Hari yang sial. Benar-benar hari yang sial bagi seorang Nikolai Romanov. Dia berusaha mencerna setiap kata pria di depannya dengan baik.
"Bolehkah saya masuk, TuーTuan ...."
Nikolai kembali membuka surat kuasa atas unit apartemen miliknya yang ternyata sudah terjual. Oh, yang benar saja! Siapa yang tega menjual apartemen Nikolai tanpa sepengetahuannya? Di surat kuasa tertera nama Jonathan Rhysーyang menurut Nikolai pria kebangsaan asing.
Si pria tua menyambut baik keinginan Nikolai. Dia tidak jadi mengunci pintu, dia justru membuka lebar-lebar.
"Nathan, panggil saja Nathan. Silakan masuk!"
Nikolai mengangguk. Dia masuk ke dalam sana dengan langkah ragu. Jonathan mengikutinya dengan sabar dan tanpa banyak bicara. Dia membiarkan Nikolai melihat-lihat hingga puas.
'Oh, rasanya tidak percaya aku diusir dari tempat tinggal ku sendiri,' batin Nikolai.
Nikolai melihat semua barang ditutupi dengan kain putih. Ya, benar. Dia merasa putus asa.
"Maaf, Tuan Nathan, jika Anda tidak keberatan ... bolehkah saya ...."
Nikolai ragu. Dia memilih untuk tidak melanjutkan kalimatnya.
"Katakan saja! Mungkin saya bisa mempertimbangkannya, Tuan ...."
"Nikolai."
Nikolai mengulurkan tangan kepada Jonathan. Mereka pun berjabat tangan tanpa senyum.
"Apakah Anda adalah Cicit dari Tuan Besar Vladimir?"
Kedua mata Nikolai sedikit menyiratkan makna kekecewaan. Ya, dia memang sedang kecewa terhadap sang kakek.
Nikolai mengangguk tanpa senyum. Dia menatap kedua mata Jonathan yang sendu.
"Ya, benar. Jadi, apakah saya boleh membawa pergi lukisan ini?"
Nikolai membalikkan badan, lalu menunjuk lukisan yang terdapat di lantai.
"Karena ini adalah lukisan mendiang kedua orang tua saya."
Akhirnya Jonathan tahu, mengapa arti dari lukisan yang sejak awal telah merampas perhatian Nikolai.
"Tentu saja. Anda pasti sangat mencintai mereka," tebak Jonathan, dia menepuk pundak Nikolai seraya tersenyum. Ya, senyum yang hangat.
"Terima kasih. Saya akan pergi sekarang."
"Hati-hati di jalan Tuan Nikolai."
Nikolai pergi dengan tergesa-gesa usai mengangguk ke arah Jonathan. Dia tidak lagi menoleh ke belakang, tepat ke arah unit apartemen mewah miliknya.
***
Malam itu juga, Nikolai memutuskan untuk kembali ke Dmitrovka. Dia marah. Dia kecewa.
"Mengapa hari ini sangat buruk?! Hah?! Apa yang telah kulakukan di masa lalu sehingga membuatku merasa terpuruk seperti ini?!"
Nikolai tiba di depan bangunan mansion mewah keluarga Romanov. Bangunan arsitektural indah yang menawan tidak pernah berubah dari tahun ke tahun.
Nikolai tidak langsung masuk ke dalam sana. Dia justru membiarkan mobilnya berhenti tepat di depan gerbang menjulang tinggi nyaris di tengah malam.
"Hmmm, oke. Aku akan masuk dan menghadapi Nenek Mozza seorang diri."
Usai membulatkan tekad, Nikolai menekan klakson mobil. Beberapa detik kemudian, gerbang pun terbuka otomatis.
Broom! Broom! Broom!
Suara deru knalpot mobil Lamborghini Nikolai terdengar di heningnya malam. Oh, bukankah di malam musim panas seperti ini langit tetap terang?
Nikolai memarkirkan mobil di sembarang tempat. Dia bergegas keluar menuju pintu utama mansion keluarga Romanov.
Ceklek!
Nikolai membuka pintu depan dan tanpa ragu memasuki ruang tamu mansion utama.
"Bukankah matahari baru saja tenggelam? Mengapa tidak ada penerangan sama sekali di sini? Dan, mengapa tidak ada penjaga satu pun di depan pintu? Ke mana orang-orang? Apakah mereka pergi ke St Petersburg?"
Nikolai terus saja mengeluh. Dia tidak tahu bahwa ada beberapa orang yang sudah menunggunya.
Nikolai melirik jam dinding besar yang berdiri kokoh tepat di sebelah perapian.
"Pukul 22.45 malam. Dan, semua orang sudah pergi tertidur. Uhh, sungguh membosankan!"
Bip! Bip! Bip!
Penerangan di ruang tamu pun menyala. Nikolai menyipitkan matanya berusaha untuk beradaptasi dengan cahaya.
"Selamat malam, Tuan Muda. Anda sudah pulang?"
Suara khas Vasili langsung dikenali indera pendengaran Nikolai.
"Vasili, kauー"
"Nikolai, apa saja yang sudah kau lakukan hari ini?!"
Suara tegas Morzevich membuat Nikolai kehilangan kata-kata. Dia menoleh ke arah wanita tua nan elegan itu.
Nikolai terheran-heran ketika melihat dua pelayan pria di kanan dan kiri Morzevich. Pasalnya, ada yang tidak biasa sedang terjadi.
"Ohh, Nenek Mozza tersayang! Apakah Nenek telah lama menunggu kepulangan Cicit Anda yang satu ini?"
Nikolai merentangkan kedua tangan hendak memeluk Morzevich. Namun, wanita tua tersebut segera mengulurkan tangan memberikan aba-aba agar Nikolai tidak mendekatinya.
"Berhenti di sana!" seru Morzevich tegas, dia menatap Nikolai dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Nikolai mencoba berlapang dada saat Morzevich menatapnya sinis.
"Vasili, bicara!"
Vasili mengangguk, lalu maju beberapa langkah mendekati Nikolai.
"Tuan Muda, silakan pergi dari mansion ini sampai Anda berhasil memenuhi persyaratan untuk menjadi seorang ahli waris keluarga Romanov!"
Dengan satu embusan napas, Vasili berseru memberitahu Nikolai tentang apa yang harus dilakukan oleh pria muda itu.
"Jangan bercanda, Vasili!"
Nikolai rupanya menyepelekan peringatan Vasili padahal dia sudah tahu dari mulut Igori.
"Nenek pikir, Igori tidak berhasil membujukmu untuk melakukan tradisi keluarga Romanov turun-temurun ini. Jadi lebih baik, kau pergilah!"
Morzevich begitu menyayangi Nikolai. Namun, dengan cara berbeda.
"Vasili, ambil dompet dan kunci mobilnya!"
Nikolai begitu terkejut dengan perintah sang nenek. Dia mundur tidak beraturan.
"Tidak."
Nikolai menolak untuk menyerahkan barang-barang miliknya kepada Vasili.
"Nek, jangan lakukan itu!"
"Oh, mengapa tidak, Nikolai?"
Morzevich menyilangkan kedua tangan di depan dada sembari menatap Nikolai yang pembangkang.
"Saya akan patuh kepada Anda, Nek."
Seorang Nikolai membuat janji? Adakah orang yang mempercayainya?
Tentu saja Morzevich tidak sebodoh itu, bukan?
"Kau telah mengacaukan kantor Kakek hari ini, dan kau telah membuat kekacauan di sebuah bar. Lalu, bagaimana saya bisa mempercayai mu?"
Vasili merampas dompet dan kunci mobil Nikolai. Kemudian, dia berjalan mendekati Morzevich untuk menyerahkan semua barang di tangannya.
"Bukan hanya itu saja, Nikolai. Kau malas bekerja dan kau terlalu manja. Kau bukanlah seorang ahli waris yang diinginkan oleh Kakek dan Nenek."
Dada Nikolai terasa sesak. Oh, tidak adakah satu orang pun yang berpihak kepadanya?
"Kau bahkan tidak memiliki tata krama yang baik. Kau tidak menuruni darah mendiang Viktor, maupun Xandrova."
Hari Nikolai teriris ketika mendengar Morzevich menyebutkan nama kedua orang tuanya. Dia bahkan tidak pernah bertemu dengan mereka.
"Oke! Oke! saya akan pergi jika itu keinginan Nenek. Saya akan hidup dengan cara saya sendiri."
Nikolai dilanda emosi. Dia tidak ingin mendengar apapun lagi dari mulut Morzevich.
"Takdir seorang ahli waris keluarga Romanov?! Takdir apa?! Semuanya hanyalah kepalsuan!"
Nikolai berteriak sejadi-jadinya. Dia geram sehingga tidak bisa berpikir jernih. Dia bisa saja pergi menemui Igori dan bertanya tentang persyaratan untuk menjadi seorang pewaris, bukan? Mengapa dia tidak melakukannya juga?
"Takdir palsu? Ya, bagus sekali!"
Morzevich justru tertawa melihat tingkah Nikolai yang menurutnya kekanakan. Dia mengarahkan sorot matanya kepada Nikolai dan berseru, "Bawa kedua kopermu, Nikolai!"