Jam dinding di kamarnya sudah menujukkan waktu tengah malam. Al masih belum berhasil memejamkan matanya walau semuanya sudah diatur seperti biasanya. Lampu dia matikan, lilin aromaterapi sudah dinyalakan, dia juga menyalakan musik pengantar tidur.
Al duduk bersandar di tempat tidurnya, sorot matanya tertuju pada foto keluarga satu-satunya yang terpajang di atas mejanya.
Dia mehelakan napas panjang. Dia kini sudah dua puluh tahun, sudah delapan tahun lebih dia hidup tanpa ibunya. Dia sangat merindukan sosok wanita itu. Ingatannya kembali terarah pada masa kecilnya yang sering bersama dengan sang ibu.
Dia lalu meraih ponselnya yang ia letakkan di meja sebelah tempat tidur. Tak lama kemudian dia bangkit dan melepas piyamanya. Dia berganti kaos dan mengenakan jaket kulit kesayangannya, lalu pergi. Tidak perlu berpamitan, Pak Hando dan istrinya sudah tidak perlu heran lagi dengan sikap tuan mudanya itu.
