Entah sudah kali ke berapa seseorang yang begitu dikenalinya tersebut ia hubungi sehingga membuat dirinya yang mengetahui hal tersebut langsung menghela nafas.
Beberapa saat menunggu, akhirnya panggilan puntersambung sehingga membuat David langsung berbicara setelah mendengar suara seseorang yang menyahut dari seberang sana.
"Halo," ujar Manu. "Kesekian kalinya kau menghubungiku, maaf aku baru bisa menjawabnya. Ada apa?"
David yang mendengarnya pun langsung menghela nafas sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku membutuhkan bantuanmu, Manu. Bisakah kau membantuku?" tanyanya.
"Hm, selama pekerjaannya masih bisa aku lakukan, maka akan aku bantu."
"Masih dengan orang yang sama," ujar David dengan helaan nafas beratnya. "Apa kau bisa membantuku melacaknya?"
"Gadis asing itu?" tanya Manu dengan kening yang berkerut. "Sepertinya akhir-akhir ini hidupmu tidak pernah tenan, ya. Dia juga punya cukup nyali untuk mengganggumu."
"Aku tidak akan seperti ini jika dia tak terus berada di sekitar Mansionku. Saat ini aku mengkhawatirkan Jane," ujar David dengan satu tangannya yang saat ini memijit pangkal hidungnya tersebut. "Sepertinya dia berpikir bahwa aku memiliki hubungan dengan orang lain, padahal aku tak pernah dengan siapapun dan kau tahu itu,kan?"
Manu yang mendengarnya pun langsung terkekeh, pria itu menghela nafas sejenak sebelum akhirnya kembali berbicara.
"Ternyata kau masih bersama dengannya? Ku pikir kau sudah melupakannya."
"Apa maksudmu?" tanya David dengan kening yang berkerut. "Aku tidak pernah memiliki hubungan apapun dengan Jane, dia masih tetap sahabatku."
"Sahabat cinta maksudmu?" Manu mencebik.
"Hey, jangan membuatku kesal hari ini."
Mendengar itu membuat Manu langsung terkekeh lalu menggelengkan kepala setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di sana.
"Haha, aku hanya bercanda dan kau menganggapnya serius."
"Aku sedang lelah akhir-akhir ini," ujar David dengan kedua mata yang terpejam. "Kenapa hidupku menjadi terasa berat sejak kedatangan gadis asing itu, hah?"
"Kau yang terlalu memikirkannya, David. Sebaiknya kau tidak perlu terlalu menghiraukannya, karena bagaimanapun dia hanyalah orang asing."
"Meskipun begitu, tetapi tetap saja aku tidak bisa melihat Jane seperti ini. Dia pasti dalam diamnya menyimpan begitu banyak pertanyaan, namun tak bisa mengungkapkannya."
"Sebenarnya aku tidak mengerti denganmu, David. Kau sangat mencintainya, tetapi tak ingin mengubah statusmu dengannya lebih dari sekadar sahabat. Apa kau tidak pernah berpikir bahwa seorang wanita pasti akan terluka jika terus seperti itu?"
David yang mendengarnya pun langsung terdiam merenungi ucapan dari pria itu.
"Maaf, aku tidak bermaksud untuk ikut campur ke dalam urusanmu, tetapi ... sampai kapan kau akan terus seperti ini? Lagi pula Ayahmu sudah menginginkan seorang cucu darimu, bukankah hal bagus jika kau dan Jane hidup bersama? Dia pasti akan sangat senang mendengarnya."
Sebenarnya David pun tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Ia jelas tahu sedang menjaga hatinya untuk satu orang wanita dan itu sudah sejak lama, tetapi dirinya juga tak ingin mengubah status persahabatan mereka yang sedari dulu hanya karena pria itu merasa takut akan sebuah 'kehilangan'.
"Aku harus apa, Manu?"
Seseorang yang berada di seberang sana yang mendengarnya pun langsung menghela nafas sejenak sebelum akhirnya geleng-geleng kepala.
"Aku bahkan tidak mengerti dengan keinginanmu, David. Bagaimana bisa kau bertanya seperti itu kepadaku, hah?"
"Tolong jawab saja," jeda David dengan wajah yang begitu memelas. "Ku mohon ..."
Suasana pun kembali hening dengan Manu yang saat ini merasa kasihan dengan sahabatnya tersebut. David adalah orang baik, dan semua berita tentang pria itu yang menyukai sesama jenis tentu tidak benar. Ia tahu bahwa sahabatnya itu mencintai seorang wanita sejak lama, dan dirinya juga mengetahui bahwa mereka saling mencintai.
"Menikah."
***
Jane sudah bersusah payah untuk menahan air matanya, wanita itu juga seharusnya tidak berbicara seperti itu tadi kepada David. Tetapi, bagaimanapun ia ingin tahu apakah pria itu memang memiliki orang lain di dalam hidupnya selain dirinya?
Ia tahu bahwa ini memanglah sulit, dirinya seharusnya mengerti batasan karena bersama David hanyalah sahabat. Tetapi, kenapa rasanya sangat sakit?
"Aku pernah mencintai seseorang sebelum dirimu, tapi ... kedatanganmu membuat hidupku harus mencintai dua orang sekaligus." Menghela nafas sejenak sebelum akhirnya kembali berkata, "Tidak lama, karena aku yang tak ingin menyakiti keduanya, jadi aku pilih salah satunya, dan itu adalah kau."
Ketika sedang memerhatikan jandela kamar, tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu sehingga membuatnya yang mengetahui hal tersebut langsung menolehkan kepalanya ke belakang lalu berjalan mendekati pintu.
Pintu pun terbuka dan seorang maid berdiri di depannya dengan membawa nampan membuat Jane yang mengetahui hal tersebut langsung menghela nafas.
"Maaf, tapi Tuan muda meminta saya untuk mengantarkan makan siangnya ke kamar."
"Untuk siapa?" tanya Jane.
"Tuan muda mengatakan untuk Nyonya."
Wanita tersebut yang mendengarnya pun langsung menghela nafas sebelum akhirnya berkata, "Ya sudah, simpan saja di dalam nanti akan aku makan."
Maid itu berjalan memasuki kamar lalu menyimpan nampan tersebut di atas meja sebelum akhirnya kembali keluar kamar dan Jane pun menutup pintunya.
"Hah ... padahal aku sedang tidak lapar, tetapi kenapa dia ---"
Suara dering ponsel membuatnya langsung terhenti lalu mengalihkan perhatiannya kepada ponsel miliknya. Di sana terdapat sebuah nama yang begitu dikenalinya tersebut membuatnya yang mengetahui hal itu langsung menghela nafas sebelum akhirnya menjawabnya.
"Halo."
"Kenapa kau malah menyimpannya?"
Kening Jane berkerut mendengar ucapan pria itu sehingga wanita tersebut langsung mengedarkan pandangannya memerhatikan sekitar untuk memastikan bahwa tidak ada CCTV di dalam kamarnya.
"Apa kau berpikir bahwa aku memasang kamea CCTV di dalam?"
Jane mendengus geli, lalu berkata, "Aku akan membencimu jika memang benar," ujarnya. "Sengaja aku menyimpannya karena aku sedang tidak butuh makan."
"Jangan seperti itu, Jane." David menghela nafas sejenak sebelum akhirnya kembali berkata, "Maafkan aku."
Tentu saja, wanita tersebut yang mendengarnya langsung mengerutkan keningnya setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di seberang sana.
"Hey, untuk apa kau meminta maaf padaku?"
"Aku memikirkan perkataanmu tadi di mobil." David menghela nafas sejenak sebelum akhirnya kembali berkata, "Ada yang ingin ku katakan kepadamu."
Jane langsung menghela nafas sejenak sebelum akhirnya wanita tersebut berkata, "Maafkan aku, itu salahku, bukan salahmu."
"Tidak, ini salahku, Jane. Aku tidak menceritakannya kepadamu, karena aku yang merasa bahwa itu tak perlu dibicarakan. Tetapi ternyata aku salah."
"Menyesal?"
"Ya, aku menyesalinya."
Tanpa sadar kedua matanya mulai berkaca-kaca sehingga membuat Jane semakin merasa sesak.
"Siapa dia?" tanyanya dengan senyum yang dipaksakan. "Aku ingin berkenalan dengannya."
"Jane ..." panggil David.
"Aku tidak masalah jika memang kau mencintainya, David. Seharusnya kau katakan saja lebih awal, jadi aku tak perlu seperti ini kepadamu."
"Hey, dia bukanlah seseorang yang kau pikirkan."
Wanita tersebut yang mendengarnya pun langsung tersenyum, meskipun sebenarnya rasanya menyakitkan untuknya sendiri.
"Tidak, ini bukanlah sesuatu yang harus aku permasalahkan. Aku akan pergi jika memang kau tak merasa nyaman dengan keberadaanku di Mansionmu."
"Tidak, Jane. Jangan pergi, dengarlah aku dulu, dia gadis asing dan aku tidak mengenalnya."
Kening Jane langsung berkerut setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang di sana sehingga membuatnya yang mengetahui hal tersebut langsung menghela nafas seketika.
"Kenapa kau tidak mengatakannya sejak awal?"
"Bagaimana aku memberitahumu jika sejak awal kau tidak berhenti berbicara."
"David!" Jane mendengus kesal dengan kedua matanya yang berkaca-kaca. Wanita tersebut merasa sia-sia saja sudah menangis sehingga kini kembali berkata, "Kau tidak mengetahuinya, kan?"
"Mengetahui apa?" tanyanya dengan kedua alis yang terangkat. "Apa yang tidak ku ketahui?"
Setelahnya wanita itu menghela nafas lega karena ternyata David tidak menyadarinya menangis membuatnya yang mengetahui hal tersebut langsung tersenyum puas.
"Kenapa kau diam?" lanjut pria itu.
"Ah, tidak,bukan apa-apa David. Oh, iya, kalau begitu apa yang akan kau lakukan?"
"Apa?" tanya David.
"Gadis asing," jawab Jane. "Apa kau akan membiarkannya saja?"
"Aku sudah bertemu dengannya dua kali, tetapi yang pertama itu benar-benar mengejutkanku."
Jane yang mengetahuinya pun langsung menganggukkan kepala, lalu terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali berbicara.
"Tunggu, apa itu berarti gadis asing yang ku temui itu adalah dia?"
"Ya, dia adalah orangnya. Aku tidak mengerti dari mana dia berasal dan kenapa tiba-tiba berada disampingku? Hah, semua benar-benar menyebalkan, kenapa aku harus terlibat sebuah skandal yang bahkan tak aku lakukan sama sekali."
"Ya sudah, lupakan saja. Lagi pula, meskipun aku mendengar beritamu dimana-mana, aku tidak akan langsung menjauh darimu."
"Kenapa?" tanya David. "Apa kau tidak merasa sakit hati?"
"Itu karena aku memercayaimu, David. Aku hanya akan percaya jika aku mendengar langsung darimu."
Seketika David langsung menyunggingkan kedua sudut bibirnya tersenyum senang setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di sana saat ini sehingga membuatnya yang mengetahui hal tersebut langsung menghela nafas seketika.
"Aku mencintaimu, Jane."
"Aku juga."
Ini yang membuat David berkali-kali jatuh cinta kepada sosok wanita yang sudah berada di sampingnya sejak lama. Seseorang yang tidak pernah meminta ataupun menuntut sesuatu kepada dirinya sehingga ia kini tak ingin lepas dari Jane.
"Jane, kau tahu bahwa aku yang tidak ingin melepaskanmu, kan?"
"Aku tahu," ujar Jane tersenyum tulus. "Hanya saja aku juga merelakan diriku sendiri untuk menunggumu."
"Maaf." David merasa bersalah, tetapi pria itu mencintainya. "Karena aku sudah egois."
'Sudahlah, aku sekarang merasa lapar."
Mendengar itu membuat David langsung menaikkan kedua alisnya setelah seseorang yang berada di seberang sana berbicara. Pria tersebut menghela nafas sejenak sebelum akhirnya menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas sehingga membentuk sebuah senyuman.
"Oh, ya, aku hampir melupakannya. Ya suda, sebaiknya kau segera makan siang."
"Bagaimana denganmu?" tanya Jane yang kini mendudukkan dirinya di hadapan sebuah nampan yang sedari tadi berada di atas meja. "Jangan katakan kalau kau hanya mementingkanku, tetapi kau lupa dengan dirimu sendiri."
David terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Kau tenang saja, aku akan makan siang setelah berbicara denganmu."
"Bagus, kalau begitu sampai jumpa nanti."
"Ya, sampai jumpa."