wanita.
"Pembalut? Ngapain Fayez liat-liat pembalut? Jangan-jangan dia lagi sama ceweknya. Atau dia mau beli buat ceweknya?."
Pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang di telinga Fayez. Ia mencoba mendekat. Pasalnya Fayez berdiri dengan kedua tangan yang melipat di dada. Ia tidak bergerak sama sekali, hanya memperhatikan puluhan jenis pembalut yang berjejer rapi di sana.
"Duh, gue deketin jangan, ya? Hmm.. Jangan deh."
Di saat Dania tengah dilanda kebingungan, ponselnya berdering sangat nyaring. Ia pun gelagapan dan segera pergi bersembunyi agar Fayez tak melihat keberadaannya.
"Halo, Ma," ucap Dania.
"Kamu di mana? Mama nyariin kamu." Suara Mawar terdengar nyaring dari ujung telpon sana.
"Mama duluan aja ya. Atau mau pilih-pilih dulu gapapa. Dania masih ada yang mau dibeli," katanya berbohong.
"Ya udah. Mama tunggu di mobil. Nanti kamu bayar semua belanjaan yang kamu bawa."
Mawar mematikan ponsel begitu saja. Dan Dania pun bisa menghembuskan nafas lega.
"Gue bisa lanjutin misi, deh," batinnya sebari tersenyum lebar.
Saat kembali, Fayez sudah tidak ada di tempat.
"Lho, Fayez ke mana? Dia cepet banget ilangnya."
***
Fayez baru saja sampai di dalam supermarket untuk membeli semua kebutuhan hidupnya. Ia terpaksa untuk melakukan ini semua karena sang ibu yang sedang sakit.
Sejak kecil, Fayez selalu di ajarkan hidup mandiri oleh kedua orang tuanya. Anak tunggal dari keluarga kaya raya itu memiliki hati yang rendah dan tidak pernah sombong pada siapa pun.
Seperti sekarang, Fayez rela mendorong troli belanjaan dan membawa daftar bahan makanan berupa catatan kecil di tangan kirinya. Catatan tersebut diberi oleh asisten rumah tangganya yang sudah berumur.
Mamanya pernah bilang, "Jangan pernah mengandalkan orang lain dan jangan pernah malu dengan apa yang kita lakukan, selama itu baik."
Quotes itu selalu teringat dan diterapkan dalam kehidupan Fayez sehari-hari.
"Hmm.. Brokoli. Di dalem catatan, gue harus beli yang warna hijau pekat dan keliatan seger," gumam Fayez. Ia mengambil dua buah sayur brokoli dan membandingkannya.
"Oke, yang ini aja," putusnya dan memasukan sayur itu ke dalam troli belanja.
Fayez kembali melanjutkan pencariannya. Kali ini ia harus membeli selai, namun tidak tertulis jenis dan nama selai apa yang harus ia beli.
Fayez tertegun di depan rak yang berisi jenis selai. Ia mengambil satu toples selai kacang dan satu toples selai cokelat.
"Gue harus beli yang mana? Dua-duana enak," batin Fayez.
Pada saat sedang memilih, Fayez tidak sengaja melirik seorang wanita yang mengenakan hoodie berwarna hitam yang berdiri di sampingnya.
Alisnya mengernyit, dan matanya memicing.
"Kayak kenal. Dia siapa, ya?," gumam Fayez dan hendak menghampiri gadis itu. Namun sayang, gadis ber hoodie hitam itu pun pergi meninggalkan tempat ia berdiri saat ini.
"Nggak jelas," lanjutnya dan memutuskan untuk membeli kedua selai tersebut.
"Baskom. Yang bener aja. Gue harus beli baskom?." Fayez sedikit berdecak dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Dengan langkah berat, ia pergi ke area tempat perabotan dapur yang berjejer.
"Ini baskom yang mana? Banyak banget baskom di sini," batin Fayez. Kemudian ia melihat seorang ibu-ibu yang berjalan sebari membawa dua buah baskom berukuran besar dan kecal. Fayez pun berinisiatif untuk bertanya kepada ibu tersebut.
"Maaf, Bu, permisi," kata Fayez ramah kepada ibu tersebut.
"Iya. Ada apa ya, Nak?."
"Maaf, Bu, kalau boleh tau, baskom yang Ibu bawa ini dari sebelah mana, ya?," tanya Fayez malu-malu.
"Oh, ini. Kamu pergi aja ke arah sana, nanti ada kok di rak paling ujung."
Fayez mengangguk sebari melihat tempat yang ibu itu tunjukan padanya.
"Makasih ya, Bu."
"Iya, sama-sama."
Dengan rasa bahagia, Fayez pun pergi ke tempat penyimpanan baskom. Senang sekali rasanya karena menemukan barang yang ia cari sejak tadi.
"Baskom udah. Sekarang tinggal..." Fayez kembali membuka catatan belanjaannya. "Apa?! Pembalut? Jadi, gue harus beli pembalut, nih?." Fayez menarik nafas dalam-dalam. Ini adalah tugas paling berat seumur hidupnya.
Fayez sudah menemukan tempat pembalut. Namun pengetahuannya yang minum, tidak membuat lelaki itu untuk segera mengambil.
Fayez berdiri tegak dengan kedua tangan yang dilipat, ia memperhatikan jenis pembalut satu per satu.
"Ini gue harus beli yang mana?," gumam Fayez yang sudah kehabisan akal.
"Pembalut daun sirih dan bersayap." Fayez mengerutkan kening setelah membaca daftar belanjaannya itu.
"Yang bersayap itu yang kayak gimana, sih? Ya ampun mama, kenapa nyuruh Fayez beli pembalut kayak gin?."